Dinamika Sistem Jaminan Sosial Lokal Studi Kasus Penghidupan Masyarakat Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu
Date
2024Author
Widiono, Septri
Wahyuni, Ekawati Sri
Kolopaking, Lala M.
Satria, Arif
Metadata
Show full item recordAbstract
Jaminan sosial lokal sampai sejauh ini masih menjadi sumber dukungan penting bagi masyarakat desa meskipun program perlindungan sosial dari negara terus melebarkan universality-nya. Sumber-sumber dukungan lokal ini dapat berbentuk ikatan kekerabatan, jaringan sosial, relasi patron-klien, tindakan kolektif, dan lembaga keagamaan. Terdapat gejala pemudaran peran kekerabatan dan sebaliknya penguatan peran keluarga inti, erosi ikatan patron-klien, serta transformasi ekonomi moral menuju ekonomi pasar. Modernisasi serta peran negara dan pasar yang menguat, menjadi dilema bagi jaminan sosial lokal pada saat perlindungan sosial dari negara masih problematik. Permasalahan menjadi lebih kompleks karena penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya hutan, terutama untuk lahan pertanian. Kerentanan menjadi bersifat struktural, karena pembatasan akses demi konservasi biodiversitas dan pengendalian perubahan iklim.
Penelitian ini bertujuan merumuskan teori substantif mengenai dilema sistem jaminan sosial lokal dalam konteks pembentukan sistem penghidupan yang berkelanjutan pada masyarakat di sekitar kawasan hutan. Adapun kerangka teoritis yang dipergunakan merupakan perpaduan konsep-konsep yang tercakup di dalam pendekatan penghidupan berkelanjutan, model kerentanan terhadap perubahan iklim, pola pengorganisasian ekonomi, dan teori strukturasi Giddens. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji kerentanan penghidupan terhadap perubahan iklim, (2) menganalisis keragaman penghidupan, (3) menyelidiki praktik jaminan sosial lokal dalam bentuk relasi produksi dan nonproduksi, (4) mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengadaptasi kerentanan, dan (5) mensintesis pola keberlanjutan penghidupan.
Penelitian mengambil studi kasus Kabupaten Lebong yang wilayahnya didominasi kawasan hutan negara. Penelitian di tingkat desa dilaksanakan pada dua desa, masing-masing satu desa yang merepresentasikan agroekosistem persawahan (Desa Embong I) dan perladangan (Desa Suka Negeri). Penelitian ini dirancang sebagai penelitian campuran kuantitatif dan kualitatif dengan mendasarkan diri pada metode-metode survei rumah tangga, wawancara mendalam, pengamatan, dan studi data terdokumentasi. Survei rumah tangga dilaksanakan dengan melakukan wawancara terstruktur kepada responden yang dipilih secara cluster sampling sebanyak 63 rumah tangga di Embong I dan 83 di Suka Negeri. Data-data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada para informan kunci yang terdiri dari kepala desa, sekretaris desa, tokoh adat, tokoh agama, tokoh petani, tokoh perempuan, PPL Pertanian, pendamping PKH, pengurus kelompok PKH, dan penduduk lansia. Pengamatan partisipatif dilakukan pada beberapa peristiwa seperti aktivitas bekerja di sawah dan kebun, ‘buka kolam’, seremonial kelahiran anak, prosesi adat hantaran, kegiatan keagamaan, mufakat keluarga, dan mufakat kutai.
Penelitian ini menemukan bahwa komunitas masyarakat dengan agroekosistem persawahan lebih rentan dibandingkan perladangan. Meskipun tingkat kerentanan tidak terlalu tinggi, studi ini mengidentifikasi bencana alam yang mempengaruhi produksi pertanian dan mengancam penghidupan masyarakat. Masyarakat menghadapi masalah terkait kapasitas adaptif, yaitu pendidikan, under-employment, produktivitas pertanian, peluang bekerja non-pertanian, dan ketergantungan modal finansial. Masalah-masalah adaptasi juga terlihat dari relasi sosial yang sangat terbatas pada jaringan kekerabatan dan lemahnya partisipasi digital. Pada sisi lain terdapat masalah sensitivitas berupa akses pangan terutama pada masa paceklik, akses air pada musim kemarau, dan akses ke fasilitas kesehatan.
Selanjutnya, penelitian juga menemukan bahwa eksklusi yang membatasi modal alam adalah pendorong utama perubahan keragaman penghidupan. Pada desa dengan agroekosistem sawah, keterbatasan akses modal alam memaksa rumah tangga untuk mencari sumber mata pencaharian alternatif selain pertanian. Bersamaan dengan itu, kemampuan para aktor untuk meningkatkan intensitas tanam masih lemah. Sebaliknya, di desa dengan agroekosistem perladangan, keterbatasan akses terhadap modal alam diatasi dengan mengandalkan komoditas tanaman komersial. Diversifikasi penghidupan terjadi karena munculnya peluang bekerja di luar pertanian dengan bertumpu pada agensi yang ditentukan oleh penguasaan aset-aset penghidupan. Tren peningkatan diversifikasi penghidupan ini terlihat lebih jelas di desa ber-agroekosistem sawah yang menunjukkan sektor non-pertanian menjadi semakin penting bagi mata pencaharian mereka.
Jaminan sosial lokal berfungsi untuk mengantisipasi munculnya risiko terkait meningkatnya kebutuhan lahan, tenaga kerja dan kesempatan kerja, modal usaha, meningkatnya kebutuhan pangan dan tempat tinggal, serta perlindungan terhadap kelompok rentan. Jaminan sosial lokal bersumber dari relasi produksi, yaitu relasi kerja, penyakapan tanah, dan patron klien serta relasi nonproduksi, yaitu tradisi pinyem pada perkawinan, tutum (sumbangan), kelompok arisan, institusi masjid, serta ikatan kekerabatan dan pranata sedekah. Relasi sosial tersebut hadir secara ko-adaptasi sebagai bentuk saling mempengaruhi antara relasi resiprositas, redistribusi, dan pertukaran. Prinsip pertukaran yang didasarkan pada nilai material berkelindan dengan relasi-relasi yang mengubah bentuk resiprositas dan redistribusi.
Program penanggulangan kemiskinan untuk mengadaptasi kerentanan masih tersandera oleh proyek rutinitas pelayanan publik. Implementasi bantuan sosial menghasilkan unintended consequence of action sebagai narasi diskursif tentang masalah-masalah penyaluran. Upaya mengadaptasi kerentanan melalui program peningkatan intensitas pertanaman berhadapan dengan pola penghidupan agraris yang selaras dengan agroekosistem sawah serta kendala dukungan infrastruktur dan saprotan.
Keberlanjutan penghidupan masyarakat adat dalam tekanan struktural dan alam merupakan proses adaptasi yang diwujudkan dalam praktik farming without legal access, diversifikasi penghidupan, dan ‘ko-adaptasi dilematis’ jaminan sosial lokal. Kajian ini menekankan pentingnya relasi produksi dan nonproduksi sebagai bentuk jaminan sosial, serta peran program perlindungan sosial yang disediakan oleh negara.
Collections
- DT - Human Ecology [567]