Predileksi Virus African Swine Fever pada Organ Internal Babi di Provinsi Bali: Kajian Morfopatologi dan Imunohistokimia
Date
2024Author
Septiani, Monica
Juniantito, Vetnizah
Priosoeryanto, Bambang Pontjo
Metadata
Show full item recordAbstract
African Swine Fever (ASF) adalah penyakit menular mematikan pada babi yang disebabkan oleh virus DNA beruntai ganda dari famili Asfarviridae. Penularan ASF terjadi melalui kontak langsung babi terinfeksi ke babi sehat dan tidak langsung melalui lingkungan dan fasilitas yang tercemar produk/ekskresi babi ASF atau melalui vektor seperti caplak Ornithodoros spp. Penyakit ini sangat sulit dikendalikan karena virus sangat stabil pada berbagai kondisi lingkungan. Meskipun tidak bersifat zoonosis, ASF menyebabkan kerugian ekonomi signifikan bagi peternak babi karena morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta belum ada vaksin efektif untuk mencegah infeksi ASF. Penyakit ini telah ada Indonesia sejak pertengahan tahun 2019, dan menyerang peternakan babi di Bali pada akhir tahun 2019. Di Bali, daging babi memiliki peran penting dalam ekonomi dan adat istiadat masyarakat, serta menjadi pemasok daging babi terbesar di Indonesia. Akibat wabah ASF, populasi babi di Bali mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Diagnosa ASF yang cepat, tepat, dan akurat diperlukan untuk mencegah penyebaran ASF lebih luas.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran patologi berbagai organ babi terinfeksi ASF di Provinsi Bali, mengidentifikasi distribusi antigen virus ASF di berbagai organ babi terinfeksi ASF, mengevaluasi korelasi hasil kuantitatif imunohistokimia (IHK) dengan hasil real-time PCR (qPCR) organ babi yang terinfeksi virus ASF, dan mengidentifikasi organ predileksi virus ASF guna diagnosis yang akurat.
Penelitian ini adalah studi kasus pada peternakan babi di Provinsi Bali yang memiliki babi suspek ASF. Dua belas ekor babi diperoleh sejak bulan Juli sampai Desember 2023. Organ yang diambil yaitu: limpa, limfonodus, paru-paru, hati, ginjal, dan jantung, sehingga jumlah sampel adalah 72 organ. Sampel dibagi menjadi dua, disimpan dalam formalin 10% untuk pengujian histopatologi dan organ segar untuk pengujian qPCR. Sampel yang terkonfirmasi positif ASF dengan qPCR, selanjutnya diperiksa secara histopatologis menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE), dan pewarnaan Imunohistokimia (IHK) untuk mendeteksi protein p54 virus ASF. Data yang diperoleh disajikan, diolah dan dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft ExcelTM dan secara statistik dengan IBM SPSS Statictics 26.0. Data kuantitatif IHK dianalisis menggunakan ImageJ.
Data menunjukkan 100% (12/12) merupakan babi muda/anak babi dengan rentang umur 1-3 bulan, ras babi campuran lokal-Landrace 100% (12/12) dan dipelihara secara tradisional (backyard farm) dengan rentang populasi 2-10 ekor per peternakan dengan tingkat kesakitan dan kematian 90-100%. Gejala klinis yang diamati antara lain demam (12/12), nafsu makan menurun (12/12), diare (10/12), gangguan pernafasan (10/12), sianosis pada hidung, telinga, mulut, perut dan kaki (5/12), dan mati dalam kurun waktu 24-48 jam setelah timbul gejala (12/12). Pemeriksaan post mortem menunjukkan adanya hidroperikardium, perdarahan dan pembengkakan jantung (6/12); perdarahan titik/petechiae pada korteks dan perdarahan masif di medula ginjal (8/12); bercak putih masif, perdarahan, dan kerapuhan hati (6/12); splenomegali, perdarahan dan kerapuhan limpa (12/12); perdarahan masif limfonodus gastrohepatika dan mesenterika (12/12); perdarahan multifokal di paru-paru (6/12); dan perdarahan masif di usus besar (4/12). Histopatologi yang teramatin antara lain edema alveolar paru-paru, perdarahan di epikardium dan miokardium sampai hilangnya striasi sel otot jantung, kongesti dan perdarahan di interstisial renalis dan glomerulus, peningkatan infiltrasi sel Kupffer, monosit dan limfosit di sekitar segitiga Kiernan dan sinusoid dan nekrosis di beberapa lobulus hati, perdarahan dan atrofi limfoid pada limpa dan limfonodus. Gejala klinis, patologi anatomi dan histopatologis mengungkapkan adanya lesi karakteristik ASF akut. Hasil qPCR menunjukkan seluruh sampel (72/72) positif virus ASF (nilai Ct<30) dan rerata terkecil ditemukan pada organ limpa (16,99+1,72). Hasil IHK menunjukkan protein p54 virus ASF terdistribusi pada sel mononuklear/makrofag di berbagai organ babi, secara dominan dan konsisten berada di limpa (52,09+44,44) dan limfonodus (54,85+29,96). Hasil korelasi membuktikan bahwa uji IHK dapat digunakan sebagai pengganti uji PCR khususnya untuk diagnostik menggunakan sampel yang sudah difiksasi. Secara keseluruhan, temuan ini menggambarkan gambaran lengkap tentang patogenesis dan karakteristik histopatologi infeksi virus ASF pada babi, yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dalam pengendalian penyakit ini, dan potensi penggunaan sampel organ yang sudah difiksasi untuk konfirmasi diagnosis ASF pada kasus di daerah terpencil.
Collections
- MT - Veterinary Science [913]