Rancang Bangun Model Pelayanan Perizinan Investasi Terintegrasi
View/Open
Date
2019Author
Subowo, Eko
Ma'Arif, Syamsul
Arkeman, Yandra
Kirbrandoko
Metadata
Show full item recordAbstract
Investasi swasta merupakan bagian sumber pembiayaan pembangunan
yang penting di tengah keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Target pemerintah saat ini adalah membangun kemudahan berusaha dan
iklim investasi di Daerah. Indonesia saat ini berada pada peringkat 73 dalam ease
of doing business berdasarkan indeks World Bank Group tahun 2019. Kondisi
tersebut jauh di bawah negara tetangga Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Berbagai upaya membangun iklim berusaha telah dilakukan, salah satunya
melalui perbaikan pelayanan perizinan. Perizinan diartikan sebagai kewenangan
pemerintah yang diberikan kepada individu/kelompok yang akan melaksanakan
kegiatan tertentu sebagai bagian dari proses pengawasan dan pengendalian dalam
mekanisme administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memegang
peranan penting dalam menciptakan sistem perizinan yang secara administrasi
dapat mendukung perkembangan iklim berusaha, dan sekaligus dalam rangka
mewujudkan good governance dalam sektor pelayanan publik.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) menganalisis situasi
organisasi dan pelaksanaan perizinan investasi saat ini; (2) menganalisis peta
regulasi dan implementasinya terhadap perizinan investasi; (3) mengembangkan
model konseptual perizinan investasi terintegrasi; dan (4) merancang strategi
penerapan model perizinan investasi terintegrasi. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Analisis Situasional, Regulatory Mapping, Soft System
Methodology (SSM), Regulatory Impact Analysis (RIA) dan Analytical Hierarchy
Process (AHP).
Hasil penelitian yang diperoleh dari 230 sampel DPMPTSP seluruh
Indonesia dan responden pakar melalui penyebaran kuesioner, Focus Group
Discussion (FGD), dan in-depth interview diketahui bahwa pelayanan perizinan
masih jauh dari kondisi ideal, sebagaimana diharapkan pemerintah. Pembentukan
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) belum
sepenuhnya mampu memperkuat hubungan antara pelayanan perizinan dan
peningkatan penanaman modal/investasi. Berdasarkan data pokok Kementerian
Dalam Negeri Tahun 2018 diketahui bahwa baru 79.70% Kepala Daerah yang
telah mendelegasikan seluruh kewenangan perizinan dan nonperizinan secara
penuh kepada DPMPTSP sebagaimana ditentukan. Memperhatikan sisi
nomenklaturnya, 70% daerah telah membentuk nomenklatur DPMPTSP sesuai
Permendagri Nomor 138 Tahun 2017. Dilihat dari tipe struktur organisasi
DPMPTSP ditemukan bahwa 32.17% Tipe A, 35.78% Tipe B, 25.22% Tipe C dan
7.83% lainnya. Sentralisasi kewenangan Kepala Daerah atas beberapa jenis izin
menghambat proses pelayanan DPMPTSP. Kewenangan beberapa jenis perizinan
yang bersifat sektoral juga masih belum diserahkan kepada DPMPTSP, sebagian
masih dipegang oleh Kepala Daerah dan Dinas Teknis. Permasalahan
pendelegasian kewenangan oleh Kepala Daerah menjadikan peran DPMPTSP
belum optimal menjalankan fungsinya sebagai One Stop Service. Ekspektasi pelayanan perizinan yang mudah bagi pelaku usaha juga belum
terpenuhi. Permasalahan mekanisme yang berbelit-belit, sistem aplikasi elektronik
yang belum optimal, sarana prasarana yang tidak memadai, dan sumber daya
manusia yang kurang baik dari segi jumlah (kuantitatif) maupun mutu (kualitatif)
menjadi masalah yang masih ditemui pelaku usaha. Dalam penyelenggaraan proses
pelayanan perizinan saat ini DPMPTSP masih banyak tergantung kepada Dinas
Teknis terkait penerbitan rekomendasi teknis. Penempatan tim teknis dari Dinas
Teknis ke DPMPTSP kondisinya saat ini 45.91% tidak bertempat dan tidak
berkantor di DPMPTSP, melainkan masih berkantor di Dinas Teknis masingmasing.
Berdasarkan hasil Regulatory Mapping diketahui bahwa terdapat 12
Undang-Undang, 4 Peraturan Pemerintah, 4 Peraturan Presiden, 26 Peraturan
Menteri/Kepala Lembaga yang mengatur pelayanan perizinan di Indonesia.
Analisis pemetaan regulasi menghasilkan temuan permasalahan baik pada
peraturan di tingkat pusat maupun daerah yaitu: (1) regulasi yang tumpang tindih
dan bertabrakan; (2) perizinan belum memiliki Norma, Standar, Prosedur, Kriteria
(NSPK); (3) NSPK tidak sesuai dengan prinsip integrasi; (4) Peraturan Daerah
belum menyesuaikan dengan NSPK atau peraturan pusat, terutama mengenai
kelembagaan pelayanan perizinan.
Hasil analisis di atas kemudian diolah melalui 6 tahapan Soft System
Methodology (SSM), menghasilkan model konseptual yang meliputi (1) evaluasi
regulasi; (2) perbaikan mekanisme pelayanan; dan (3) peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Model yang dibangun menguraikan keterkaitan
antar variabel, aktor, faktor dan langkah-langkahnya; serta sekaligus
menggambarkannya secara diagramatis dalam bentuk dekomposisi tiga submodel
maupun dalam bentuk satu model menyeluruh secara terintegrasi. Dalam upaya
merancang strategi penerapan model perizinan investasi terintegrasi dilakukan
melalui Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil AHP menunjukkan bahwa dari
ketiga sub model konseptual diketahui bahwa prioritas pertama adalah evaluasi
regulasi dengan nilai bobot 0.539; prioritas kedua adalah perbaikan mekanisme
pelayanan dengan nilai bobot 0.244; dan prioritas ketiga adalah peningkatkan
kualitas SDM dengan nilai bobot 0.217.
Strategi penerapan model pada sub model evaluasi regulasi mengarah pada
perlunya penyusunan format (template) NSPK dan penerbitan omnibus law berupa
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Strategi penerapan
model pada sub model perbaikan mekanisme pelayanan dilakukan melalui
penguatan kelembagaan dan perbaikan sistem Online Single Submission (OSS).
Strategi untuk sub model peningkatan kualitas SDM dilakukan dengan
peningkatan kompetensi SDM operasional melalui pendidikan dan pelatihan serta
perbaikan pola mutasi dan promosi personil, sedangkan SDM Kepala Daerah
(pengambil keputusan) melalui mekanisme pembinaan dan pengawasan serta
bimbingan teknis. Disamping itu, diperlukan juga affirmative policy berupa talent
pooling dan pemenuhan persyaratan jabatan secara sistematis. Hasil validasi model
menunjukkan bahwa model pelayanan perizinan investasi terintegrasi dapat
diimplementasikan.
Collections
- DT - Business [333]