Proses Sertifikasi dan Model Bisnis Produk Pertanian Organik di Jawa Tengah.
Abstract
Industri pangan organik global terus berkembang setiap tahunnya, termasuk di Indonesia. Bisnis pangan organik memerlukan label sertifikasi organik sebagai bentuk jaminan mutu. Namun, terdapat berbagai tantangan bagi petani yang ingin mendapatkan sertifikasi organik. Di lain pihak, konsumen menjadi lebih sadar dan peduli terhadap isu-isu sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian mereka seperti bagaimana produk tersebut diproduksi dan bahan apa yang digunakan. Sebagai konsekuensinya, bisnis perlu mengambil keputusan yang selaras dengan nilai-nilai dan berkontribusi terhadap keberlanjutan. Hal itu membutuhkan model dan strategi bisnis yang tepat untuk mencapai keuntungan sesuai target dan menciptakan keunggulan kompetitif bisnis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji proses sertifikasi produk pertanian organik dan permasalahannya, (2) menganalisis model bisnis berkelanjutan pada tiga bisnis pertanian organik yang berbeda.
Penelitian dilakukan di tiga kelompok usaha pertanian organik di Jawa Tengah yang sudah memproduksi dan mendapatkan sertifikasi organik yaitu (1) Kelompok Tani Citra Muda di Desa KopengSemarang yang memproduksi sayur organik sejak 2010, (2) Paguyuban Petani Al-Barokah di Desa Ketapang Semarang sebagai produsen padi organik sejak 2010, dan (3) Gapoktan Nunggal Roso di Desa Kalimanggis Temanggung yang memproduksi kopi organik sejak 2019. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu ketua dan anggota kelompok/paguyuban, dilaksanakan pada bulan Februari 2024. Untuk triangulasi data, juga dilakukan wawancara kepada informan kunci dari stakeholder terkait yaitu penyuluh pertanian, INOFICE, dan PT Icert Agritama Internasional dan kepala desa di lokasi penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif dengan bantuan spider web serta analisis Triple-Layered Business Model Canvas (TLBMC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pra-sertifikasi dan sertifikasi organik biasanya memerlukan waktu tiga bulan, tidak termasuk periode konversi lahan. Untuk lahan yang sebelumnya telah dipersiapkan untuk pertanian organik, dapat diajukan untuk direkognisi pada saat pendaftaran sehingga dapat mempersingkat waktu konversi lahan, seperti yang terjadi pada usaha padi dan kopi organik. Temuan ini mengungkapkan bahwa petani pada tiga kelompok usaha pertanian organik yang berbeda menghadapi tantangan serupa baik selama fase pra-sertifikasi maupun sertifikasi, termasuk pengembangan rencana bisnis, pengadaan benih, dinamika kelompok, modal investasi, pengelolaan hama dan penyakit, dan pencegahan kontaminasi produk organik. Tantangan-tantangan ini terkait dengan kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani mengenai praktik dan standar pertanian organik. Temuan-temuan ini memberikan wawasan berharga bagi petani dan kelompok tani untuk mengembangkan strategi dan rencana bisnis organik yang lebih baik bagi partisipasi mereka dalam rantai nilai pertanian pangan organik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa model bisnis Paguyuban Petani Al-Barokah dan Kelompok Tani Citra Muda sudah mampu menggambarkan ketiga lapisan TLBMC. Hal ini mengindikasikan bahwa Paguyuban Petani Al-Barokah dan Kelompok Tani Citra Muda tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, namun juga peduli akan dampak bisnis pada sosial dan lingkungan. Di lain pihak, Gapoktan Nunggal Roso sudah mengimplementasikan sembilan elemen lapisan ekonomi, namun pada lapisan sosial belum ada elemen local communities, social culture, dan social benefit serta pada lapisan lingkungan belum ada elemen environmental benefit.
Hasil analisis TLBMC menunjukkan bahwa factor kunci keberhasilan dan strategi pengembangan usaha pada ketiga kelompok usaha pertanian organik beragam. Pertama, faktor kuncikeberlanjutan Paguyuban Petani Al-Barokah menjalankan usaha padi organik efisiensi produksi, pengembangan pasar, peningkatan nilai proposisi, menjaga hubungan baik dengan konsumen, dan pengoptimalan sumberdaya. Strategi pengembangan usaha yang dapat dilakukan Paguyuban Petani Al-Barokah adalah memperluas pasar dengan mengikuti bazar UMKM, memperluas jaringan kemitraan, mengoptimalkan penjualan online, dan penyebaran informasi sosial yang positif. Kedua, faktor kunci keberlanjutan usaha sayur organik Kelompok Tani Citra Muda adalah produksi, sumberdaya manusia, nilai produk, hubungan dengan pemangku kepentingan, dan media. Strategi pengembangan usaha yang dapat dilakukan Kelompok Tani Citra Muda adalah optimalisasi sumberdaya utama (petani, input produksi, dan modal), penggunaan teknologi ramah lingkungan, menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan, dan optimalisasi penggunaan media faktor kunci keberlanjutan usaha Gapoktan Nunggal Roso sebagai produsen kopi organik adalah efisiensi produksi, kualitas produk, jangkauan pasar, sumberdaya manusia, dan pengelolaan limbah. Strategi pengembangan usaha yang dapat dijalankan Gapoktan Nunggal Roso adalah memaksimalkan penjualan langsung, memperkuat pemasaran digital, peningkatan produktivitas dan kualitas petani melalui pelatihan, menjaga hubungan baik dengan konsumen, dan fokus pada konsumen dengan volume penjualan besar seperti eksportir. The global organic food industry continues to grow annually, including in Indonesia. The organic food business requires organic certification labels as a quality assurance measure. However, there are various challenges faced by farmers seeking organic certification. On the other hand, consumers are becoming increasingly aware and concerned about social and environmental issues in their purchasing decisions, such as how products are produced and what materials are used. As a result, businesses must make decisions that align with values and contribute to sustainability. This requires appropriate business models and strategies to achieve target profits and create a competitive business advantage. Therefore, this study aims to (1) examine the process of organic agricultural product certification and its challenges, and (2) analyze sustainable business models in three different organic farms.
The research was conducted in three organic farming business groups in Central Java that have produced and obtained organic certification: (1) the Citra Muda Farmers Group in Kopeng Village, Semarang, which has been producing organic vegetables since 2010, (2) the Al-Barokah Farmers Association in Ketapang Village, Semarang, which has been producing organic rice since 2010, and (3) the Nunggal Roso Farmers Group in Kalimanggis Village, Temanggung, which has been producing organic coffee since 2019. Data were collected through in-depth interviews with key informants, including the group leaders and members, conducted in February 2024. To triangulate the data, interviews were also conducted with key informants from related stakeholders, INOFICE, PT Icert Agritama Internasional including agricultural extension workers and village heads at the research sites. The data were analyzed using descriptive and quantitative methods with the assistance of a spider web and Triple-Layered Business Model Canvas (TLBMC) analysis.
The findings indicate that the pre-certification and organic certification processes typically require three months, excluding the land conversion period. For land that has already been prepared for organic farming, recognition can be requested at the time of registration, which can shorten the land conversion time, as observed in organic rice and coffee operations. This finding reveals that farmers in the three different organic farming business groups face similar challenges both during the pre-certification and certification phases, including business plan development, seed procurement, group dynamics, investment capital, pest and disease management, and prevention of organic product contamination. These challenges are related to the farmers' lack of knowledge and skills regarding organic farming practices and standards. These findings provide valuable insights for farmers and farming groups to develop better organic business strategies and plans for their participation in the organic food value chain. The research results also show that the business models of the Al-Barokah Farmers Association and the Citra Muda Farmers Group already reflect all three layers of the TLBMC. This indicates that these two groups are not only profit-oriented but also concerned about the social and environmental impacts of their businesses. In contrast, the Nunggal Roso Farmers Group has implemented nine elements of the economic layer, but in the social layer, there are no elements of local communities, social culture, and social benefit, and in the environmental layer, there are no elements of environmental benefit.
The TLBMC analysis shows that the key success factors and business development strategies for the three organic farming groups vary. First, the key sustainability factors for the Al-Barokah Farmers Association in its organic rice business include production efficiency, market development, value proposition enhancement, maintaining good relationships with consumers, and optimizing resources. Business development strategies for the Al-Barokah Farmers Association include expanding the market by participating in MSME bazaars, expanding partnership networks, optimizing online sales, and spreading positive social information. Second, the key sustainability factors for the Citra Muda Farmers Group in its organic vegetable business include production, human resources, product value, stakeholder relationships, and media. Business development strategies for the Citra Muda Farmers Group include optimizing key resources (farmers, production inputs, and capital), using environmentally friendly technologies, maintaining good relationships with stakeholders, and optimizing the use of media. The key sustainability factors for the Nunggal Roso Farmers Group, as an organic coffee producer, include production efficiency, product quality, market reach, human resources, and waste management. Business development strategies for the Nunggal Roso Farmers Group include maximizing direct sales, strengthening digital marketing, improving farmer productivity and quality through training, maintaining good relationships with consumers, and focusing on large-volume consumers such as exporters.
Collections
- UT - Agribusiness [4634]