Analisis Harga Saham, Kointegrasi Dan Kekuatan Pasar Yang Mempengaruhi Industri Sawit Indonesia
View/ Open
Date
2011Author
Arianto, Muhammad Efendi
Daryanto, Arief
Arifin, Bustanul
Nuryantono, Nunung
Metadata
Show full item recordAbstract
Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam dua puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, mengungguli Malaysia yang pada periode sebelumnya merupakan produsen terbesar. Pada tahun 2008, total produksi minyak sawit (CPO) Indonesia dan Malaysia mencapai sekitar 85% dari total produksi CPO dunia. Seiring dengan perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, maka tumbuh pula perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri kelapa sawit. Sebagian dari perusahaan-perusahaan tersebut telah mendaftarkan sahamnya di pasar saham Indonesia. Hingga tahun 2008, terdapat tujuh perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kinerja pasar saham merupakan refleksi dari kondisi perekonomian dan industri secara umum. Demikian pula dengan kinerja perusahaan-perusahaan berbasis minyak sawit Indonesia, seharusnya juga terefleksi dalam harga saham dari perusahaan-perusahaan berbasis minyak sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji keterkaitan harga saham dari perusahaan berbasis industri minyak sawit dengan berbagai variabel ekonomi dan industri yang dipilih. Beta saham yang menggambarkan sensitifitas return saham dihitung terhadap return pasar dan return faktor spesifik industri. Selanjutnya model respon harga saham yang terdiri atas tiga variabel pasar, yaitu indeks pasar, suku bunga bebas resiko dan kurs mata uang, serta satu variabel spesifik industri, yaitu harga CPO dibangun untuk menggambarkan respon harga saham. Faktor spesifik industri harga CPO, kemudian dianalisis lebih lanjut dengan melihat kointegrasi harga minyak sawit dengan minyak nabati lainnya dan dengan minyak bumi. Minyak bumi dimasukkan dalam analisis untuk melihat pengaruhnya terhadap harga minyak nabati berkaitan dengan kencenderungan pemanfaatan minyak nabati sebagai biodiesel. Sementara itu pergerakan harga karena pengaruh berbagai variabel pada sisi penawaran dan sisi permintaan juga dilihat dengan mengkaji pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pergerakan harga minyak sawit.
Data yang dipergunakan dalam analisis adalah data time series. Berdasarkan kondisi stasioneritas dari data, metode regresi ordinary least squares (OLS) dan metode vector autoregressive (VAR) dipergunakan untuk analisis. Metode regresi OLS dipergunakan dalam analisis return saham, sedangkan analisis lainnya menggunakan metode VAR. Metode VAR yang dipergunakan dalam kajian ini adalah metode vector error correction model (VECM). Respon perubahan variabel amatan terhadap kejutan yang diberikan oleh variabel-variabel lainnya ditampilkan melalui impulse response function (IRF). Sementara itu, besarnya pengaruh dari setiap variabel terhadap perubahan variabel amatan ditampilkan melalui variance decomposition (VDC).
Dalam penelitian ini dikaji aras analisis fundamental industri yang meliputi analisis faktor pasar dan faktor spesifik industri. Faktor teknikal dan faktor fundamental perusahaan tidak termasuk bagian yang dibahas. Harga saham sawit akan dijelaskan oleh faktor-faktor fundamental industri yang terdiri atas faktor pasar dan faktor spesifik industri.
Faktor spesifik industri adalah variabel yang spesifik untuk industri yang diamati. Misalnya spread bunga pinjaman dengan bunga simpanan merupakan faktor spesifik untuk industri perbankan. Harga minyak bumi merupakan faktor spesifik untuk industri yang bergerak pada eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas. Harga emas merupakan faktor spesifik untuk industri pertambangan emas. Dengan demikian, harga minyak sawit dapat dipilih sebagai faktor spesifik untuk industri minyak sawit. Sedangkan faktor pasar pada dasarnya merupakan faktor yang mencerminkan dan mewakili kondisi pasar dan perekonomian secara umum. Faktor pasar, dalam hal ini adalah indeks harga saham gabungan (IHSG), merupakan cerminan kondisi perekonomian secara umum.
Sebagaimana ditunjukkan dalam kajian ini, harga komoditas minyak sawit berpengaruh terhadap harga saham dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada industri minyak sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan demikian para pengambil keputusan manajerial maupun investasi yang mengelola portofolio saham dari perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri minyak sawit perlu mencermati pergerakan harga minyak sawit. Jika harga minyak sawit naik, maka terjadi kecenderungan meningkatnya harga saham dari perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri minyak sawit. Demikian pula sebaliknya, jika harga minyak sawit menurun, maka harga saham perusahaan sawit juga akan menurun. Namun demikian pergerakan harga saham juga dipengaruhi oleh berbagai faktor makro ekonomi, seperti kondisi pasar secara umum, tingkat suku bunga dan kurs mata uang Rupiah.
Dalam mencermati perubahan harga minyak sawit perlu juga dilakukan pengamatan terhadap harga dari berbagai jenis minyak nabati lainnya, dan juga terhadap harga minyak bumi. Harga minyak sawit cenderung bergerak seiring harga minyak nabati lainnya. Selain itu, kecenderungan pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku dari biodiesel telah menyebabkan pergerakan harga dari minyak nabati juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya kointegrasi dari tiga jenis minyak nabati utama, yaitu minyak sawit, minyak kedelai dan minyak rapa, dengan minyak bumi.
Menggunakan prosedur vector error correction model (VECM) dengan informasi impulse response function (IRF) dan variance decomposition (VDC), dikaji pergerakan harga minyak sawit yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang memberikan pengaruh dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan. Hasil IRF untuk faktor-faktor pada sisi penawaran menunjukkan bahwa kenaikan produksi, jumlah ekspor dan stok CPO Indonesia dan Malaysia direspon negatif oleh harga CPO pada jangka pendek. Hasil VDC menunjukkan hasil yang serupa dimana variabel produksi, jumlah ekspor dan stok CPO Indonesia dan Malaysia memberikan pengaruh pada harga CPO. Dengan demikian hasil IRF dan VDC ini sesuai dengan temuan awal yang ditampilkan melalui uji kausalitas Granger, dimana jumlah produksi, ekspor dan stok CPO Indonesia dan Malaysia mempengaruhi harga CPO. Hasil uji kausalitas Granger, IRF dan VDC dari variabel impor menunjukkan bahwa harga CPO tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah impor China, India dan Uni Eropa, tiga negara importir utama CPO dunia. Hal ini terlihat dari eksogenitas yang tinggi dari variabel harga CPO terhadap jumlah impor CPO oleh tiga negara importir utama tersebut.
Para pelaku investasi di pasar modal dapat memanfaatkan temuan dari penelitian ini. Investor saham di pasar modal selalu berusaha untuk dapat “mengalahkan pasar” dan memperoleh keuntungan atas investasi yang dilakukannya. Berbagai analisis yang bersifat fundamental maupun teknikal dilakukan sebagai dasar bagi pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Kajian ini dapat dipergunakan sebagai tambahan bagi analisis fundamental yang diperlukan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal, terkait dengan saham-saham berbasis industri kelapa sawit. Pelaku manajemen investasi dan bisnis dapat menggunakan faktor determinan indeks pasar dan harga CPO sebagai faktor utama yang mempengaruhi harga saham perusahaan minyak sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, jumlah produksi, ekspor dan stok CPO Indonesia dan Malaysia perlu diperhatikan sebagai faktor yang mempengaruhi harga CPO, dan secara tidak langsung mempengaruhi harga saham perusahaan-perusahaan berbasis industri kelapa sawit yang terdaftar di pasar modal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga minyak sawit (CPO) merupakan pemimpin harga pada kompleks pasar minyak nabati dunia. Sebagai negara produsen utama minyak sawit, seharusnya Indonesia dapat mengambil peran lebih besar dalam penetapan harga CPO dunia. Untuk keperluan ini pemerintah perlu mendorong para pelaku perdagangan minyak sawit Indonesia untuk masuk ke bursa berjangka yang ada di Indonesia agar dapat tumbuh menjadi bursa yang dapat dijadikan sebagai acuan perdagangan minyak sawit internasional. Di pasar modal, pemerintah perlu mendorong lebih banyak perusahaan berbasis industri minyak sawit untuk dapat mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit lebih dari tujuh juta hektar, dengan berbagai industri turunan yang saat ini berkembang, maka terdapat banyak perusahaan yang potensial untuk mencatatkan sahamnya. Dengan demikian perkembangan industri kelapa sawit tidak hanya akan tumbuh di pasar fisik, tetapi juga di pasar modal.
Peran Indonesia di pasar minyak sawit dunia akan terus meningkat karena kontribusi Indonesia dalam memasok kebutuhan minyak nabati melalui pasokan minyak sawit akan terus meningkat. Berbagai penelitian pada sektor industri kelapa sawit perlu dilakukan secara intensif pada berbagai bidang keilmuan, seperti teknologi pengolahan, lingkungan, pemasaran dan rantai pasok, organisasi dan sumber daya manusia, perdagangan internasional, serta keuangan dan investasi. Penguatan penelitian pada berbagai bidang pada sektor industri kelapa sawit akan membuat Indonesia memiliki kemampuan yang cukup dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menempatkan Indonesia sebagai negara unggul dalam industri kelapa sawit secara menyeluruh dari hulu hingga hilir dan pada semua aspek bidang keilmuan.
Collections
- DT - Business [327]