Pemanfaatan Mikroalga Thalassiosira sp. yang Dikultur dengan Sistem Mixotrofik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kesehatan Larva Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Date
2025Author
Ichsani, Alwi Gama
Ekasari, Julie
Suprayudi, Muhammad Agus
Wiyoto
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan produksi udang vaname adalah kualitas larva yang digunakan. Kualitas larva yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan seperti pakan alami yang diberikan. Mikroalga kelompok diatom seperti Thalassiosira sp. merupakan jenis pakan alami yang sering digunakan pada stadia awal udang. Kultur mixotrofik merupakan metode kultur yang memungkinakn mikroalga jenis tertentu untuk tumbuh dengan mekanisme autotrofik yang menggunakan karbon anorganik, dan heterotrofik yang menggunakan karbon organik sebagai sumber karbonnya. Metabolisme heterotrofik pada mikroalga tidak membutuhkan cahaya, sehingga dengan kultur mixotrofik diharapkan mikroalga dapat tumbuh dengan lebih banyak karena ketersediaan sumber karbon yang lebih tinggi dan tidak tergantung pada cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan Thalassiosira sp. yang dikultur secara mixotrofik dengan sumber karbon yang berbeda dalam meningkatkan pertumbuhan dan status kesehatan larva udang vaname.
Pemeliharaan terdiri atas dua tahap yaitu optimasi pemeliharaan Thalassiosira sp. dan pemeliharaan larva udang dengan penambahan Thalassiosira sp. dengan metode pemeliharaan terbaik yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama. Pada tahap pertama, desain eksperimen yang digunakan adalah rancangan acak faktorial (RAF) (3x3x2) dengan tiga variabel yaitu sumber karbon berbeda (molase, glukosa dan fruktosa), tiga konsentrasi berbeda (0,25; 0,50; dan 0,75 g L- 1) dan dua periode pencahayaan berbeda (autotrofik, 24 jam terang, dan mixotrofik 12 jam terang/12 jam gelap) sebagai pemeliharaan kultur autotrofik dan mixotrofik yang selanjutnya disebut M (25, 50 dan 75), G (25, 50 dan 75) dan F (25, 50 dan 75). Pada tahap kedua rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan yaitu kontrol yaitu larva udang yang yang diberi pakan Thalassiosira sp. yang dikultur dengan metode mixotrofik tanpa penambahan karbon organik, dan tiga perlakuan terbaik dari hasil penelitian tahap pertama M25, G25, dan F25. Inokulan dikultur pada skala laboratorium dalam wadah berukuran 5 L dengan densitas awal rata-rata 1,37-1,43 x105 sel mL-1, dan diberi pupuk sesuai dengan perlakuan dengan masa pemeliharaan kultur selama 5 hari. Kepadatan sel dan kontaminan diamati setiap hari, naupli udang vaname dipelihara hingga mencapai stadia PL7 pada wadah yang diisi 10 L air laut dengan padat tebar 200 ekor L-1 dan diberi aerasi. Diatom diberikan sebanyak satu kali pada hari ke-0 hingga hari ke-7, Artemia sp. diberikan sebanyak tiga kali sehari mulai pada hari ke-5 hingga akhir pemeliharaan, serta pakan buatan diberikan sebanyak enam kali sehari, pada hari ke-1 hingga akhir pemeliharaan.
Mikroalga yang dikultivasi pada penelitian ini menunjukkan respon terhadap penambahan sumber karbon yang dapat dilihat dari adanya perbedaan densitas dan laju pertumbuhan spesifik. Secara berurut terhadap kultur autotrofik pada perlakuan M25 sebesar 13,08±0,05 x105 sel mL-1; 44,46±1,39 % hari-1, sedangkan terhadap kultur mixotrofik pada perlakuan G25 sebesar 12,33±0,08 x105 sel mL-1; 43,76±1,15 % hari-1. Pengukuran panjang mutlak larva udang awal Zoea-3 (Z3) dengan nilai panjang mutlak rata-rata 2,53±0,04 mm pada awal pemeliharaan, sedangkan panjang mutlak rata-rata individu udang vaname pada perlakuan kontrol, M25, G25 dan F25 memiliki nilai secara berurutan 6,66 ± 0,03; 6,68 ±0,02 mm; 7,05±0,03 mm dan 7,19±0,01 mm. Nilai LPS perlakuan kontrol, M25, G25 dan F25 memiliki nilai secara berurutan 8,98±0,11 % mm hari-1; 8,83±0,13% mm hari-1; 9,28±0,04 % mm hari-1 dan 9,33±0,21 % mm hari-1. Nilai TKH selama pemeliharaan pada perlakuan kontrol, M25, G25 dan F25 memiliki nilai secara berurutan 40,44±1,35 %; 42,48±1,86 %; 46,64±3,71 % dan 48,61±2,23 %.
Persentase perkembangan stadia pada perlakuan kontrol, M25, G25 dan F25 secara berurutan secara berurut pada perkembangan sub-stadia Z2 76,26±2,33 %; 75,12±4,28 %; 89,15±3,58 % dan 91,00±2,27 %; pada perkembangan sub-stadia Z3 76,72±5,22 %; 89,02±3,71 %; 85,51±2,35 % dan 87,39±1,47 %; pada perkembangan sub-stadia M1 71,20±2,36 %; 70,81±2,07 %; 74,41±1,19 % dan 78,66±2,27 %; pada perkembangan sub-stadia M2 73,25±2,27 %; 78,11±6,01 %; 86,91±1,86 % dan 90,40±0,66 %; serta pada perkembangan sub-stadia M3 81,66±1,36 %; 80,78±1,36 %; 84,28±4,63 % dan 91,81±1,33 %. Indeks kesehatan pada larva udang vaname mengalami kecenderungan seragam dan tidak berbeda signifikan terhadap nilai parameter aktivitas renang, kondisi isi usus dan kelainan bentuk tubuh ketika telah mencapai stadia PL. Nilai parameter nekrosis dan kejadian organisme penempel menunjukkan adanya pengaruh signifikan yang ditemui selama pengamatan terhadap parameter indeks kesehatan larva udang. Nilai rasio otot dan usus pada perlakuan kontrol, M25, G25 dan F25 secara berurutan 91,41±2,50 %; 90,47±1,66 %; 92,46±1,59 % dan 95,24±1,79 %. Hasil histologi menunjukkan bahwa organ hepatopankreas larva udang vaname pada perlakuan K, M25, G25 dan F25 tidak mengalami kondisi abnormalitas pada struktur jaringan dengan ditunjukkannya hasil pembentukan dan susunan jaringan yang relatif normal pada seluruh perlakuan.
Nilai TKH larva udang vaname pasca uji stres terlihat dipengaruhi oleh jenis stres yang digunakan. Nilai TKH larva udang vaname pasca uji hipoksia dan formalin tidak dipengaruhi oleh perlakuan pada pengujian stres hipoksia sebesar 100,00±0,00 % dan nilai TKH terhadap cekaman formalin K (93,33±1,15 %); M25 (94,00±3,46 %); G25 (94,67±2,31%) dan F25 (96,67±1,15 %). Sementara itu nilai TKH pasca uji stres salinitas menunjukkan nilai K (76,67±5,03 %); M25 (78,67±3,05 %); G25 (92±2,00 %); dan F25 (93,33±2,31%). Respon antioksidan yang ditunjukkan pada nilai SOD (% inhibiton) memperlihatkan nilai tertinggi pada perlakuan F25 (78,49±5,53 % inhibition) dan terendah pada perlakuan kontol (57,71±8,53 % inhibition). Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem kultivasi mixotrofik dengan jenis dan konsentrasi sumber karbon berbeda dapat berpengaruh pada kinerja pertumbuhan dan kandungan nutrien Thalassiosira sp. yang dihasilkan. Penggunaan Thalassiosira sp. yang dikultur secara mixotrofik sebagai pakan alami berpengaruh pada kinerja pertumbuhan dan status kesehatan larva. Hasil terbaik diperoleh pada mikroalga yang dikultivasi secara mixotrofik dengan penambahan fruktosa 0,25 g L-1.
Collections
- MT - Fisheries [3053]