Show simple item record

dc.contributor.advisorSutrisno
dc.contributor.advisorWulandani, Dyah
dc.contributor.advisorNelwan, Leopold Oscar
dc.contributor.advisorSubrata, I Dewa Made
dc.contributor.authorNurba, Diswandi
dc.date.accessioned2025-01-11T13:09:55Z
dc.date.available2025-01-11T13:09:55Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160661
dc.description.abstractIndonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia, dengan total konsumsi sekitar 35,3 juta metrik ton pada 2022/2023. Tingginya permintaan beras mendorong sektor pertanian untuk terus meningkatkan produksi gabah guna memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, tantangan perubahan iklim, cuaca yang tidak menentu dan curah hujan ekstrem yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil panen, serta menyulitkan proses pengeringan. Hal ini mendorong penggunaan teknologi pengeringan yang lebih efektif agar kualitas panen tetap optimal. Proses pengeringan menjadi tahap penting dalam pasca panen gabah untuk menjaga kualitas dan daya tahan produk. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air gabah sehingga mencegah pertumbuhan jamur dan fermentasi yang dapat merusak kualitas beras. Dengan kadar air optimal =14%, gabah dapat disimpan lebih lama tanpa kerusakan, meningkatkan nilai ekonomis, dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Salah satu teknologi pengeringan yang dapat membantu menghadapi tantangan ini adalah deep bed dryer, atau pengering tumpukan. Pengering ini dirancang khusus untuk mengeringkan gabah dalam jumlah besar menggunakan lapisan gabah yang tebal atau dalam. Prinsip kerja Deep bed dryer adalah mengalirkan udara panas secara merata melalui tumpukan gabah, sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif dibandingkan metode pengeringan tradisional yang bergantung pada sinar matahari. Namun, pengering tumpukan juga menghadapi tantangan ketidakseragaman kadar air, untuk mengatasi masalah ini, salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah penggunaan sistem aerasi. Sistem aerasi ini berfungsi mengalirkan udara secara lebih merata ke seluruh lapisan gabah di dalam tumpukan, sehingga distribusi kadar air lebih seragam. Sistem aerasi memastikan semua area ruang pengering mendapatkan udara pengering yang optimal, sehingga dapat menjaga kualitas hasil panen secara keseluruhan. Selain sistem aerasi, penerapan sistem kontrol pada blower dan burner juga sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pengeringan. Kontrol pada blower memungkinkan pengaturan aliran udara yang presisi, sedangkan pengaturan burner membantu menjaga suhu tetap stabil. Penerapan sistem aerasi, kontrol blower, dan burner menciptakan sistem pengering yang dapat mengkombinasikan proses pengeringan dengan udara ambient dan udara dengan pemanasan, sehingga pengeringan menjadi lebih merata, efisien, dan hemat energi. Pendekatan pengeringan kombinasi ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada kondisi cuaca, tetapi juga menjadikan proses pengeringan gabah lebih efektif dan ekonomis. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain sistem aerasi yang optimal deep bed dryer dengan melakukan analisis Computational Fluid Dynamics (CFD) serta penerapan analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM); Simple Additive Weighting (SAW), The Analytical Hierarchy Process (AHP) dan The Technique for Order Preference by Similarity to an Ideal Solution (TOPSIS). Selanjutnya perancangan sistem kontrol untuk pengendalian blower dan burner, sebagai langkah dalam menerapkan aliran udara kombinasi udara lingkungan dan pemanasan untuk pengeringan gabah. Untuk memvalidasi model desain, maka dilakukan uji performansi pengeringan gabah dengan prototipe deep bed dryer yang dilengkapi sistem aerasi dan sistem kontrol, sehingga didapat performa proses pengeringan, serta besarnya konsumsi energi. Penelitian tahap pertama bertujuan melakukan analisis dan evaluasi kombinasi sistem pipa saluran udara dan lantai deep bed dryer dalam mendistribusikan aliran udara, suhu, RH, dan tekanan ke seluruh area drying chamber. Deep bed dryer yang disimulasikan memiliki dimensi diameter 0,8 m dan tinggi 1,5 m. Pengering ini memiliki sembilan pipa input udara, masing-masing berdiameter 0,08 m, dan empat pipa output udara berdiameter 0,12 m. Lubang inlet udara berbentuk persegi, berukuran 0,2 m × 0,35 m, sedangkan lubang outlet udara berdiameter 0,3 m. Dryer ini diisi dengan gabah 150 kg yang disetting sebagai porous zone dengan nilai ?=522 kg·m-3. Pada tahap ini dilakukan simulasi terhadap empat model kombinasi lantai dan pipa yaitu; CFRP (conical floor– rectangular pipe), CFCP (conical floor– circular pipe), SFRP (sloping floor – rectangular pipe), and SFCP (sloping floor – circular pipe). Keempat model tersebut diuji pada kecepatan aliran udara masuk 2 m·s-1, dengan suhu 40 oC. Hasil simulasi CFD menunjukkan bahwa kombinasi sloping floor dan circular pipe memiliki distribusi aliran udara, suhu, RH, dan tekanan yang lebih baik dari kombinasi conical floor dan rectangular pipe. Analisis lanjutan menggunakan metode SAW menempatkan Skenario 4 dengan model SFCP sebagai model dengan nilai preferensi tertinggi 0,97 dan direkomendasi untuk pabrikasi prototipe deep bed dryer. Penelitian tahap kedua, merupakan pengujian lanjutan dengan skenario pengujian yang lebih komplit. Tujuan penelitian pada tahap ini adalah mendapatkan performa kinerja empat model deep bed dryer ketika diberikan variasi kecepatan aliran udara masuk. Tahapan ini memberi rujukan untuk desain dan algoritma sistem kontrol pada tahap berikutnya. Secara spesifik, tahap ini dilakukan untuk menganalisis sistem aerasi yang optimal pada empat desain alternatif model deep bed dryer dengan sistem aerasi menggunakan simulasi CFD dan metode AHP-TOPSIS, yang dilanjutkan dengan simulasi proses pengeringan gabah pada masing-masing model. Pada tahap ini, Model 1–4 (yang juga digunakan pada penelitian tahap satu) diberikan input udara yang bervariasi pada tiga level kecepatan aliran udara, yaitu; 2; 2,5 dan 3 m·s-1. Hasil analisis keseluruhan, menunjukkan bahwa model 3 dan 4 memiliki keseragaman suhu dan RH yang sangat baik, disamping itu ditemukan bahwa setiap peningkatan kecepatan aliran udara input 0,5 m·s-1 berimbas pada penurunan suhu udara pada keempat model rata-rata sebesar 0,6 °C, serta meningkatkan RH rata-rata, kecepatan udara, dan tekanan di dalam drying chamber masing-masing sebesar; 1,6%; 0,01 m·s-1 dan 5,5 Pa. Disamping itu pengujian pada tahap ini juga merekomendasikan Model 4 (SFCP) yang menggunakan sistem aerasi kombinasi lantai sloping dan pipa penyalur udara dengan pola circular untuk digunakan pada pabrikasi prototipe deep bed dyer, dengan nilai preferensi 0,95. Penelitian tahap ketiga merupakan tahapan uji kinerja sistem aerasi prototipe deep bed dryer dengan sistem aerasi yang terintegrasi sistem kontrol. Prototipe yang di uji adalah Model 4 yang merupakan rekomendasi pada penelitian tahap 1 dan 2. Sebanyak 150 kg gabah dikeringkan di dalam dryer selama 7,5 jam, dan diamati perubahan kadar air, suhu, dan RH, pada tiga ketinggian tumpukan Ht=0,53 m, Ht=0,80 m, dan Ht=1,07 m. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa eksperimen proses pengeringan mengeleminir kadar air gabah dari rata-rata 25% menjadi rata-rata 13,9% dengan laju pengeringan rata-rata 1,5%·jam-1. Sistem aerasi mampu mendistribusikan aliran udara, suhu dan RH dengan baik ke semua area drying chamber, walaupun terdapat variasi namun kontinyuitas pengaliran dan posisi pipa-pipa input dan output memfasilitasi jangkauan aliran udara pengering secara proporsional. Terdapat beberapa fluktuasi kecil yang menggambarkan dinamika pergerakan uap air antar layer namun hanya berlangsung dalam durasi yang singkat tanpa gangguan signifikan terhadap proses pengeringan. Adanya perbedaan kadar air antar layer selama proses pengeringan dengan rata-rata standar deviasi 0,6–0,9% dan setiap layer (Ht=0,53 m pada range 0,6–1,1%, Ht=0,80 m pada range 0,8–1,3%, dan Ht=1,07 pada range 0,4–0,8%) menunjukkan variasi kadar air yang tidak terlalu besar untuk sebuah pengering tumpukan. Namun variasi yang signifikan pada layer bagian tengah menunjukkan perlu perbaikan agar porsi aliran udara di bagian ini dapat ditingkatkan. Pengujian mutu gabah hasil pengeringan, IPB9G sebagai bahan uji secara umum telah memenuhi kriteria SNI 6128:2020. Penelitian tahap keempat adalah pengujian kinerja sistem kontrol pada proses pengeringan gabah, yang diikuti dengan analisis energi yang digunakan pada proses tersebut. Sebuah sistem kontrol menggunakan microcontroller ESP32, dilengkapi 8 buah sensor DHT22, dirakit dan diberikan algoritma pengendalian kecepatan blower dan penyalaan burner selama pengeringan. Pencatatan data suhu, RH dan dan Me potensial dilakukan dengan module SD Card yang tertanam pada sistem kendali dan juga melalui platform Blynk IoT. Pengendalian ini didasarkan pada tiga tahapan pengeringan yaitu; preheating stage, constant-rate drying stage, dan deceleration stage. Secara teoritis ketiga tahapan tersebut berlangsung dalam durasi waktu yang berbeda dan juga membutuhkan energi yang berbeda. Algoritma sistem kontrol mengakomodir fenomena ini untuk mengatur supply panas dari burner dan volume aliran udara sesuai dengan kondisi dan batasan yang ditentukan, dengan perbandingan kondisi udara ambient dan dryer yang direpresentasikan oleh moisture equilibrium (Me) potensial sebagai fungsi suhu dan RH. Sistem kontrol mampu merespon sejak terjadi perubahan kondisi ke aksi aktuator selama 16–20 detik, sehingga dapat mempertahankan kinerja pengeringan optimal. Energi total yang digunakan dalam pengoperasian blower dan burner sebesar 56,9 MJ, konsumsi energi spesifik sebesar 2,9 MJ·kg-1 air yang diuapkan. Energi yang digunakan dalam proses pengeringan untuk pemanasan gabah dan evaporasi air sebesar 37,9 MJ, sehingga efisiensi energi keseluruhan sebesar 69,4%. Dengan memperhitungkan tarif listrik dan harga gas LPG, biaya energi pengeringan berkisar antara Rp.72–Rp.166 per kilogram gabah basah, dalam kategori subsidi dan non subsidi biaya listrik dan gas LPG. Penggunaan gas LPG sebagai sumber energi untuk pemanasan udara dalam pengeringan tentu saja menjadi isu penting, namun karena pertimbangan teknis seperti pembakaran lebih bersih, mudah terbakar, dan praktis secara volumetric maka menjadi pilihan dalam pengoperasian burner dan sistem kendali. Selain itu, mengganti LPG dengan biogas merupakan tantangan untuk menjawab kemandirian energi dan mendukung energi hijau yang tentu renewable. Walaupun LPG memiliki keunggulan dalam hal kepadatan energi (dalam massa yang sama nilai kalor biogas sekitar 67,4% LPG) dan kemudahan penyimpanan, biogas menawarkan keuntungan operasional yang lebih berkelanjutan, terutama jika bahan baku tersedia di lokasi pengoperasian dryer. Menggantikan LPG dengan biogas sebagai sumber panas untuk deep bed dryer memerlukan kesiapan infrastruktur, teknologi pemurnian gas, serta kebijakan yang mendukung, biogas dapat menjadi solusi yang berkelanjutan dan efisien bagi industri pengeringan di masa mendatang.
dc.description.sponsorshipBalai Pembiayaan Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Beasiswa Pendidikan Indonesia
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePengembangan Sistem Aerasi dan Pengendalian Kombinasi Udara Lingkungan dan Pemanasan untuk Pengeringan Gabahid
dc.title.alternativeDevelopment of an Aeration System and Combined Control of Ambient Air and Heating for Paddy Grain Drying.
dc.typeDisertasi
dc.subject.keywordcomputational fluid dynamicsid
dc.subject.keywordsistem aerasiid
dc.subject.keywordsistem kontrolid
dc.subject.keywordkonsumsi energi spesifikid
dc.subject.keywordpengering tumpukanid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record