Peningkatan Kesejahteraan Domba pada Transportasi Darat di Iklim Tropika Basah Melalui Pemberian Aditif Pakan dengan Pendekatan Metabolomik
Date
2024Author
Baihaqi, Muhamad
Nuraini, Henny
Jayanegara, Anuraga
Manalu, Wasmen
Metadata
Show full item recordAbstract
Transportasi domba dapat mengakibatkan terganggunya status kesejahteraan hewan dan mengakibatkan kerugian pada ternak pada periode setelah transportasi. Meskipun demikian, informasi mengenai kondisi transportasi darat domba yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia masih terbatas. Salah satu cara untuk meningkatkan status kesejahteraan domba selama transportasi adalah dengan pemberian suplemen pakan. Domba sering mengalami stres dan kekurangan energi pada saat diangkut. Penambahan asam amino metionin dalam pakan diduga dapat mengurangi stres selama perjalanan. Selain itu, pemberian dekstrosa sebagai sumber energi tambahan diharapkan dapat meningkatkan energi domba selama transportasi. Tujuan penelitian ini adalah: 1). Mengidentifikasi kondisi kesejahteraan ternak domba pada transportasi darat yang biasa dilakukan oleh peternak di Indonesia, 2). Mengevaluasi pengaruh pemberian zat aditif (MHA atau dekstrosa) secara terpisah pada status kesejahteraan hewan domba yang ditransportasikan. 3). Menguji efektivitas penambahan zat aditif (kombinasi MHA dan dekstrosa/glukosa) untuk meningkatkan status kesejahteraan domba yang ditransportasi. 4). Mengidentifikasi biomarker stress pada domba yang mengalami stess transportasi.
Pada penelitian tahap pertama dilakukan benchmarking transportasi darat domba yang dilakukan di Indonesia. Penelitian tersebut dilaksanakan melalui survei dan observasi pada empat peternakan yang berbeda. Wawancara dilakukan dengan sembilan supir yang melakukan perjalanan sebanyak 20 kali dengan jumlah domba mencapai 1.204 ekor. Didapatkan bahwa mayoritas responden belum mengentahui aspek kesehateraan hewan pada transportasi domba. Domba yang diangkut mempunyai status kesejahteraan yang cukup rendah. Hal itu ditunjukkan dengan penyusutan bobot badan yang tinggi (10,80±3,79%), persentase domba yang kotor (81,32±7,76%) dan yang lemas (9,37±3,70) pada rataan waktu transportasi 12,52±2,78 jam perjalanan. Penelitian selanjutnya adalah dengan melakukan uji coba pemberian MHA atau dekstrosa sebelum transportasi untuk meningkatkan status kesejahteraan ternak domba. Penelitian ini menggunakan 42 ekor domba ekor tipis (bobot badan 18,28±2,11 kg) yang dibagi menjadi tiga perlakuan, yaitu tanpa suplementasi MHA/dekstrosa (P1, kontrol), suplementasi MHA 0,24 g/kg bobot badan (P2), dan suplementasi dekstrosa 0,24 g/kg bobot badan (P3). Domba diangkut selama perjalanan 6 jam dengan kendaraan komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P2 dan P3 secara signifikan mengurangi (P<0,05) waktu yang dibutuhkan domba untuk mencapai bobot badan awal sebelum transportasi. P2 dan P3 secara signifikan menurunkan (P<0,05) denyut nadi dan laju pernapasan dibandingkan dengan P1. Tingkah laku istirahat pada P1 secara signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan P2 dan P3, sedangkan tingkah laku berdiri pada P2 dan P3 secara signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan P1, yang menunjukkan perbaikan kondisi domba pada P2 dan P3.
Pada penelitian tersebut belum mampu menurunkan angka penyusutan bobot badan secara signifikan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ketiga dilakukan dengan percobaan pemberian MHA dan dekstrosa yang diberikan secara bersama. Penelitian ini melibatkan 27 ekor domba jantan ekor tipis (21,8±2,0 kg) yang dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan: kelompok kontrol tanpa transportasi dan tanpa suplementasi aditif (C), kelompok yang diangkut tanpa suplementasi aditif (T1), dan kelompok yang diangkut dengan suplementasi aditif (T2) berupa metionin 0,5 g/kg bobot badan dan dekstrosa 0,5 g/kg bobot badan. Domba pada kelompok T1 dan T2 diangkut selama delapan jam menggunakan kendaraan komersial yang biasa digunakan oleh petani lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa domba pada kelompok T2 mengalami penurunan bobot badan yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok T1 dan memiliki waktu pemulihan yang lebih cepat (P<0,05). Selain itu, domba pada kelompok T2 menunjukkan tingkah laku serta profil darah metabolit (N/L, kortisol dan glukosa) yang lebih baik pasca-transportasi dibandingkan dengan kelompok T1, tanpa perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan peningkatan kesejahteraan domba pada kelompok T2 dibanding T1. Penelitian selanjutnya dilakukan pendekatan metabolomik untuk identifikasi senyawa metabolit pembeda antara domba yang mengalami stress transportasi dibandingkan dengan yang tidak mengalami transportasi. Penelitian ini menggunakan delapan ekor domba yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok perlakuan, yaitu K: kontrol (domba tanpa transportasi) dan Q1 (domba transportasi). Domba Q1 diangkut dengan kendaraan komersial yang biasa digunakan oleh peternak selama delapan jam perjalanan. Serum domba kedua perlakuan dikoleksi dan dianalisis metabolitnya dengan menggunakan UHPLC- Q-Orbitrap HRMS. Data yang diperoleh dilakukan analisis multivariate dengan menggunakan orthogonal partial least square discriminant analysis (OPLS-DA). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 234 senyawa yang terdeteksi pada kedua serum domba perlakuan. Sembilan senyawa dapat dijadikan sebagai kandidat biomarker metabolit pembeda antara domba yang mengalami stress transportasi dengan yang tidak ditransportasikan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa transportasi darat domba yang dilakukan oleh pelaku di Indonesia masih menghasilkan kondisi kesejahteraan hewan yang rendah. Suplementasi MHA atau dekstrosa secara terpisah pada domba sebelum perjalanan belum mampu memperbaiki status kesejahteraan domba transportasi. Akan tetapi, suplementasi MHA dan dekstrosa secara bersama efektif memperbaiki status kesejahteraan domba akibat transportasi. Terdapat sembilan metabolit yang dapat menjadi kandidat biomarker pembeda pada domba yang mengalami stress karena transportasi.
Collections
- DT - Animal Science [352]