Evaluasi Keberadaan Hutan Kota Bekasi dalam Menyediakan Jasa Lanskap Berbasis Analisis i-Tree Eco
Date
2024Author
Fredisa, Yoga
Karlinasari, Lina
Kaswanto
Siregar, Iskandar Zulkarnaen
Metadata
Show full item recordAbstract
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di kota besar mengalami peningkatan cukup pesat. Berbagai sarana dan prasarana fisik seperti tempat-tempat pemukiman, transportasi dan perindustrian terus dilakukan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Disisi lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan tidak terlepas dari fungsi ruang terbuka hijau (RTH) yang dapat menurunkan suhu lingkungan. Adapun salah satu bentuk RTH yang perlu dijaga kelestariannya adalah hutan kota. Hutan kota mencakup semua pohon yang tumbuh di wilayah perkotaan, baik di ruang publik maupun ruang privat yang menyediakan berbagai jasa lanskap bagi masyarakat. Keberlanjutan hutan kota sangat dipengaruhi oleh perencanaan dan pengelolaan. i-Tree tools menawarkan analisis vegetasi secara praktis dan menyediakan data struktur hutan kota yang berguna untuk kebutuhan pengelolaan dimasa mendatang. Pemantauan hutan kota menggunakan teknik ini dapat memudahkan untuk memvalidasi pemantauan perubahan struktur dan komposisi hutan kota. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menghubungkan aspek spasial sebaran pohon, kondisi kesehatan pohon, serta analisis fungsi jasa lanskap terkait simpanan karbon dan penyerapan karbon.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2023 – Januari 2024 untuk pengambilan data primer. Plot berbentuk melingkar dengan ukuran 0,04 ha, dan diameter sebesar 22,6 m. Jumlah plot yang digunakan mewakili 10% dari total luas area, dengan penambahan 5-10% untuk menghindari kehilangan data. Setiap plot sampel, dilakukan pengumpulan data meliputi koordinat titik pohon, jenis pohon, diameter breast height, DBH (cm), tinggi pohon (m), lebar tajuk (m), tajuk hilang (%), kondisi pohon (%), dan paparan sinar matahari (0 - 5). Hutan kota ditetapkan sebagai strata dalam i-Tree Eco. i-Tree Eco melakukan pemeriksaan kondisi pohon dan perhitungan estimasi jumlah pohon di hutan kota, luas tajuk, penyimpanan dan penyerapan karbon serta indeks keanekaragaman pohon dan kekayaan spesies. Analisis average nearest neighbor digunakan untuk menjelaskan pola persebaran dari titik-titik lokasi tempat. Karakteristik morfometri merujuk pada data morfologi pohon, dengan parameter yang dianalisis meliputi rasio tajuk hidup dan kelangsingan. Keragaan visual pohon dilakukan berdasarkan penilaian visual merujuk pada borang Visual Tree Assessment (VTA) yang dikembangkan oleh International Society of Arboriculture (ISA). Penilaian kenyamanan lingkungan yang dilakukan berupa kenyamanan termal mengenai peran hutan kota dalam menghasilkan jasa lanskap yang meliputi suhu dan kelembapan relatif dengan menggunakan Temperature Humidity Index (THI). Sebuah kerangka kerja digunakan untuk menilai dan mengevaluasi keberlanjutan hutan kota. Indikator jasa lanskap hutan kota didasarkan pada empat fungsi fungsi pengaturan, fungsi habitat, fungsi informasi dan fungsi produksi serta ecosystem disservices.
Jenis pohon Acacia mangium, Swietenia macrophylla dan Delonix regia menjadi pohon yang dapat ditemukan di 2 lokasi tersebut. Spesies ini sering digunakan untuk penghijauan karena memiliki pertumbuhan cepat dan mudah beradaptasi. Pola persebaran jenis pohon hutan kota dengan menggunakan pendekatan Average Nearest Neighbor di kawasan Hutan Kota Bekasi diketahui bahwa semuanya memiliki pola spasial bergerombol (clustered) dengan nilai skala R<1. Pola clustered cenderung menciptakan area dengan kerapatan pohon tinggi yang menyediakan habitat yang ideal bagi fauna. Sebaran diameter pohon pada kedua hutan kota memiliki kelas DBH antara 21 – 30 cm, artinya masih banyak pohon muda yang dapat berkontribusi terhadap penyedia jasa lanskap di kawasan perkotaan. Kawasan EF pada umumnya memiliki tingkat kebugaran yang tinggi dengan rata-rata sebesar 54,22% dibandingkan pohon di kawasan PBB memiliki tingkat kebugaran moderat dengan rata-rata sebesar 48,13%. Kawasan EF pada umumnya memiliki kelangsingan yang tergolong moderat dengan nilai rata-rata sebesar 39,62 dan tergolong rendah dengan nilai rata-rata sebesar 53,99.
Hasil evaluasi keragaan visual menyimpulkan cabang mati, patah/rusak, serangan rayap dan bengkak menjadi kerusakan/cacat yang paling banyak dijumpai pada pohon sasaran. Temuan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebugaran dan stabilitas pohon mengingat fungsi dan mekanisme pertumbuhan serta daya adaptasi pohon sangat ditentukan oleh ketiga bagian pohon yaitu akar, batang, dan tajuk. Secara umum pohon sasaran di kawasan Hutan Kota Bekasi memiliki tingkat risiko sedang. Kategori risiko ini perlu menjadi perhatian dengan upaya dari pemeriksaan secara berkala dan tindakan secukupnya yang mempertimbangkan kondisi kebugaran pohon. Hutan kota PBB memiliki tutupan tajuk lebih luas dibandingkan EF, sejalan dengan jumlah pohon dan kerapatan pohon lebih tinggi yang mencerminkan potensi baik dalam menyerap karbon, menghasilkan oksigen, serta berkontribusi besar terhadap fungsi ekologis, seperti penyediaan habitat dan pengendalian suhu mikro.
Pohon seperti Nauclea orientalis dan Swietenia macrophylla memiliki biomassa besar dan umur panjang, sehingga dapat menyimpan karbon dalam jumlah besar, namun Terminalia catappa menunjukkan tingkat sekuestrasi tahunan yang tinggi karena pertumbuhan yang cepat, sehingga menjadi pilihan yang baik untuk meningkatkan penyerapan karbon. Secara umum kenyamanan lingkungan berdasarkan nilai THI pada kawasan EF dan PBB tidak terlalu besar dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman hingga cukup nyaman. Fungsi jasa lanskap perkotaan mampu mengintegrasikan berbagai jasa ekosistem dan menggambarkan struktur lanskap perkotaan. Fungsi pengaturan menggambarkan kemampuan pohon dalam sekuestrasi karbon yang tinggi melalui proses fotosintesis akibat kerapatan vegetasi. Fungsi habitat berhubungan dengan distribusi keanekaragaman dan keseragaman serta menciptakan peluang bagi masyarakat untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan alam. Fungsi informasi menyediakan ruang rekreasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih nyaman untuk aktivitas manusia karena tutupan pohon yang lebih besar. Fungsi produksi mengoptimalisasi pemanfaatan limbah hijau sebagai kompos atau energi biomassa. Ecosystem disservices mengimplikasikan probabilitas yang lebih rendah bagi pohon dalam menyebabkan kerusakan pada infrastruktur atau mengurangi tingkat risiko terhadap keselamatan manusia di kawasan hutan kota. The rapid population growth and economic development in big cities have led to significant increases in the construction of physical infrastructure, such as residential areas, transportation systems, and industries, to meet human needs. However, this development has caused various negative impacts, ultimately leading to a decrease in environmental quality. Environmental quality is closely related to the function of green open space (GOS), which contributes to lowering environmental temperatures. One form of GOS that must be preserved is urban forests. Urban forests include all trees growing in urban areas, both in public and private spaces, providing various landscape services to society. The sustainability of urban forests is strongly influenced by proper planning and management. i-Tree tools offer practical vegetation analysis and provide useful urban forest structure data for future management needs. Monitoring urban forests using this technique facilitates the validation of monitoring changes in the structure and composition of urban forests. Therefore, this study aims to link spatial aspects of tree distribution, tree health conditions, and the analysis of landscape functions related to carbon storage and sequestration.
The study was conducted from November 2023 to January 2024 for primary data collection. The study sites were located in two Bekasi Urban Forests: Eduforest (EF) and Patriot Bina Bangsa (PBB) urban forests. The plots were circular with a size of 0.04 ha, and a diameter of 22.6 m. The number of plots represented 10% of the total area, with an additional 5-10% to prevent data loss. Data collection in each sample plot included tree point coordinates, tree species, diameter at breast height/DBH (cm), tree height (m), crown width (m), crown loss (%), tree condition (%), and sunlight exposure (0 to 5). The urban forests were assigned as strata in i-Tree Eco. i-Tree Eco assessed tree conditions and estimated the number of trees in urban forests, canopy area, carbon storage and sequestration, as well as tree diversity index and species richness. The Average Nearest Neighbor analysis was used to describe the distribution patterns of tree locations. Morphometric characteristics referred to tree morphology data, with analyzed parameters including live crown ratio (LCR) and slenderness. Tree visual performance was assessed using visual evaluation forms based on the Visual Tree Assessment (VTA) developed by the International Society of Arboriculture (ISA). Environmental comfort assessments focused on thermal comfort and the role of urban forests in providing landscape services, including temperature and relative humidity, using the Temperature Humidity Index (THI). A framework was used to evaluate and assess urban forest sustainability. Indicators of urban forest landscape services were based on four functions: regulatory, habitat, informational, and production functions, as well as ecosystem disservices.
Tree species such as Acacia mangium, Swietenia macrophylla, and Delonix regia were commonly found in both locations. These species are often used for greening due to their fast growth and adaptability. The spatial distribution of urban forest tree species in Bekasi, analyzed using the Average Nearest Neighbor approach, showed a clustered spatial pattern (R<1). The clustered pattern tends to create areas with high tree density, providing ideal habitats for fauna. The distribution of tree diameters in both urban forests showed a DBH class between 21–30 cm, indicating the presence of young trees that can contribute to urban landscape services. The EF area generally exhibited high vitality levels, averaging 53.59%, while trees in the PBB area had moderate vitality levels, averaging 48.13%. The EF area generally had moderate slenderness with an average value of 39.03, while PBB was categorized as low slenderness with an average value of 53.99.
The evaluation results identified dead branches, broken/damaged parts, termite infestation, and swellings as the most commonly observed defects/damages in the target trees. These findings significantly affect tree vitality and stability, considering that tree functions, growth mechanisms, and adaptive capacity are highly dependent on the roots, trunks, and crowns. In general, target trees in Bekasi Urban Forests have a moderate risk level. This category requires attention through regular inspections and appropriate actions considering tree vitality. The PBB urban forest had a larger crown cover compared to EF, corresponding to a higher number of trees and tree density, reflecting better potential for carbon sequestration, oxygen production, and significant contributions to ecological functions such as habitat provision and micro-temperature regulation.
Trees such as Nauclea orientalis and Swietenia macrophylla have large biomass and long lifespans, making them capable of storing large amounts of carbon. Meanwhile, Terminalia catappa demonstrated high annual sequestration rates due to its rapid growth, making it a good choice for enhancing carbon sequestration. The urban landscape service function is capable of integrating various ecosystem services and describes the structure of the urban landscape. In general, environmental comfort based on THI values in EF and PBB areas is not too large with uncomfortable to quite comfortable environmental conditions. Regulatory functions describe the ability of trees to achieve high carbon sequestration through photosynthesis due to dense vegetation. Habitat functions relate to biodiversity distribution and uniformity, creating opportunities for communities to build stronger connections with nature. Informational functions provide recreational spaces to create more comfortable environments for human activities due to larger tree covers. Production functions optimize the use of green waste as compost or biomass energy. Ecosystem disservices imply a lower probability of trees causing infrastructure damage or reducing risk to human safety in urban forest areas.