Model Bisnis Agregator Berbasis Daring Komoditas Sayuran
View/ Open
Date
2019Author
Meilala, Janita Sembiring
Hubeis, Musa
Jahroh, Siti
Maulana, Agus
Metadata
Show full item recordAbstract
Komoditas hortikultura terus tumbuh dan berkembang sebagai komoditas
yang banyak diminati oleh konsumen. Sayuran lebih banyak dikonsumsi oleh
penduduk di Indonesia baik pada tingkat pendapatan rendah maupun pendapatan
tinggi. Pengembangan produk hortikultura masih dihadapkan pada berbagai macam
permasalahan, diantaranya kendala dalam proses tataniaga produk hortikultura.
Permasalahan utama dalam proses tataniaga produk hortikultura adalah inefisiensi
proses distribusi produk hortikulura dari produsen sampai ke konsumen. Dewasa
ini, muncul aktor modern yang disebut dengan agregator yang berperan dalam
mengagregasi produk sayuran dari petani untuk disalurkan kepada konsumen
dengan memanfaatkan teknologi informasi yang saat ini berkembang pesat yaitu
internet. Agregator pada dasarnya dapat dikatakan pengumpul maupun perantara.
Namun konsep yang ingin dibangun adalah bagaimana sebuah model bisnis
perantara ini berperan dalam menciptakan keuntungan bagi petani, secara
komprehensif dari hulu ke hilir. Hal ini dapat dilakukan dengan mengemas produk
dan layanan yang dapat disediakan oleh agregator berbasiskan teknologi informasi
dan komunikasi menggunakan internet.
Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang model bisnis agregator berbasis
daring yang diimplementasikan pada komoditas sayuran. Metodologi Penelitian ini
menggunakan metode survei dengan melakukan wawancara mendalam terstruktur
dan kuesioner. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan analisis rantai
nilai. Narasumber ahli dipilih secara purposive sampling dengan teknik nonprobability
sampling, selain itu narasumber petani dipilih berdasarkan quota
sampling. Kemudian penelitian ini melakukan Focus Group Discussion (FGD)
untuk menganalisis rantai nilai dalam membuat peta jalan rantai nilai agregator
daring komoditas sayuran. Wawancara mendalam dengan pakar dilakukan untuk
menentukan elemen kunci dan prioritas menggunakan metode hard system yaitu
analisis Interpretive Structural Modeling (ISM) dan Analytical Network Process
(ANP) untuk membuat model bisnis agregator berbasis daring komoditas sayuran.
Hasil wawancara dengan petani mitra agregator daring untuk melihat posisi
petani dalam era pertanian 4.0 dengan menggunakan 6 unsur manajemen yaitu man,
material, method, machine, money, market. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa
posisi petani mitra agregator berada pada posisi pertanian 3.0. pada unsur money,
machine, method, dan man. Unsur market dan material posisi petani mitra
agregator berada pada posisi pertanian 4.0. Dari 6 unsur manajemen hanya 2 unsur
manajemen yang sudah berada pada posisi 4.0. Hal ini menunjukkan bahwa petani
mitra agregator daring sudah memanfaatkan pasar menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) serta material khususnya bahan yang digunakan
petani dalam proses budidaya sudah mulai benih berkualitas ataupun bahan secara
organik. Hasil dari Focus Group Disscussion (FGD) menggunakan kusioner
analisis rantai nilai menghasilkan peta jalan rantai nilai yang memperlihatkan
bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh agregator daring meliputi kegiatan
hulu dan hilir dimana petani bukan saja menjadi pemasok/ produsen bagi agregator tetapi bisa menjadi konsumen agregator dalam proses inti menyediakan input.
Teknik pemodelan kebijakan strategis pada agregator dari peta jalan rantai nilai
menggunakan hard system yaitu analisis Interpretive Structural Modeling (ISM)
dengan merumuskan struktur melalui analisis elemen sistem kompleks untuk
menentukan elemen kunci berdasarkan pengolahan hasil wawancara dengan 6
pemilik agregator daring. Analisis ISM ini menghasilkan 5 elemen serta sub
selemen kunci dalam model bisnis agregator berbasis daring komoditas sayuran 1)
proses inti; 2) Pelaku yang berperan; 3) Layanan; 4) Hambatan 5) Kebijakan
strategis.
5 elemen hasil pengolahan ISM dari peta jalan rantai nilai digunakan untuk
membangun kerangka Analytic Network Process (ANP) dan diolah untuk
mendapatkan elemen proritas serta perumusan kebijakan strategis dengan
menggunakan. Pengolahan ini melibatkan 7 pakar yang terdiri dari akademisi,
pakar agregator daring, dan pemerintah. Hasil ANP menunjukkan dalam model
bisnis agregator berbasis daring komoditas sayuran dimulai dari kebijakan strategis
yang merupakan kluster prioritas dalam model ini yaitu kebijakan perbaikan
infrastruktur internet dan jaringan karena semua aktifitas bisnis yang dilakukan
agregator memanfaatkan jaringan internet. Prioritas kluster layanan adalah ecommerce,
kluster pelaku utama yang berperan adalah petani, kluster proses inti
adalah pemasaran produk hilir, kluster hambatan infrastuktur jaringan yang belum
merata. Ciri khas dalam model bisnis ini untuk komoditas sayuran adalah proses
pengantaran dengan menggunakan tempat pendingin akan menjaga komoditas
sayuran tidak cepat rusak dan melalui teknologi daring melalui aplikasi maupun
website akan mempercepat proses pengantaran dari petani langsung ke konsumen.
Petani yang sudah terbiasa dengan internet akan dapat menjadi mitra agregator
daring, akan tetapi untuk petani yang belum terbiasa dengan internet maka mereka
bisa tetap menjadi mitra agregator akan tetapi melalui penghubung terlebih dahulu.
Implikasi manajerial berdasarkan proses inti dan fungsi utama agregator
sebagai perantara pemasaran produk hasil pertanian yang memanfaatkan TIK maka
layanan e-commerce merupakan layanan yang paling utama untuk fokus
dikembangkan. Penyedia input perlu dikembangkan karena agregator terkoneksi
dengan petani sehingga agregator mampu berperan sebagai penyedia input bagi
petani-petani mitra. Agregator berperan sebagai kolaborator dari setiap sub sistem
agribisnis. Ada tiga pelaku utama yang menepati urutan teratas yaitu adalah petani,
pemerintah, dan konsumen.
Implikasi teoritis yang didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1)
Perantara sebagai aktor modern yang menggunakan TIK dalam hal ini agregator
daring dapat merubah sistem agribisnis yang secara teori dalam sistem agribisnis
posisi perantara berada di sisi hilir akan tetapi dalam penelitian ini agregator
menjadi kolaborator antara hulu, budidaya (on farm), serta hilir. 2) Dalam teori tata
kelola rantai nilai oleh Gereffi et al. mengungkapkan ada beberapa bentuk tata
kelola rantai nilai. Peta jalan rantai nilai agregator daring yang didapat dalam
penelitian ini menunjukkan dengan bantuan teknologi maka tata kelola rantai nilai
sudah terintegrasi mulai dari material sampai end user, tingkat koordinasi yang
digunakan juga tinggi saling terkoneksi melalui aplikasi.
Collections
- DT - Business [312]