Model Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan untuk Permukiman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Date
2024Author
Litasari, Ulfah Choerunnisa Nurul
Widiatmaka
Munibah, Khursatul
Machfud
Metadata
Show full item recordAbstract
Yogyakarta merupakan wilayah yang dikenal sebagai destinasi wisata,
pendidikan, dan budaya yang menghadapi tantangan pertumbuhan permukiman seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan kompetisi akses lahan antara sektor
perumahan dan sektor lainnya. Di sisi lain, lahan terbangun yang merepresentasikan
aktivitas antropogenik permukiman menunjukkan pertumbuhan yang diiringi
fenomena urban sprawl. Urban sprawl merupakan fenomena tumbuhnya lahan
terbangun yang terjadi secara cepat dan acak. Tantangan tersebut berpeluang
meningkat seiring munculnya pusat pertumbuhan baru dengan dibangunnya
Yogyakarta International Airport dengan konsep aerotropolis. Aerotropolis
merupakan konsep pengembangan perkotaan dengan bandara sebagai pusatnya.
Pengembangan aerotropolis terintegrasi dengan berbagai proyek infrastruktur wilayah
lainnya yang tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta 2019-2039. Fase awal aerotropolis menjadi momentum yang penting
untuk melakukan mitigasi terhadap pertumbuhan permukiman yang mengarah pada
penguatan fenomena urban sprawl. Oleh karena itu, diperlukan model perencanaan
penggunaan lahan berkelanjutan untuk permukiman dalam rangka mengawal
perkembangan wilayah yang berkelanjutan. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah
membuat model perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan untuk permukiman.
Tujuan antara penelitian adalah menganalisis karakteristik perubahan dan prediksi
penutupan/penggunaan lahan; menganalisis lahan sesuai tersedia untuk permukiman;
menganalisis struktur pemangku kepentingan, kendala, dan kegiatan yang dibutuhkan
dalam perencanaan permukiman berkelanjutan; dan merancang model perencanaan
penggunaan lahan berkelanjutan untuk permukiman.
Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dianalisis menggunakan machine
learning dengan algoritma random forest (RF). Hasil klasifikasi
penutupan/penggunaan lahan dianalisis karakteristik pertumbuhannya menggunakan
parameter kecepatan pertumbuhan permukiman Urban Expansion Intensity Index
(UEII), arah pertumbuhan permukiman dianalisis menggunakan spatial statistics, dan
karakteristik lanskap permukiman diukur dengan landscape metrics. Prediksi lahan
dimodelkan menggunakan cellular automata-markov chain (CA-Markov). Analisis
potensi lahan sesuai tersedia untuk permukiman dilakukan menggunakan analisis
multicritria decision analysis (MCDA) dengan pembobotan menggunakan pairwise
comparison. Analisis struktur pemangku kepentingan, kendala, dan kegiatan untuk
perencanaan permukiman berkelanjutan dilakukan menggunakan interpretative
structural modelling (ISM). Model perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan untuk
permukiman dirancang menggunakan sistem dinamik yang dilengkapi dengan arahan
spasial tata guna lahan untuk permukiman berkelanjutan menggunakan simple
allocation matrix. Matriks tersebut merupakan matriks keputusan untuk menentukan
rekomendasi alokasi permukiman berdasarkan pertimbangan penutupan/penggunaan
lahan eksisting, prediktif, dan lahan sesui yang tersedia. Model dijalankan dalam empat
skenario yaitu business as usual (BAU) atau permodelan tanpa intervensi perencanaan,
pesimis, moderat, dan optimis. Pemilihan alternatif rekomendasi implementasi model
dianalisis menggunakan Techinique for Order Preference by Similarity to Ideal
Solution (TOPSIS).
Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan permukiman di Yogyakarta
memiliki kecepatan tinggi dan diiringi dengan fenomena urban sprawl serta
diprediksikan akan semakin menguat. Meskipun demikian, kemunculan bandara
sebagai backbone kegiatan wilayah berkonsep aerotropolis belum memiliki pengaruh
signifikan dalam mengubah arah pertumbuhan permukiman dalam skala wilayah
provinsi. Kondisi tersebut dipengaruhi keberadaan bandara yang masih berada pada
fase awal pembangunan sehingga belum signifikan mengimbangi urbanisasi yang telah
berlangsung. Di sisi lain, lahan sesuai yang tersedia untuk permukiman adalah
51.545,09 ha yang terdistribusi pada kelas S1 (sangat sesuai) seluas 9.811,60 ha, S2
(cukup sesuai) seluas 15.231,69 ha, dan S3 (sesuai marginal) seluas 26.501,09 ha.
Peningkatan kualitas rencana tata ruang, penegakkan aturan tata ruang, dan koordinasi
serta komitmen pemangku kepentingan merupakan faktor kunci dalam perencanaan
permukiman berkelanjutan.
Backlog hunian diprediksikan akan terus tumbuh hingga mencapai 338.200 pada
tahun 2039 apabila tidak dilakukan intervensi perencanaan. Kebutuhan lahan untuk
permukiman juga diprediksikan meningkat pada skenario business as usual (BAU)
sehingga lahan sesuai yang tersedia pada tahun 2039 tersisa seluas 12.358 ha. Stok
karbon diprediksikan tersisa sebesar 5.131.323 ton dengan neraca pangan positif.
Model perencanaan permukiman yang menekankan intervensi kebijakan melalui faktor
kunci pada aspek supply, demand, dan neraca supply demand dapat menekan defisit
cadangan lahan sesuai hingga tahun 2042 pada skenario pesimis. Cadangan lahan
sesuai pada skenario moderat mencukupi untuk kebutuhan permukiman sampai tahun
2053 dan pada skenario optimis hingga tahun 2063. Stok karbon pada skenario pesimis
diprediksikan sebesar 5.255.914 ton. Stok karbon pada skenario moderat dapat ditekan
penurunannya menjadi 6.035.119 ton pada tahun 2039. Skenario optimis juga dapat
menekan penurunan stok karbon hingga menjadi 6.401.527 ton. Neraca pangan
menunjukkan hasil neraca positif untuk semua skenario. Selain itu, intervensi kebijakan
alokasi dana untuk pengembangan permukiman melalui skenario optimis dapat
menekan angka backlog hingga menjadi 277.279 pada 2039. Backlog pada skenario
pesimis dapat ditekan menjadi 317.795 dan pada skenario moderat menjadi 297.542.
Intervensi perencanaan juga mampu menekan pertumbuhan permukiman yang
mengarah kepada urban sprawl yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai ED dan LSI
serta penurunan nilai pada LPI dan PLAND untuk skenario pesimis, moderat, dan
optimis dibandingkan dengan skenario BAU.
Skenario optimis dipilih berdasarkan penilaian menggunakan TOPSIS yang
menghasilkan nilai preferensi tertinggi yaitu sebesar 0,93. Perencanaan permukiman
untuk skenario optimis hanya dialokasikan pada lahan S1 yang tersedia yang
diwujudkan dengan instrumen insentif pengembangan permukiman. Konsolidasi lahan
menggunakan landasan UU keistimewaan DIY dalam tata ruang dan pertanahan dapat
diintegrasikan dalam model perencanaan penggunaan lahan untuk permukiman.
Terdapat 18 kecamatan yang direkomendasikan untuk prioritas perencanaan
permukiman pada skenario optimis yang terdisitribusi di Kabupaten Kulon Progo (7
kecamatan), Bantul (7 kecamatan), Gunung Kidul (3 kecamatan), dan Sleman (1
kecamatan).
