Model Bisnis Pengembangan Energi Terbarukan Berbasis Biomasa Hutan Bambu Berkelanjutan Studi Kasus Di Kabupaten Mentawai Provinsi Sumatera Barat
View/ Open
Date
2019Author
Wahono, Johannes Widjaja Krisnamurti
Sumarwan, Ujang
Purnomo, Herry
Arifin, Bustanul
Metadata
Show full item recordAbstract
Energi listrik mempunyai peranan vital dan strategis, untuk menunjang pembangunan nasional. Karena itu listrik harus diwujudkan secara andal, aman, adil merata dan ramah lingkungan. Namun pada kenyataannya begitu banyak permasalahan terjadi dalam pengelolaan sistem ketenagalistrikan nasional, antara lain biaya pokok produksi listrik yang lebih tinggi dari pada harga jual listrik, ketidakpastian dan ketergantungan pasokan sumber energi primer berbahan bakar fosil, serta kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menyulitkan proses transmisi dan distribusi energi listrik. Pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu dapat menjadi solusi permasalahan di atas. Namun, ketidakpastian tentang pengembangan investasi infrastruktur yang diperlukan, peran serta masyarakat dan biaya pengembangannya menjadikan pencapaian rencana investasi menjadi tidak menentu. Agar berhasil menggantikan sistem energi dari bahan bakar fosil, energi terbarukan harus dapat berkelanjutan haik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Feran aktif sektor swasta diperlukan dalam pengembangannya karena mampu memainkan peran kunci dalam tata kelola mitigasi perubahan iklim dan energi global berdasarkan prinsip partisipasi multi pelaku kepentingan dalam mengambil keputusan global.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis faktor faktor apa saja yang akan mempengaruhi ketidakpastian dalam pengembangan energi terbarukan Herbasis biomasa hutan bambu; (2) menganalisis indikator keberhasilan pengembangan energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu yang berkelanjutan. (3) merancang model bisnis pengembangan energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu di daerah rural yang dapat menjamin pertumbuhan regional yang berkelanjutan. Metode penelitian menggunakan teknik soft systems methodology dalam bentuk studi kasus yang didukung survei lapangan dan studi literatur.
Analisa kualitatif dilakukan dengan pendekatan kuesioner yang bertujuan untuk mengindentifikasikan indikator keberhasilan pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan. Teknik unalisa menggunakan dua metode analisa yaitu Strategic Assumption Surfacing and Testing (SAST) dan Interpretative Structural Modeling (ISM). Lokasi penelitian dilakukan di tiga desa di Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat karena wilayah ini kepadatan penduduknya termasuk yang terendah di Indonesia dan terpisah dari daratan pulau Sumatera sehingga menjadi contoh yang baik untuk pengembangan ekonomi daerah tertinggal serta memiliki kawasan hutan yang luas dan diantaranya hutan bambu yang cocok untuk bahan baku energi terbarukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah elemen kunci dalam merancang model bisnis pengembangan energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu yaitu tarif subsidi listrik, status lahan hutan.
kemasyarakatan, lembaga donor, partisipasi masyarakat desa, distribusi pendapatan dan kemitraan koperasi petani bambu. Indikator keberhasilan pada dimensi lingkungan adalah suplai bahan baku yang cukup, penurunan kerusakan lingkungan, inventarisasi lahan hutan dan terciptanya kondisi karbon netral. Pada dimensi sosial adalah keterlibatan masyarakat desa sasaran, sosialisasi informasi energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu yang terdistribusi dengan baik, SDM yang kompeten, kelembagaan rantai pasok dan penyerapan tenaga kerja. Pada dimensi ekonomi indikator keberhasilan adalah dana investasi (hibah), peningkatan pendapatan masyarakat dan sumber energi listrik yang terjangkau
bagi masyarakat desa setempat. Model bisnis pengembangan energi terbarukan berbasis biomasa hutan bambu yang dirancang dari hasil penelitian ini agar dapat direplikasi mensyaratkan lima hal yaitu, (1) Clustering. Pembangunan Listrik pedesaan terdistribusi ini perlu mencakup suatu kawasan yang cukup luas (satu pulau atau Satu
kabupaten) sehingga memberikan economic seale agar capex dan opex-nya rendah (2) Tarif tinggi, di daerah kepulauan di Indonesia mempunyai Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik resmi diatas 18 cent$/kWh agar bisa memberikan feed-in tariff diatas 15 cents/kWh (sesuai Permen 50/2017). Dengan demikian Pembangkit Energi ini bisa memberikan hasil usaha yang memadai bagi swasta. (3) Pendanaan non komersil, grant dan soft loan harus diusahakan agar resiko investasi pembangkit bisa diminimalisir. Grant yang diharapkan adalah merupakan kompensasi (carbon credit/offset) dari negara maju kepada negara berkembang untuk beralih dari energi fossil menjadi energi terbarukan. (4) Hutan Kemasyarakatan, pasokan bahan baku dari perhutanan sosial yang mempunyai komitmen jangka panjang bisa memberikan harga dan volume biomassa yang konsisten untuk pembangkit energi. (5) Pemberdayaan Masyarakat, diperlukan parstisipasi masyarakat selain agar capex dan opex rendah juga meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membayar energi yang digunakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Collections
- DT - Business [312]