Show simple item record

dc.contributor.authorBaskoro, Dwi Putro Tejo
dc.date.accessioned2024-12-23T06:29:52Z
dc.date.available2024-12-23T06:29:52Z
dc.date.issued2024
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/160270
dc.description.abstractIstilah “lahan kering” di Indonesia bisa mengandung beberapa pengertian. Beberapa ahli menyepadankan lahan kering dengan istilah (dalam bahasa Ingrris) dryland, ada yang menyepadankan dengan istilah upland, dan ada yang menyepadankan dengan istilah unirrigated land. Menurut World Atlas desertification, dryland adalah zona iklim dengan rasio P/ETp antara 0,05 - 0,65 yang berada pada daerah arid, semi-arid dan dry sub-humid atau daerah dengan curah hujan sangat rendah dengan rata rata tahunan < 250 mm (Dregne, 2002), sedangkan unirrigated land adalah lahan pertanaman yang diusahakan tanpa penggenangan atau juga lahan yang tidak memiliki fasilitas irigasi Untuk memudahkan dalam mengarahkan diskusi, lahan kering yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah yang sepadan dengan istilah upland yaitu merupakan -setahun atau sepanjang tahun (Notohadiprawiro, 1989, Hidayat dan Mulyani, 2005, Soil Survey Staff, 2010). Lahan yang apabila digunakan untuk usaha pertanian/bercocok tanam maka hanya bisa mengandalkan air dari curah hujan. Dalam hal Ini lahan kering tidak harus berada di wilayah kering dengan curah hujan rendah (arid atau semiarid). Lahan kering bisa mencakup lahan yang mempunyai relief datar (flat, berombak (rolling), bergelombang (undulating) bahkan sampai bergunung. ...id
dc.language.isoidid
dc.titlePotensi Lahan Kering Untuk Pengembangan Hutan Tanaman Energi Di Indonesiaid
dc.typeArticleid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record