Persepsi Masyarakat mengenai Kelestarian Desa Berbasis Agroforestri Kelapa Sawit
Abstract
Degradasi dan deforestasi di Provinsi Jambi sebagian besar disebabkan oleh konversi kawasan hutan menjadi lahan pertanian, terutama kebun kelapa sawit yang ditanam secara monokultur. Hal tersebut selain menyebabkan kehilangan biodiversitas juga menimbulkan ketergantungan penghidupan masyarakat terhadap satu jenis komoditas pertanian. Harga komoditas sawit yang tidak stabil menimbulkan dampak terhadap ekonomi rumah tangga petani dan keberlangsungan penghidupan masyarakat di pedesaan yang bertumpu hanya pada produksi sawit. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi kelestarian taman nasional yang berbatasan dengan desa-desa yang mayoritas penghidupan masyarakatnya dari kebun kelapa sawit. Penelitian dilakukan di Desa Pematang Kabau, Kabupaten Sarolangun, Jambi yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Duabelas. Tujuan penelitian ini adalah a) mengkaji pengelolaan kelapa sawit yang dilakukan oleh petani di Desa Pematang Kabau, b) menganalisis persepsi petani terhadap pengelolaan kelapa sawit secara monokultur, agroforestri dan persepsi mengenai desa yang lestari, c) menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepsi responden dan menganalisis strategi yang bisa diterapkan untuk meningkatkan persepsi responden guna menuju desa lestari. Wawancara dilakukan kepada 91 responden rumah tangga petani sawit yang dipilih secara sengaja dan melalui FGD. Analisis data dilakukan dengan analisis skala likert, analisis persepsi dan analisis Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian melakukan pengelolaan sesuai standar SOP. Rata-rata persepsi responden terhadap pola tanam kelapa sawit monokultur masuk dalam kategori tinggi, rata-rata persepsi responden terhadap pola tanam kelapa sawit agroforestri masuk dalam kategori sedang, dan rata-rata persepsi responden terhadap desa lestari masuk dalam kategori tinggi. Hubungan korelasi antara karakteristik responden dengan persepsi terhadap pola tanam monokultur hanya menunjukkan adanya hubungan signifikan pada indikator pendapatan dengan nilai sebesar 0,035 (0,222**). Sementara itu, untuk persepsi terhadap pola tanam agroforestri, terdapat hubungan yang signifikan dengan indikator jumlah tanggungan keluarga sebesar 0,016 (0,015), luas pemilikan lahan sebesar 0,009 (0,252*) dan pendapatan sebesar . Dalam konteks persepsi terhadap desa lestari, hubungan korelasi signifikan terdapat pada indikator umur sebesar 0,034 (-0,222*), pendidikan terakhir 0,032 (0,225*), dan pendapatan 0,028 (0,231**). Karakteristik yang berkorelasi dengan persepsi adalah jumlah tanggungan keluarga, luas pemilikan lahan, pendapatan, umur dan pendidikan. Strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan persepsinya adalah dengan peningkatan pengetahuan dan pendidikan, baik formal maupun informal (pelatihan dan penggunaan internet), sehingga tidak ada batasan umur, serta dapat melakukan pengelolaan lahan dengan baik serta menerapkan agroforestri supaya dapat melibatkan anggota keluarga termasuk perempuan dalam mengelola lahan dengan luasannya sedikit maupun banyak dan meningkatkan pendapatannya. Degradation and deforestation in Jambi Province are primarily caused by converting forest areas into agricultural land, particularly monoculture oil palm plantations. This results in biodiversity loss and creates a dependency among local communities on a single agricultural commodity. The instability of palm oil prices impacts household economies and the livelihoods of rural communities that rely heavily on oil palm production. This situation may also affect the sustainability of national parks bordering villages where most residents depend on oil palm plantations.The study was conducted in Pematang Kabau Village, Sarolangun Regency, Jambi, which borders Bukit Duabelas National Park. The research objectives were a) to examine the management practices of oil palm plantations by farmers in Pematang Kabau Village, b) to analyze farmers' perceptions of monoculture oil palm management, agroforestry systems, and sustainable villages, and c) to analyze the relationship between respondents' characteristics and perceptions and identify strategies that can be implemented to enhance respondents' perceptions toward achieving a sustainable village. Interviews were conducted with 91 selected oil palm farming households, accompanied by focus group discussions (FGDs). Data analysis employed Likert scale analysis, perception analysis, and Spearman rank correlation analysis. The results showed that most respondents adhered to standard operating procedures (SOPs) when managing their oil palm plantations. The average perception of respondents towards monoculture oil palm planting patterns was high, while perceptions of agroforestry systems were moderate, and perceptions of sustainable villages were in the high category. The correlation between respondent characteristics and perceptions of monoculture planting patterns showed a significant relationship only for income, with a value of 0.035 (0.222**). For perceptions of agroforestry systems, significant relationships were found with family dependents (0.016, 0.015), land ownership size (0.009, 0.252*), and income. Regarding sustainable village perceptions, significant correlations were observed for age (0.034, -0.222*), education level (0.032, 0.225*), and income (0.028, 0.231**). Characteristics significantly correlated with perceptions of agroforestry planting patterns included family dependents, land ownership size, and income. Meanwhile, income, age, and education were associated with sustainable village perceptions. Strategies to enhance perceptions include increasing knowledge and education, both formal and informal (through training and internet use), and ensuring no age restrictions. Additionally, optimizing land management and implementing agroforestry practices can involve family members, including women, in managing land of varying sizes, thereby improving household income.
Collections
- MT - Forestry [1428]