Analisis Sistem Pemasaran Sapi Potong di Desa Palon, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah
Abstract
Mayoritas peternak Desa Palon memiliki posisi tawar (bargaining position) lemah dikarenakan keterbatasan informasi mengenai konsumen akhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem pemasaran sapi potong serta menganalisis tingkat efisiensi pemasaran sapi potong di Desa Palon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Responden peternak berjumlah 36 orang yang ditentukan dengan metode accidental sampling dan purposive sampling. Responden pedagang perantara berjumlah 5 orang dengan metode snowball sampling. Metode analisis pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analaisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Palon terdapat empat saluran pemasaran. Saluran II (peternak-pedagang pengumpul -konsumen) merupakan saluran pemasaran yang paling efisien karena memiliki volume penjulan paling tinggi, biaya pemasaran paling rendah, margin pemasaran paling rendah, farmer’s share 95% serta rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,67. Peternak diharapkan tidak selalu mengandalkan pedagang pengumpul atau blantik, berupaya lebih untuk mencari informasi pasar mengenai konsumen serta dapat bergabung kepada kelompok ternak dan pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan mengenai penetapan harga jual sapi. The majority of farmers in Palon Village have a weak bargaining position due to limited information about end consumers. This study aims to identify the beef cattle marketing system and analyze the level of beef cattle marketing efficiency in Palon Village, Jepon Sub-district, Blora District. The study used 36 farmers as respondents, using both accidental and purposive sampling methods. Respondents of intermediary traders amounted to 5 people using the snowball sampling method. The methods of analysis in this research are qualitative analysis and quantitative analysis. The results showed that in Palon Village there are four marketing channels. Channel II (farmer-collecting traders-consumers) is the most efficient marketing channel because it has the highest sales volume, lowest marketing costs, lowest marketing margin, a farmer's share of 95%, and a profit-to-cost ratio of 1.67. Farmers are expected to not always rely on intermediary traders or blantik, make more efforts to seek market information about consumers, and join livestock groups, and the government is expected to issue a policy regarding the determination of cattle selling prices.
Collections
- UT - Agribusiness [4618]