Brand Dalam Hubungan Pemasaran Business To Business Sebagai Upaya Membangun Customer Engagement Dalam Industri Kimia Emulsi Polimer Di Indonesia
View/Open
Date
2020Author
Susanti, Vonny
Sumarwan, Ujang
Simanjuntak, Megawati
Yusuf, Eva Z.
Metadata
Show full item recordAbstract
Dalam pemasaran antar perusahaan atau pemasaran B2B (business-to-business),
pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pasar, organisasi,
dan individu yang melibatkan aspek rasional (cognition) dan emosional (affect).
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa brand dalam hubungan pemasaran B2B penting
dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian serta diharapkan dapat
meningkatkan posisi kompetitifnya di pasar. Dalam brand terdapat dimensi pembeda
yang bersifat rasional atau tangible sehingga dapat diukur, serta terdapat dimensi
pembeda yang lebih simbolis, bersifat emosional atau intangible. Penelitian ini ingin
mengetahui pengaruh dimensi rasional brand dibandingkan dengan dimensi emosional
brand dalam hubungan pemasaran B2B untuk membangun customer engagement.
Customer engagement dalam penelitian ini terdiri atas dimensi cognitive-affective, yang
bersumber pada kepuasan pelanggan, dan dimensi behavior, yang tercermin dalam
loyalitas pelanggan. Selain pengaruh brand, penelitian ini juga menguji pengaruh
perceived value terhadap customer engagement serta menguji pengaruh moderasi
switching costs dan social bond terhadap hubungan antara cognitive-affective dan
behavioral customer engagement. Pendapat pelanggan terhadap pemasok dengan local
corporate brand (pemasok lokal) dan pemasok dengan international corporate brand
(pemasok internasional) dianalisis perbedaannya dalam uji beda semua variabel.
Penelitian ini dilakukan terhadap industri kimia emulsi polimer di Indonesia yang
merupakan industri kimia antara dengan jumlah pemasok 38 perusahaan dan perusahaan
pembeli dalam industri pengguna 139 perusahaan. Perusahaan pembeli rata-rata
menggunakan dua hingga tiga pemasok (multi supplier) untuk kelancaran produksinya.
Dengan metode sensus, dari 139 perusahaan dalam industri pengguna, hanya 54
perusahaan yang bersedia menjadi responden untuk diwawancara dengan panduan
kuesioner mengenai pendapatnya terhadap para pemasok. Lima puluh empat perusahaan
tersebut tersebar dalam industri cat, paper tube, tekstil, furniture, wood panel, printing,
dan putty. Terkumpul 140 hasil wawancara yang terdiri atas 46 respon terhadap pemasok
lokal dan 94 respon terhadap pemasok internasional. Penelitian dilakukan sejak bulan
November 2019 hingga Januari 2020 dan bulan Mei 2020. Metode olah data yang
digunakan adalah SEM (Structural Equation Modelling) dengan program Lisrel 8.70 dan
SmartPLS 3.0; independent t-test dengan program SPSS 16.0; analisis korelasi Spearman
dengan program SPSS 16.0. Untuk memperkaya hasil penelitian, ditambahkan pendapat
dari sembilan pakar industri dengan teknik Analytic Hierarchy Process.
Untuk memastikan kesesuaian antara data dengan model, dilakukan analisis
kecocokan keseluruhan model (overall model fit), analisis kecocokan model pengukuran
(measurement model fit), dan kecocokan model struktural (structural model fit). Hasil
analisis kecocokan keseluruhan model menunjukkan bahwa model dapat diterima (fit)
tercermin dari hasil RMSEA, NFI, NNFI, PNFI, CFI, IFI, RFI yang memenuhi standar.
Hasil analisis kecocokan model pengukuran, semua loading factor dan t-value dari setiap
indikator memenuhi standar minimum, baik pada base model maupun pada model dengan
variabel moderasi switching costs dan social bond, sehingga tidak ada indikator yang
terkena eliminasi. Hasil CR (Construct Reliability) dan AVE (Average Variance
Extracted) dari semua variabel juga memenuhi standar, sehingga dapat dikatakan bahwa
model dibangun oleh variabel yang memiliki derajat reliabilitas dan validitas yang
memenuhi standar. Dari hasil analisis kecocokan model struktural terdapat tiga hipotesis
yang diterima dan lima hipotesis yang ditolak. Pada base model dan pada model moderasi switching costs dan social bond, hasil analisis menunjukkan bahwa konstruk rational
brand quality dan emotional brand association memiliki pengaruh positif terhadap
konstruk cognitive-affective customer engagement. Sedangkan konstruk perceived value
tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap konstruk cognitive-affective
customer engagement. Konstruk moderasi switching costs dan social bond tidak
memberikan pengaruh moderasi pada hubungan antara konstruk cognitive-affective
customer engagement dan behavioral customer engagement. Namun konstruk social
bond secara independent memberikan pengaruh positif signifikan pada konstruk
behavioral customer engagement.
Dari hasil independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara konstruk dari kelompok lokal (pendapat pelanggan terhadap pemasok
lokal) dengan kelompok internasional (pendapat pelanggan terhadap pemasok
internasional), kecuali pada konstruk perceived value. Hasil analisis korelasi antara
indikator variabel behavioral customer engagement dengan dimensi customer lifetime
value (recency, frequency, monetary value) menunjukkan adanya kaitan antara indikator
yang menyatakan bahwa pelanggan akan membeli ulang produk dan akan membeli
produk lain dari pemasok dengan frequency dan monetary value.
Hasil Analytic Hierarchy Process menunjukkan bahwa para pakar berpendapat
rational brand quality merupakan faktor yang paling penting diikuti oleh perceived value,
social bond, emotional brand association, dan switching costs. Sedangkan aktor yang
berperan paling penting dalam membangun customer engagement adalah tim penjualan,
tim teknis, dan yang terakhir direktur/general manager/pemilik. Prioritas bauran
pemasaran menurut pakar adalah products, people, dan yang terakhir price. Sedangkan
alternatif dalam bauran pemasaran yang paling penting adalah product quality, reliability,
responsiveness, kemudian salesman competency dan corporate brand image.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam konteks brand dalam
hubungan pemasaran B2B, keberhasilan customer engagement dipengaruhi oleh aspek
rasional (tangible, dapat diukur) dan aspek emosional (intangible, simbolis). Perceived
value (harga) tidak mempengaruhi cognitive-affective customer engagement secara
signifikan. Potensi moderasi dari switching costs terhadap hubungan antara cognitiveaffective
customer engagement dan pengaruh langsung social bond terhadap behavioral
customer engagement memperkuat pengaruh emotional brand association terhadap
cognitive affective customer engagement. Para pakar berpendapat bahwa aspek rasional
merupakan prioritas utama dan hubungan sosial juga penting dalam membangun
customer engagement. Secara umum pendapat pakar sesuai dengan pendapat pelanggan.
Collections
- DT - Business [332]