Tempe sebagai Pangan Fungsional Pengendali Diabetes Melitus: Studi Kelayakan dan Persepsi Konsumen
View/ Open
Date
2025Author
Mardhiati, Indana
Astawan, Made
Indrasti, Dias
Metadata
Show full item recordAbstract
Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di dunia dari tahun ke tahun menjadi masalah kesehatan yang serius dan perlu mendapat perhatian lebih untuk ditangani. Sebanyak 90% dari penderita DM adalah penderita DM Tipe 2. DM ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi. Efek samping dari tidak terkontrolnya kadar glukosa darah akan berpotensi meningkatkan risiko risiko penyakit jantung, gangguan pada mata, kerusakan syaraf, serta munculnya infeksi luka pada kaki yang berakibat amputasi.
Pengaturan konsumsi zat gizi adalah salah satu bentuk pengendalian DM dengan tujuan untuk mencegah tingginya kadar glukosa darah. Pangan yang mengandung serat tinggi dan indeks glikemik rendah adalah pilihan yang tepat untuk dikonsumsi penderita DM. Potensi tempe menjadi menu diet alternatif dinilai cukup tinggi mengingat selain memiliki serat pangan tinggi dan indeks glikemik rendah, tempe juga merupakan makanan yang sering dikonsumsi dan mudah didapatkan. Hal ini didukung dengan adanya Standar Nasional Indonesia (SNI) tempe yang dapat menjadi acuan kesesuaian mutu produk dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PerBPOM) dalam hal klaim produk pangan tinggi serat pangan.
Pengetahuan dan pemahaman penderita DM terhadap potensi tempe untuk perawatan DM merupakan faktor penting dalam implementasi tempe sebagai menu diet. Namun hingga saat ini belum ada laporan yang menunjukkan tingkat pengetahuan penderita DM terhadap kandungan gizi tempe dan manfaatnya untuk perawatan DM. Penelitian sebelumnya menunjukkan masih terdapat banyak masalah gizi (pengetahuan, kesadaran, kepatuhan dan implementasi diet) pada penderita DM sehingga mayoritas penderita DM belum menerapkan prinsip konsumsi gizi dengan benar. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian mengenai kelayakan produk tempe untuk dikonsumsi penderita DM dan persepsi konsumen terhadap pentingnya mengonsumsi tempe.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi mutu kandungan gizi tempe yang memengaruhi status gizi penderita DM, (2) mengevaluasi kelayakan tempe sebagai sumber serat pangan untuk penderita DM dan (3) mengidentifikasi persepsi dan pemahaman konsumen penderita DM terhadap pentingnya mengonsumsi tempe untuk perawatan DM. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Data diperoleh melalui analisis kandungan gizi tempe yang diambil dari sejumlah UMKM di Kabupaten Bekasi dan pengisian kuesioner dengan wawancara langsung pada Penderita DM yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil analisis kandungan gizi pada tempe kemasan daun dan tempe kemasan plastik menunjukkan bahwa kadar air, protein dan lemak pada tempe telah memenuhi standar mutu tempe (SNI 3144:2015) dengan persyaratan kadar air maksimal 65%, protein minimal 15% dan lemak minimal 7%. Namun hasil sebaliknya diperoleh pada analisis kadar serat kasar yang menghasilkan 3,01% untuk tempe kemasan daun dan 3,58% pada tempe kemasan plastik. Hasil ini belum memenuhi standar mutu SNI 3144:2015 yang mensyaratkan maksimal 2,5% untuk kadar serat kasar pada tempe. Belum terpenuhinya standar mutu untuk parameter serat kasar terindikasi disebabkan oleh tingginya konsentrasi ragi yang digunakan para pengrajin tempe dan lamanya waktu fermentasi.
Kadar serat pangan yang diperoleh dari produk tempe sebesar 7,42 g pada tempe kemasan daun dan 7,96 g pada tempe kemasan plastik dengan hasil yang tidak berbeda signifikan. Jumlah tersebut memenuhi syarat suatu produk pangan dikategorikan sebagai pangan yang tinggi serat pangan dengan ketentuan minimal 6 g per 100 g produk. Tingginya kadar serat pangan pada tempe menunjukkan kelayakannya sebagai sumber serat pangan untuk penderita DM.
Sebagian besar penderita DM memahami pentingnya mengikuti program diet untuk kesehatan dan tempe merupakan salah satu makanan yang termasuk dalam menu diet yang mereka konsumsi. Namun kesadaran mereka akan pentingnya konsumsi tempe untuk pengobatan DM dapat dikatakan rendah, hal ini ditunjukkan dengan alokasi pengeluaran tempe < Rp. 50.000 per bulan (51%) dan frekuensi konsumsi hanya 2-3 kali seminggu (52%). Mayoritas penderita DM (97%) memahami bahwa tempe merupakan makanan yang bergizi dan bermanfaat bagi kesehatan, namun hanya 55% penderita DM yang mengetahui kandungan gizi pada tempe. Sebanyak 66% penderita DM belum mengetahui manfaat tempe untuk perawatan DM dan hanya 25% yang menganggap tempe sangat penting untuk peningkatan kesehatan penderita DM. Setelah edukasi mengenai manfaat tempe untuk perawatan DM, terjadi peningkatan menjadi 69% responden yang menilai tempe sangat penting untuk DM sehingga menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan persepsi responden tentang manfaat tempe sebagai pangan fungsional antidiabetes.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2316]