Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Lanskap Tradisional Kabupaten Belitung
Abstract
Lanskap adalah suatu area yang terdiri dari berbagai elemen alam seperti tanah, air, tumbuhan, serta elemen buatan manusia yang bersama-sama membentuk suatu pemandangan dan fungsi tertentu. Setiap lanskap memiliki fungsi pengelolaan yang berbeda-beda sehingga memberikan karakter unik pada setiap unit lanskap, terutama dalam hal pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal. Masyarakat Melayu di Kabupaten Belitung mengenal empat tipe lanskap yaitu lanskap alami (rimba); lanskap buatan (huma, sawah, dan pekarangan); lanskap suksesi (kelekak); dan lanskap larangan (riding inding). Selain hutan hujan tropis, di daratan Kabupaten Belitung juga ditemukan lanskap hutan kerangas. Tipe-tipe lanskap yang berbeda dapat memengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan dan jumlah spesies yang tumbuh di dalamnya serta keragaman jenis senyawa yang berpotensi sebagai obat pada tumbuhan. Berdasarkan laporan etnobotani, masyarakat di Kabupaten Belitung masih memanfaatkan tumbuhan yang tumbuh di berbagai lanskap tradisionalnya sebagai obat. Jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan sangat beragam, tetapi data mengenai komposisi dan struktur tumbuhan obat di lanskap tradisional Kabupaten Belitung secara eksplisit dan komprehensif belum tersedia. Ketersediaan data ini sangat penting karena empat spesies tumbuhan obat, yaitu Terminalia catappa, Vaccinium parvifolium, Ricinus communis, dan Arcangelicia flava, mulai sulit ditemukan di Kabupaten Belitung. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan obat pada lima lanskap tradisional di Kabupaten Belitung, yaitu pekarangan rumah, kebun, sawah, kelekak, dan hutan.
Penelitian ini menggunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data komposisi dan struktur tumbuhan obat di setiap tipe lanskap yang diperoleh dari hasil inventarisasi dan analisis vegetasi. Data sekunder berupa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Belitung yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Pengumpulan data dimulai dengan wawancara dengan informan kunci yang dilakukan untuk mengetahui lokasi tumbuhan obat. Penetapan lokasi inventarisasi dan petak bersarang dilakukan secara purposive sampling dan jelajah. Metode inventarisasi dilakukan untuk lanskap pekarangan, kebun, dan sawah; sedangkan analisis vegetasi dilakukan di lanskap kelekak dan hutan. Analisis vegetasi menggunakan metode petak bersarang untuk mengukur keanekaragaman hayati, komposisi, dan struktur tumbuhan obat di lanskap tradisional Kabupaten Belitung dengan menggunakan petak-petak observasi yang memiliki ukuran berjenjang dan saling bersarang satu sama lain. Setiap petak bersarang terdapat 4 buah sub petak yang berukuran 3 m x 3 m untuk katagori semai, 5 m x 5 m untuk katagori pancang, 10 m x 10 m untuk katagori tiang, dan 20 m x 20 m untuk katagori pohon. Inventarisasi tumbuhan dilakukan dengan mendata identitas spesies tumbuhan yang ditemukan, jumlah spesies dan luasan lanskap yang diamati. Data dikumpulkan dari 22 desa yang tersebar di lima kecamatan (Tanjung Pandan, Badau, Membalong, Sijuk, dan Selat Nasik) yang terdapat di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Indonesia. Inventarisasi tumbuhan obat pada lanskap pekarangan dilakukan di Desa Tanjung Pendam, Air Saga, Badau, Kacang Butor, Membalong, Kembiri, Perpat, Sijuk, Air Selumar, Air Seruk, Selat Nasik, Petaling, dan Suak Gual. Inventarisasi pada lanskap kebun dilakukan di Desa Air Saga, Air Merbau, Badau, Kacang Butor, Membalong, Kembiri, Pulau Seliu, Sijuk, Selat Nasik, Petaling, dan Suak Gual. Inventarisasi pada lanskap sawah dilakukan di Desa Buluh Tumbang, Air Saga, Perawas, Badau, Kacang Butor, Cerucuk, Simpang Rusa, Lassar, dan Bantan. Analisis vegetasi pada lanskap hutan dilakukan di Desa Buluh Tumbang, Kacang Butor, Simpang Rusa, Sijuk, Selat Nasik, dan Suak Gual. Analisis vegetasi pada lanskap kelekak dilakukan di Desa Buluh Tumbang, Juru Seberang, Air Saga, Badau, Kacang Butor, Membalong, Kembiri, Air Seruk, Sijuk, Selat Nasik, dan Suak Gual. Analisis data ekologi menggunakan beberapa parameter yaitu indeks nilai penting (INP), indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (H’), indeks kemerataan Pielou (J’), indeks kekayaan Margalef (Dmg), indeks dominansi Simpson (C), indeks similaritas Jaccard (JS), dan indeks distribusi Morisita standar (Ip). Penilaian status konservasi tumbuhan obat dilakukan menggunakan tabel penilaian kategori daftar merah IUCN versi 15.1.
Jenis, jumlah, dan struktur tumbuhan obat bervariasi di antara tipe-tipe lanskap. Tumbuhan obat di semua lanskap yang berhasil diidentifikasi sebanyak 213 spesies dan tiga varietas yang tergolong ke dalam 81 famili. Tumbuhan obat paling banyak ditemukan di lanskap pekarangan (162 spesies dan satu varietas), diikuti oleh lanskap kebun (87 spesies dan satu varietas), kelekak (82 spesies), hutan (65 spesies), dan sawah (44 spesies dan dua varietas). Famili yang dominan di setiap tipe lanskap adalah Myrtaceae dan Euphorbiaceae. Sebanyak lima tipe habitus ditemukan di lanskap pekarangan, kebun, dan sawah. Habitus herba ditemukan paling banyak di ketiga lanskap tersebut. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, tumbuhan obat tingkat semai paling banyak ditemukan di lanskap kelekak (64 spesies) dan hutan (48 spesies).
Tumbuhan obat perawakan pohon dengan INP tertinggi adalah Cocos nucifera yang tumbuh di pekarangan rumah (4,56) dan sawah (3,61), Schima wallichii di hutan (INP: 42,72), Garcinia mangostana di kelekak (INP: 35,24), dan Citrus microcarpa di kebun (INP: 3,39). Lanskap pekarangan dan kebun memiliki indeks similaritas paling tinggi (0,42), diikuti oleh lanskap kelekak dengan hutan (0,38). Lanskap sawah cenderung mirip dengan lanskap pekarangan dan kebun (0,23). Pola persebaran tumbuhan obat di lanskap pekarangan, kebun, sawah, dan hutan menunjukkan pola mengelompok. Sedangkan pola persebaran tumbuhan obat di lanskap kelekak memiliki pola yang bervariasi yaitu mengelompok, acak, dan seragam. Indeks keanekaragaman tumbuhan obat di lanskap pekarangan tergolong tinggi (4,67), sedang di lanskap kebun (2,63), dan rendah di lanskap sawah (1,37). Indeks kekayaan tumbuhan obat di lanskap pekarangan, dan kebun tergolong tinggi (31,27; 9,26), serta sedang di lanskap sawah (4,25). Indeks kemerataan tumbuhan obat di lanskap pekarangan tergolong tinggi (0,81), sedang di lanskap kebun (0,58), dan rendah di lanskap sawah (0,35). Indeks dominansi di lanskap pekarangan, kebun, dan sawah tergolong rendah (0,01; 0,13; 0,41). Indeks keanekaragaman tumbuhan tingkat semai di lanksap kelekak dan hutan menunjukkan nilai yang paling tinggi (3,46; 3,28) dibandingkan tingkat pertumbuhan lainnya. Namun, setelah memasuki tingkat pancang, baik di lanskap kelekak maupun hutan, indeks keanekaragamannya menurun. Indeks kekayaan tumbuhan obat tingkat semai di
lanskap kelekak lebih tinggi dari lanskap hutan (9,02; 7,38). Indeks kemerataan tumbuhan obat tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon pada lanskap hutan tergolong tinggi (0,84; 089; 0,76; 0,74); sedangkan pada lanskap kelekak tergolong tinggi pada tingkat semai, pancang, dan tiang, namun tergolong sedang pada tingkat pohon (0,83; 0,85; 0,68; 0,58). Indeks dominansi tumbuhan obat di lanskap kelekak dan hutan tergolong rendah pada semua tingkat pertumbuhan.
Lanskap traditional di Belitung mempunyai fungsi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya. Secara ekologis berperan sebagai situs konservasi in situ dan ex situ serta penyedia jasa lingkungan. Lanskap tersebut menjadi habitat bagi spesies tumbuhan obat yang terancam punah berdasarkan kategori konservasi IUCN. Status konservasi tumbuhan obat di lanskap tradisional Kabupaten Belitung berdasarkan IUCN red list terdiri dari not evaluated (128 spesies), last concern (74 spesies), data deficient (10 spesies), critically endangered (dua spesies), dan near threatened (satu spesies). Aquilaria malaccensis adalah tumbuhan yang termasuk kedalam kategori critically endangered. Secara ekonomi, tumbuhan di lanskap tradisional Belitung menjadi sumber berbagai bahan untuk bahan obat, bahan upacara dan ketahanan pangan yang dapat diperjual belikan sehingga dapat menjadi sumber pemasukan. Dari aspek sosial, lanskap tradisional menghasilkan tumbuhan obat, rempah- rempah, sayuran, dan buah-buahan sehingga turut menjaga kebutuhan gizi dan kesehatan pemiliknya. Berdasarkan nilai budaya, lanskap tradisional seperti pekarangan rumah mewakili identitas budaya komunitas etnis tertentu. Konsep, budaya, dan pengetahuan pemilik sangat mempengaruhi keanekaragaman tanaman dan struktur di pekarangan rumah, sehingga memberikan identitas budaya yang unik. Ciri khas tumbuhan obat pekarangan Belitung adalah M. indica, C. nucifera, B. androgyna, M. esculenta, G. mangostana, dan R. tomentosa yang mendominasi di semua pekarangan yang diamati. Keberadaan lanskap kelekak juga mencerminkan kebudayaan masyarakat Melayu Belitung yang peduli terhadap ruang terbuka hijau sekaligus mewariskan lahan yang menghasilkan tumbuhan penghasil buah dan kayu untuk generasi selanjutannya. Keberadaan spesies tumbuhan obat Belitung di lanskap tradisional merupakan sumber daya tumbuhan penting yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.