Kajian Infeksi Lagovirus Penyebab Rabbit Haemorrhagic Disease (RHD) pada Kelinci
Date
2025Author
Setyaningsih, Retno
Wibawan, I Wayan Teguh
Setiyaningsih, Surachmi
Handharyani, Ekowati
Murtini, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Penyakit Rabbit Haemorrhagic Disease (RHD) merupakan penyakit menular pada kelinci Eropa (Oryctolagus cuniculus) yang disebabkan oleh virus RHD (RHDV) dari genus Lagovirus. Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Cina pada tahun 1984 yang kemudian menyebar luas dan menjadi enzootik pada kelinci domestik dan liar di Asia dan Eropa serta menyebabkan wabah sporadik di Amerika, Timur Tengah dan Afrika. Sifat infeksi RHDV yang akut dan mudah menyebar menyebabkan kerugian ekonomi di peternakan kelinci. Sejak kemunculannya, RHDV diketahui memiliki beberapa varian virus termasuk varian yang bersifat non patogenik pada kelinci yang hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium.
Dugaan presensi RHDV pada kelinci Indonesia pertama kali terdeteksi di Filipina pada tahun 2021. Kelinci yang diimpor dari Indonesia menunjukkan presensi titer antibodi terhadap RHDV tanpa menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, Indonesia masih berstatus bebas RHD dan kejadian kasus infeksi RHDV di peternakan kelinci asal belum pernah dilaporkan.
Kelinci yang dibudidayakan di Indonesia berasal dari indukan kelinci impor yang antara lain berasal dari Uni Eropa, Amerika dan Australia yang diketahui endemik terhadap beberapa varian RHDV. Regulasi bebas penyakit RHD belum diterapkan di Indonesia sebagai syarat impor kelinci dari negara endemik, sehingga terdapat potensi transmisi RHDV dari kelinci yang diimpor sedangkan kajian mengenai infeksi RHDV pada kelinci di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi RHD pada peternakan kelinci di daerah Kabupaten Bandung Barat, Indonesia melalui: 1) deteksi presensi antibodi terhadap RHDV menggunakan metode uji serologi Enzyme Linked immunosorbent Assay (ELISA) sesuai ketentuan World Organisation for Animal Health (WOAH); 2) deteksi presensi immunoglobulin (Ig) untuk melihat status imunologi dan sebaran serologis antibodi kelinci; 3) analisis histopatologi dan karakterisasi molekuler RHDV pada kelinci yang dibudidayakan di peternakan Kabupaten Bandung Barat, Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada peternakan kelinci berskala kecil di Kabupaten Bandung Barat yang melakukan ekspor kelinci ke Filipina. Sebanyak 163 ekor kelinci dari beragam usia, galur dan jenis kelamin yang tersebar di tujuh desa Kabupaten Bandung Barat yaitu Lembang, Cikahuripan, Gudangkahuripan, Pagerwangi, Jambudipa, Cikole dan Sukajaya. Sampel diperoleh dari kelinci sehat dimana semua peternakan dilaporkan tidak pernah melakukan vaksinasi RHD. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena auricularis menggunakan syringe steril 3 mL secara aseptis. Sampel darah dimasukkan dalam tabung 5 mL steril yang berisi gel/clot activator (Golden Vac™) untuk mendapatkan serum. Serum yang terbentuk dipisahkan dan dikoleksi dalam tabung mikro 1,5 mL kemudian disimpan pada suhu -20 ? hingga saatnya digunakan.
Uji untuk mengetahui presensi antibodi terhadap RHDV dilakukan menggunakan metode indirect ELISA dan competitive ELISA (cELISA). Pengujian serum dengan metode indirect ELISA dilakukan menggunakan kit ELISA komersial Ingezim® RHDV (R.17.RHD.K1) (Inmunologia Y Genetica Aplicada, S.A.) sedangkan pengukuran titer antibodi terhadap RHDV dengan metode cELISA dilakukan dengan kit cELISA yang diperoleh dari laboratorium referensi RHDV World Organization of Animal Health (WOAH). Selain deteksi presensi antibodi terhadap RHDV pada kelinci, uji isotipe ELISA (isoELISA) juga dilakukan untuk melihat presensi immunoglobulin (Ig) spesifik pada sampel serum kelinci menggunakan metode ELISA yang berasal dari laboratorium referensi RHDV WOAH.
Deteksi dan karakterisasi molekuler RHDV dilakukan menggunakan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Template RNA hasil ekstraksi dari sampel serum diamplifikasi menggunakan primer berdasarkan referensi WOAH (2023) untuk pengujian RHD RT-PCR single-step yang spesifik untuk mendeteksi gen VP60: forward (F): 5’-CCT-GTT-ACC-ATC-ACC-ATG-CC-3’ dan reverse (R) 5’-CAA-GTT-CCA-RTG-SCT-GTT-GCA-3’. Primer tersebut mampu mengamplifikasi semua varian RHDV termasuk RHDV2 dengan target produk PCR yaitu 347 bp. Produk hasil amplifikasi kemudian disekuensing menggunakan metode Sanger dan dianalisis menggunakan software MEGA XI. Selain deteksi molekuler, perubahan jaringan pada organ kelinci diperiksa menggunakan uji histopatologi menggunakan metode pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Organ berupa hati, paru-paru dan ginjal diperoleh dari kelinci sehat dan berasal dari peternakan yang sama di Kabupaten Bandung Barat.
Hasil penelitian menunjukkan presensi antibodi terhadap RHDV pada kelinci tanpa gejala klinis yang tersebar di tujuh Desa Kabupaten Bandung Barat. Kedua metode ELISA yaitu indirect ELISA maupun cELISA mampu mendeteksi antibodi terhadap RHDV. Namun demikian dalam penelitian ini, metode cELISA bersifat lebih spesifik dalam mendeteksi antibodi terhadap RHDV. Selain presensi antibodi, status imunologi dari kelinci di area tersebut diperkuat dengan presensi IgG, IgA dan IgM dengan adanya infeksi yang berlangsung akut dari calicivirus, genus Lagovirus yang bersifat non patogenik atau tidak menimbulkan gejala klinis pada kelinci. Perubahan jaringan pada organ kelinci bersifat kurang spesifik dan material genetik RHDV yang terdeteksi dari sampel serum kelinci belum dapat menjawab strain RHDV yang bersirkulasi pada peternakan kelinci di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan dan uji lanjutan untuk mengetahui penyebaran dan strain RHDV yan menginfeksi kelinci selain penerapan biosekuriti dan regulasi untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran RHDV di Indonesia. Rabbit Hemorrhagic Disease (RHD) is a contagious disease in European rabbits caused by the RHD virus (RHDV). It was first reported in China in 1984 and has since spread widely, affecting domestic and wild rabbits in Asia, Europe, America, the Middle East, and Africa. The acute nature of RHDV and its potential to cause significant economic losses in the agricultural sector, particularly in rabbit farming, have raised concerns.
The presence of RHDV in Indonesian rabbits was first suspected based on findings in the Philippines around 2021. Imported Indonesian rabbits showed the presence of antibodies against RHDV without clinical symptoms. Although Indonesia is still considered RHD-free, the possibility of transmission cannot be ruled out due to the origin of many breeding rabbits from endemic countries. Given the lack of specific regulations regarding RHD-free status for imported rabbits from endemic countries, there is a potential risk of RHDV transmission. This study aims to identify the presence of Rabbit Hemorrhagic Disease (RHD) in rabbit farms located in West Bandung Regency, Indonesia through the following: 1) detection of antibodies to Rabbit Hemorrhagic Disease Virus (RHDV) using the serological testing technique known as Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), under the guidelines set forth by the World Organization for Animal Health (WOAH); 2) assessment of immunoglobulin (Ig) levels to evaluate the immunological status and serological distribution of rabbit antibodies; and 3) histopathological analysis along with molecular characterization of RHDV in rabbits raised in these farms in West Bandung Regency, Indonesia.
This study was conducted on a small-scale rabbit farm in West Bandung Regency, which exports rabbits to the Philippines. A total of 163 rabbits of various ages, breeds, and genders were sampled from seven villages in West Bandung Regency: Lembang, Cikahuripan, Gudangkahuripan, Pagerwangi, Jambudipa, Cikole, and Sukajaya. Samples were taken from healthy rabbits, and all farms reported that they had never vaccinated against Rabbit Hemorrhagic Disease (RHD). Blood samples were collected aseptically through the auricular vein using a 3 ml sterile syringe. These samples were placed into a 5 ml sterile tube containing a gel/clot activator (Golden Vac™) to obtain serum. The resulting serum was separated, collected in a 1,5 ml microtube, and stored at -20 °C until further analysis.
To determine the presence of antibodies against RHDV, tests were performed using both the indirect ELISA and competitive ELISA (cELISA) methods. Serum testing with the indirect ELISA method utilized a commercial ELISA kit, Ingezim® RHDV (R.17.RHD.K1) from Inmunologia Y Genetica Aplicada, SA. For antibody titer measurement using the cELISA method where the kit obtained from the RHDV reference laboratory of the World Organization of Animal Health (WOAH) was used. In addition to detecting RHDV antibodies in rabbits, an isotype ELISA (isoELISA) test was performed to identify specific immunoglobulin (Ig) in rabbit serum samples, utilizing the ELISA method from the WOAH reference laboratory.
Detection and molecular characterization of RHDV were conducted using the Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) method. The RNA template extracted from serum samples was amplified using primers specific to the VP60 gene, based on the WOAH (2023) reference for the single-step RHD RT-PCR test. The specific primers used were: forward (F): 5'-CCT-GTT-ACC-ATC-ACC-ATG-CC-3' and reverse (R): 5'-CAA-GTT-CCA-RTG-SCT-GTT-GCA-3'. These primers effectively amplify all RHDV variants, including RHDV2, with a target PCR product size of 347 bp. The amplified products were subsequently sequenced using the Sanger method and analyzed with MEGA XI software. Additionally, tissue changes in the organs of rabbits were examined using histopathological tests with the Hematoxylin-Eosin (HE) staining method. Organs, specifically the liver, lungs, and kidneys, were obtained from healthy rabbits, all sourced from the same farm in West Bandung Regency.
The results indicated suspected RHDV infection in rabbits, which did not exhibit clinical symptoms, across the seven villages in West Bandung Regency. Both ELISA methods (indirect ELISA and cELISA) successfully detected antibodies against RHDV. However, the cELISA method was found to be more specific. Furthermore, the immunological analysis revealed the presence of IgG, IgA, and IgM, suggesting an acute infection from calicivirus, a member of the genus Lagovirus, which is non-pathogenic and does not cause clinical symptoms in rabbits. Tissue changes observed in rabbit organs tend to be less specific, and the genetic material of RHDV detected in rabbit serum samples has not provided clarity on the strains circulating in rabbit farms within West Bandung Regency. Consequently, further monitoring and testing are essential to identify the spread and strains of RHDV affecting rabbits. Additionally, implementing biosecurity measures and regulations is crucial to prevent and control the spread of RHDV in Indonesia.
Collections
- DT - Veterinary Science [291]