Analisis Dan Implikasi Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Dinamika Harga Batubara Acuan Serta Kinerja Saham Perusahaan Publik Di Indonesia
View/Open
Date
2012Author
Sipayung, Maydin
Tambunan, Mangara
Sembel, Roy
Metadata
Show full item recordAbstract
Batubara merupakan salah satu energi alternatif yang memiliki pertumbuhan
pesat baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Hal ini yang membuat industri
batubara kian populer, terutama setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
yang tidak terkendali pada beberapa tahun terakhir.
Indonesia sebagai salah satu negara produsen dan eksportir terbesar batubara
uap (thermal coal) di dunia, Indonesia tidak hanya bekontribusi bagi pengadaan
batubara di tingkat dunia tetapi juga di tingkat nasional. Sejak tahun 2006 peranan
batubara di dalam negeri semakin penting sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden
(Perpres) No.71 dan 72 tahun 2006 yang berkaitan dengan percepatan diversifikasi
energi dengan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara berkekuatan
10.000 MW tahap I (Sipayung, 2007). Kemudian Perpres No.4 Tahun 2010 menjadi
Landasan Hukum Program Percepatan 10.000 MW tahap II yang bertumpu pada
kebutuhan bahan bakar batubara 40 % , dan sisanya 60 % meliputi energi terbarukan
dan gas (DESDM, 2010). Untuk mendukung kebijakan tersebut Presiden melalui
Perpres No.5 Tahun 2006 dalam Road Map Energy Mix 2006-2025 telah
mengisyaratkan bahwa perkembangan kebutuhan total batubara untuk domestik dari
46 juta ton (15 %) tahun 2006 akan meningkat menjadi 300 juta ton tahun 2025
(33%), APBI-ICMA (2011).
Selain sebagai sumber pendapatan (RAPBN), negara juga menanggung beban
anggaran untuk pembelian batubara bagi pembangkit listrik yang dikelola oleh PT.
Perusahaan Listrik Negara (PLN), baik existing maupun pembangkit baru. Jika pada
tahun 2010 kebutuhan batubara tercatat sebesar 40 juta ton, maka pada tahun 2015
diperkirakan menjadi 100 juta ton, dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar
150 juta ton. Apabila harga rata-rata batubara US70/ton,makanegaraharusmenyediakananggaransekitarUS 7,0 miliar pada tahun 2015 dan US$ 10,5 miliar
pada tahun 2020. Dalam hal ini, Kementerian ESDM telah mengeluarkan Surat
Edaran No.2637/32/DJB/2009 tentang penetapan HBA dengan menggunakan harga
rata-rata 4 indeks batubara yakni Indonesia Coal Index (ICI), Platts Index, Global
Coal Index, dan Newcastle Export Index (NEX) yang mulai berlaku sejak Januari
2009. Dengan adanya HBA diharapkan akan berdampak positif bagi Indonesia baik
sebagai sumber penerimaan negara berupa pendapatan royalty dan pajak maupun
sebagai sumber acuan pendanaan bagi pembelian batubara untuk bahan bakar
pembangkit listrik PT. PLN.
Pentingnya peranan batubara dalam memenuhi kebutuhan energi di sektor
listrik di satu sisi, dan di sisi lain dinamika harga batubara yang bergerak dinamis dan cenderung meningkat tentunya akan berimplikasi pada perekonomian dalam negeri,
salah satunya adalah melalui kinerja saham sektor pertambangan batubara. Di
Indonesia, Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu pusat pergerakan
ekonomi. Dalam BEI, saham-saham perusahaan diperdagangkan setiap hari.
Keseluruhan pergerakan saham-saham direfleksikan dalam sebuah indeks yang
bernama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Saham yang masuk dalam daftar
BEI akan ditempatkan pada sektor yang sesuai dengan core bussiness perusahaan
tersebut. Salah satu sektor yang ada di dalam BEI adalah sektor pertambangan
(termasuk batubara) dimana perusahaan yang masuk ke dalam sektor tersebut
merupakan perusahaan yang berhubungan dengan barang tambang atau komoditas.
Kinerja perusahaan tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi
serta harga komoditas yang dijual di pasar. Semakin tinggi harga komoditas yang
dijual maka semakin tinggi earning yang didapatkan. Hal ini tentu akan
mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut dan jika pergerakan yang ada terjadi
serentak maka akan memberikan pengaruh positif pada pergerakan IHSG.
Berdasarkan ulasan di atas, tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian
faktor-faktor makro dan mikro yang berpengaruh terhadap Komponen Indeks
Pembentuk (KIP) HBA dan mengkaji formulasi HBA alternatif yang lebih optimal.
Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk untuk melakukan analisis hubungan
pergerakan Komponen Indeks Pembentuk (KIP) HBA terhadap kinerja saham
batubara dan kinerja saham batubara terhadap IHSG.
Kajian terhadap faktor-faktor makro yang dicerminkan melalui variabel harga
minyak dunia, harga batubara dunia, tingkat inflasi, produk domestic bruto, kurs, dan
tingkat suku bunga memberikan pengaruh bagi dinamika pergerakan KIP HBA. Di
antara faktor-faktor tersebut, harga batubara dunia dan harga minyak dunia
memberikan pengaruh yang relatif dominan bagi fluktuasi KIP HBA. Hasil Impulse
Respond Function memperlihatkan bahwa pengaruh harga minyak dunia dan harga
batubara dunia memberikan pengaruh relatif dominan dibandingkan faktor lainnya.
Sedangkan kajian Forecasting Error Vector Decomposition (FEVD) memberikan
hasil bahwa dalam jangka pendek harga batubara dunia memberikan kontribusi
pengaruh yang paling besar terhadap KIP HBA, sedangkan dalam jangka panjang
harga minyak dunia memberikan kontribusi pengaruh terbesar terhadap dinamika
pergerakan KIP HBA.
Kajian terhadap faktor-faktor mikroekonomi yaitu biaya produksi total,
jumlah produksi, dan upah tenaga kerja sektor pertambangan memberikan pengaruh
bagi dinamika pergerakan KIP HBA. Hasil analisis melalui model data panel
menunjukkan bahwa kenaikan upah dan biaya produksi diduga memberikan pengaruh
bagi kenaikan HBA. Sementara itu, peningkatan produksi diduga memberikan
insentif bagi penurunan HBA. Dan kajian ini juga menemukan bahwa dummy krisis
tahun 2008 juga turut andil bagi peningkatan rata-rata HBA dan KIP HBA.
Untuk mengkaji hubungan HBA Pemerintah dengan HBA hasil penelitian,
digunakan keragaman fluktuasi dari keempat KIP HBA sebagai akibat guncangan dari faktor-faktor makro. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa berdasarkan
keragaman fluktuasi IRF formulasi HBA yang diperoleh adalah ICI: 21,90 persen, PI:
18,25 persen, GC: 30,65 persen, dan NEX:29,20 persen. Sedangkan berdasarkan
keragaman kontribusi FEVD formulasi HBA yang diperoleh adalah ICI: 26,78
persen, PI: 21,62 persen, GC : 22,75 persen, dan NEX: 28,85 persen. Dengan
menggunakan kedua formulasi tersebut HBA yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan HBA aktual yang ditetapkan oleh pemerintah dan tentunya ini
akan meningkatkan pendapatan negara (dari royalty dan pajak).
Dinamika KIP HBA memberikan pengaruh bagi kinerja saham batubara yang
dicerminkan oleh variabel Return, Liquiditas, Volatilitas, Distribusi Saham, dan
Kapitalisasi Pasar. Tinjauan IRF, untuk jangka pendek ketika KIP HBA menerima
guncangan masing-masing sebesar satu standard deviasi dampak yang timbul
memperlihatkan bahwa keempat indeks tersebut cenderung berfluktuasi dalam jangka
pendek. Namun untuk jangka panjang keempat indeks tersebut masing-masing
mencapai titik keseimbangannya. Sedangkan tinjauan FEVD memberikan; untuk
dekomposisi varian variabel Return Saham dan Kapitalisasi Pasar yang memberikan
kontribusi terbesar adalah GC dalam jangka pendek, sedangkan jangka panjang ketiga
indeks lainnya NEX, ICI, dan PI memberikan kontribusi yang cenderung meningkat.
Untuk dekomposisi varian variabel Liquiditas Saham dan Volatilitas yang
memberikan kontribusi terbesar adalah PI dalam jangka pendek, sedangkan jangka
panjang ketiga indeks lainnya GC, NEX, dan ICI, memberikan kontribusi yang
cenderung meningkat.
Kinerja saham batubara turut memberikan andil bagi kinerja IHSG. Hal ini
dapat dilihat melalui bagaimana indikator-indikator saham batubara, yakni Return,
Liquiditas, Volatilitas, Distribusi Saham dan Kapitalisasi mempengaruhi IHSG
melalui analisis IRF dan FEVD. Analisis IRF memperlihatkan, ketika terjadi
guncangan ada fenomena yang berbeda, tiga dari lima kinerja saham yaitu Return,
Liquiditas, dan Kapitalisasi Pasar ketika memperoleh guncangan dalam jangka
pendek mengakibatkan RIHSG mengalami kenaikan lalu dalam jangka panjang
mencapai titik keimbangan semula. Sedangkan dua kinerja saham lainnya yaitu
Volatilitas dan Distribusi saham ketika memperoleh guncangan justru mengakibatkan
RIHSG mengalami penurunan. Sedangkan analisis FEVD memperlihatkan, di antara
variabel kinerja saham batubara, variabel yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap variabilitas RIHSG pada periode pertama adalah CAP, yakni sebesar 16.53
persen, diikuti oleh RET (12,652 persen), VOL (6,502 persen), LIQ (3,419 persen)
dan DIST (2,297 persen). Dalam jangka panjang kinerja saham yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap variabilitas IHSG adalah CAP (19,8 persen), diikuti RET
(17,6 persen), VOL (7,25 persen), LIQ (6,9 persen), dan DIST (3,65 persen).
Collections
- DT - Business [332]