Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Putih di Indonesia: Pendekatan Stochastic Frontier Analysis
Abstract
Bawang putih merupakan salah salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang putih biasanya dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, pengawet makanan, penyedap dan penambah cita rasa makanan, serta dapat dimanfaatkan untuk obat herbal. Berbagai manfaat yang mampu diberikan bawang putih membuat permintaanya terus meningkat. Permintaan yang terus meningkat tidak dapat dipenuhi oleh hasil produksi dalam negeri. Untuk meningkatkan produksi pemerintah melakukan pengembangan kawasan bawang putih di sentra produksi nasional. Pengembangan tersebut, diwujudkan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Namun, peningkatan produksi melalui ekstensifikasi semakin kurang memungkinkan. Hal ini disebabkan karena adanya alih fungsi lahan komoditas bawang putih ke komoditas lain. Solusi alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan peningkatan produktivitas melalui intensifikasi atau perbaikan teknologi. Produktivitas bawang putih di sentra produksi cenderung menunjukkan stagnasi. Nilai dan laju pertumbuhan produktivitas di sentra produksi memiliki perbedaan. Selain itu, produktivitas bawang putih di sentra produksi juga masih rendah. Rendahnya produktivitas menunjukkan adanya ketidakefisienan usahatani bawang putih di Indonesia.
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi bawang putih, efisiensi teknis dan faktor-faktor yang memengaruhi inefisiensi teknis usahatani bawang putih di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari data Survei Rumah Tangga Hortikultura BPS tahun 2014. Data yang digunakan untuk variabel input meliputi produksi, luas panen, benih, pupuk N, pupuk K, tenaga kerja, dan dummy musim tanam. Sedangkan untuk variabel inefisiensi teknis meliputi tingkat pendidikan, kelompok tani, bantuan usaha, dan kemitraan. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 333 petani, terdiri atas 98 petani bawang putih di provinsi Jawa Tengah, 121 petani di provinsi Nusa Tenggara Barat dan 114 petani di provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode analisis menggunakan Stochastic Frontier Analysis. Selanjutnya untuk fungsi produksi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Pemilihan fungsi ini atas dasar lebih mudah digunakan dan telah memenuhi asumsi-asumsi sebelumnya. Pendekatan analisis menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa luas panen, benih, pupuk N, tenaga kerja, dan dummy musim tanam secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap produksi bawang putih di Indonesia. Variabel benih merupakan variabel yang paling responsif terhadap peningkatan produksi dibandingkan dengan lima variabel lainnya. Peningkatan penggunaan benih bersertifikat merupakan langkah yang dapat dilakukan dalam mendukung pengembangan kawasan bawang putih. Rata-rata nilai efisiensi teknis usahatani bawang putih di Indonesia yaitu sebesar 0,71. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa petani bawang putih di Indonesia masih berpeluang untuk terus menghasilkan jumlah produksi yang lebih optimal. Dilihat dari aspek produksi, jika rata-rata petani bawang putih di Indonesia ingin mencapai tingkat efisiensi tertinggi, maka rata-rata petani memiliki kesempatan (room of improvement) sebesar 23,65% (1-(0,71/0,93)) untuk meningkatkan produksinya. Faktor yang berpengaruh signifikan menurunkan inefisiensi teknis usahatani bawang putih yaitu tingkat pendidikan dan kelompok tani. Sedangkan bantuan usaha dan kemitraan tidak berpengaruh signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang putih. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani bawang putih yaitu dengan memperkuat keberadaan kelompok tani dan bantuan usaha yang ada di sentra produksi bawang putih. Garlic is one of the horticultural commodities that has high economic value. Garlic is usually used as a cooking seasoning, food preservative, flavoring, and enhancer for food taste. It can also be used in herbal medicine. The various benefits that garlic can provide make the demand continue to increase. Domestic production cannot meet the ever-increasing demand. The government is developing garlic areas in national production centers to increase production. This development is realized through intensification and extensification. However, increasing production through extensification is becoming less and less possible. This is due to the transfer of garlic commodity land to other commodities. An alternative solution that can be done is to increase productivity through intensification or improvement of technology. Garlic productivity in production centers tends to show stagnation. The value and growth rate of productivity in production centers are different. In addition, garlic productivity in production centers is also still low. Low productivity indicates the inefficiency of garlic farming in Indonesia.
This study aims to analyze the factors that affect garlic production and technical efficiency and the technical inefficiency of garlic farming in Indonesia. The data used in this study is secondary data obtained from the data of the BPS Horticultural Household Survey in 2014. The data used for input variables include production, harvest area, seeds, N fertilizer, K fertilizer, labor, and planting season dummy. Meanwhile, the variables of technical inefficiency include education level, farmer groups, business assistance, and partnerships. The sample was used by 333 farmers, consisting of 98 garlic farmers in Central Java province, 121 farmers in West Nusa Tenggara province, and 114 farmers in East Nusa Tenggara province.
The analysis method uses Stochastic Frontier Analysis. Furthermore, the Cobb-Douglas production function is used. The selection of this function is on the basis that it is easier to use and has fulfilled previous assumptions. The analysis approach uses the Maximum Likelihood Estimation (MLE) method.
The results of this study show that the harvest area, seeds, N fertilizer, labor, and dummy of the planting season positively and significantly affect garlic production in Indonesia. The seed variable is the variable that is the most responsive to increasing production compared to the other five variables. Expanding the use of certified seeds is a step that can be taken to support the development of garlic areas. The average value of technical efficiency of garlic farming in Indonesia is 0.71. Based on the average value obtained, garlic farmers in Indonesia still have the opportunity to continue producing a more optimal amount. From the production aspect, if the average garlic farmer in Indonesia wants to achieve the highest level of efficiency, then the average farmer has room for improvement of 23.65% (1-(0.71/0.93)) to increase their production. Factors that significantly reduce the technical inefficiency of garlic farming are the level of education and farmer groups. Meanwhile, business assistance and partnerships do not have a significant effect on the technical inefficiency of garlic farming. Efforts that need to be made to improve the technical efficiency of garlic farming include strengthening the existence of farmer groups and providing business assistance in garlic production centers.
Collections
- MT - Economic and Management [2999]