Etiologi Penyakit Bercak Daun pada Bibit Kelapa Sawit di Indonesia
Date
2024Author
Priwiratama, Hari
Wiyono, Suryo
Tondok, Efi Toding
Hendrastuti, Elisabeth Sri
Wening, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan Indonesia yang menjadi tumpuan devisa. Pembibitan yang baik menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam kelapa sawit di lapangan. Namun, kegiatan pembibitan tidak terlepas dari masalah penyakit tanaman, salah satunya adalah bercak daun. Beberapa cendawan patogen bercak daun pada bibit kelapa sawit telah dilaporkan di berbagai belahan dunia. Meskipun demikian, di Indonesia, kebanyakan kasus bercak daun di pembibitan kelapa sawit diasosiasikan dengan Curvularia sp. tanpa proses identifikasi yang memadai. Oleh karena itu, penelitian mengenai etiologi penyakit bercak daun di perkebunan kelapa sawit di wilayah Indonesia masih diperlukan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki pembatas alami yang dapat mencegah perpindahan inokulum penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini akan turut memengaruhi keanekaragaman genetik dari cendawan patogen bercak daun kelapa sawit seperti Curvularia. Salah satu kunci manajemen penyakit bercak daun adalah pemahaman mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keparahan penyakit. Fenomena kekeringan telah menjadi isu penting terkait perubahan iklim global. Namun, bagaimana pengaruh kekeringan terhadap penyakit bercak daun kelapa sawit masih belum diketahui. Varietas tahan penyakit merupakan komponen penting dalam upaya mitigasi penyakit tanaman. Waktu yang panjang menjadi salah satu tantangan pada tahap seleksi ketahanan kelapa sawit terhadap penyakit bercak daun. Oleh karena itu, metode seleksi dini untuk mengevaluasi tingkat ketahanan penyakit masih sangat diperlukan. Detached leaf assay (DLA) telah diperkenalkan sebagai metode untuk seleksi tanaman kelapa sawit tahan penyakit bercak daun. Namun, apakah metode tersebut dapat menggambarkan tingkat ketahanan penyakit pada bibit kelapa sawit masih harus dikaji lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi cendawan patogen yang berasosiasi dengan penyakit bercak daun pada bibit kelapa sawit di Indonesia; (2) menganalisis keanekaragaman dan kekerabatan genetik Curvularia sp. sebagai model patogen bercak daun kelapa sawit; (3) mendeterminasi pengaruh kekeringan terhadap penyakit bercak daun Curvularia; dan (4) menganalisis korelasi tingkat keparahan penyakit antara metode DLA dan uji patogenisitas pada bibit kelapa sawit.
Penelitian ini terbagi kedalam empat tahapan pengerjaan, yaitu: (1) kajian mengenai distribusi dan cendawan patogen yang berasosiasi dengan penyakit bercak daun. Pada tahap ini, survei penyakit dilakukan di beberapa pembibitan kelapa sawit yang terletak di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua untuk memeroleh daun yang bergejala bercak daun. Isolasi cendawan dilakukan dari daun yang bergejala hingga diperoleh biakan murni. Selanjutnya, karakterisasi morfologi dan identifikasi secara molekuler dengan pendekatan multilokus dilakukan pada isolat cendawan patogen terpilih; (2) analisis keanekaragaman genetik Curvularia sp. Analisis keanekaragaman genetik dilakukan terhadap 41 isolat cendawan dengan metode amplified fragment length polymorphism (AFLP). Hasil skoring terhadap pita AFLP selanjutnya dianalisis untuk memperoleh pohon filogenetik. Sementara itu, uji patogenisitas terhadap isolat Curvularia dilakukan pada bibit umur tiga bulan untuk mengetahui tingkat virulensinya; (3) Uji dampak kekeringan terhadap keparahan penyakit bercak daun dilakukan dengan memberikan cekaman kekeringan pada bibit berumur tiga bulan dengan tingkat kandungan air setara kapasitas lapang (KL), 75% KL, 50% KL, dan 25% KL. Selanjutnya bibit diinokulasi dengan spora C. oryzae SU6 dan diamati tingkat keparahan penyakitnya selama tiga bulan; dan (4) Uji patogenisitas dilakukan pada potongan daun (DLA) dan bibit kelapa sawit dari delapan populasi berbeda menggunakan isolat C. oryzae SU6. Uji korelasi selanjutnya dilakukan untuk melihat hubungan antara kedua metode tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit bercak daun kelapa sawit disebabkan oleh tujuh genus cendawan patogen. Genus Curvularia merupakan yang paling dominan dengan proporsi 53,17%, diikuti genus Pestalotiopsis dengan proporsi 32,20%. Penelitian ini menjadi laporan pertama infeksi Neopestalotiopsis, Pseudopestalotiopsis, Phyllosticta, Nigrospora, dan Phoma pada bibit kelapa sawit di Indonesia. Identifikasi multilokus menunjukkan empat spesies Curvularia sebagai penyebab penyakit bercak daun kelapa sawit, yaitu: C. oryzae, C. geniculata, C. eragrostidis dan C. lunata. Penelitian ini turut menjadi laporan pertama terkait infeksi C. oryzae dan C. geniculata pada bibit kelapa sawit di Indonesia. Sementara itu, C. oryzae merupakan spesies predominan dengan proporsi isolat mencapai 93,58%.
Hasil analisis AFLP memperlihatkan bahwa secara genetik isolat Curvularia mengelompok berdasarkan lokasi geografisnya. Isolat C. geniculata memiliki hubungan genetik yang lebih dekat dengan C. eragrostidis dan C. lunata dibandingkan dengan C. oryzae. Pohon filogenetik memperlihatkan bahwa populasi C. oryzae dari pembibitan kelapa sawit mengelompok kedalam dua klaster genetik besar, yaitu klaster Sumatra dan Kalimantan. Sebaliknya, hasil uji patogenisitas memperlihatkan bahwa virulensi isolat Curvularia sangat bervariasi dan tidak memiliki keterkaitan dengan lokasi geografisnya. Hasil penelitian ini turut mengindikasikan adanya introduksi isolat C. oryzae dari Sumatra ke wilayah Kalimantan Barat.
Cekaman kekeringan berat dengan kandungan air 25% KL disertai infeksi C. oryzae berdampak negatif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, lebar bonggol, jumlah daun, dan biomassa tanaman secara signifikan. Namun, cekaman kekeringan berdampak positif pada penghambatan laju perkembangan penyakit bercak daun. Pada 90 hsi, tingkat keparahan penyakit bercak daun pada perlakuan kekeringan berat (25% KL) secara signifikan lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada penelitian ini, metode DLA telah dikembangkan dengan potongan daun F1 menjadi yang paling sesuai untuk uji patogenisitas. Metode DLA mampu menggambarkan tingkat ketahanan penyakit bercak daun pada bibit kelapa sawit berumur tiga bulan. Korelasi tingkat keparahan penyakit dan rangking kerentanan populasi sangat tinggi, berturut-turut mencapai 0,914 dan 0,944. Hasil uji patogenisitas pada metode DLA dan bibit kelapa sawit secara konsisten menunjukkan bahwa populasi KS 2 dan KS 6 memiliki tingkat ketahanan yang lebih baik terhadap penyakit bercak daun Curvularia. Oil palm stands as a valuable plantation commodity in Indonesia, significantly contributing to the nation’s foreign exchange earnings. Ensuring high-quality nursery practices is crucial for producing superior oil palm planting materials. However, these nursery activities are often challenged by plant diseases, with leaf spot disease being a notable concern. Several phytopathogenic fungi have been reported as the causal agent of leaf spot diseases on oil palm seedlings worldwide. However, in Indonesia, most leaf spot cases in oil palm nurseries were frequently claimed to be caused by Curvularia sp. despite the lack of a proper identification. Therefore, research on the etiology of the disease throughout oil palm plantations in Indonesia is still required. As an archipelagic country, Indonesia has natural barriers that can prevent the movement of disease inoculum from one place to another. This may also affect the genetic diversity of leaf spot pathogens such as Curvularia. One of the keys to managing leaf spot disease is the knowledge of factors affecting the disease severity. Drought stress has been the main issues related to the global climate change. To which extent these two elements influence leaf spot disease on oil palm remains unknown. Resistant planting material is a significant component in plant disease mitigation. The extended duration required for selecting oil palm resistance to leaf spot disease presents a significant challenge. Therefore, an early selection method to evaluate disease resistance levels are still highly required. A detached leaf assay has been established as a straightforward tool for screening disease-resistant oil palm against leaf spot. However, whether this method can describe the level of disease resistance in oil palm seedlings still needs to be investigated.
The objectives of this study are: (1) to pinpoint the fungal pathogens associated with leaf spot diseases on oil palm seedlings in Indonesia; (2) to unravel the genetic relationship of Curvularia sp., serving as a model for the oil palm leaf spot pathogen; (3) to assess the impact of drought on Curvularia leaf spot disease; and (4) to examine the correlation of the disease severity resulting from the DLA method and pathogenicity test on oil palm seedlings.
This study is divided into four working packages, consist of: (1) study of the identification and distribution of fungal pathogens linked with oil palm leaf spot diseases. Disease surveillance was conducted in several oil palm nurseries located in Sumatra, Java, Kalimantan, Sulawesi, Maluku and Papua to collect diseased leaf samples. Fungal isolation was subsequently carried out from symptomatic leaves until pure cultures were obtained. Morphological characterization and molecular identification using a multilocus approach were further carried out on selected pathogenic fungal isolates; (2) genetic diversity analysis of Curvularia sp. The analysis was conducted on 41 fungal isolates using the amplified fragment length polymorphism (AFLP) method. The scoring results of the AFLP bands were then analyzed to obtain a phylogenetic tree. In addition, pathogenicity tests on the Curvularia isolates were also conducted on 3-month-old seedlings to determine its virulence level; (3) The impact of drought on the severity of leaf spot disease was conducted by simulating drought stress to 3-month-old seedlings under varied water content levels, equivalent to the field capacity (KL), 75% KL, 50% KL, and 25% KL followed by C. oryzae SU6 innoculation. The severity of the disease was observed for three months; and (4) The pathogenicity test utilizing the detached leaf assay (DLA) and oil palm seedlings. The pathogenicity test was conducted on leaf cuttings (DLA) and 3-month-old seedlings from eight different populations using the C. oryzae SU6 isolate. The correlation analysis was then conducted to elucidate the relationship between the two methodologies.
This study showed that seven genera of pathogenic fungi linked to the oil palm leaf spot disease. Curvularia is predominant genus, with a proportion of 53.17%, followed by Pestalotiopsis with a proportion of 32.20%. In addition, this study is the first to report the infection of Neopestalotiopsis, Pseudopestalotiopsis, Phyllosticta, Nigrospora, and Phoma on oil palm seedlings in Indonesia. Multilocus identification revealed four species of Curvularia, namely C. oryzae, C. geniculata, C. eragrostidis, and C. lunata responsible for the leaf spot disease on oil palm. This study marks the first report of C. oryzae and C. geniculata infection on oil palm seedlings in Indonesia. Curvularia oryzae is the predominant pathogen, with a proportion of isolates reaching 93.58%.
The AFLP analysis results showed that the Curvularia isolates were genetically grouped based on their geographical location. The C. geniculata isolates have a closer genetic relationship to C. eragrostidis and C. lunata than to C. oryzae. The phylogenetic tree shows that the C. oryzae population from oil palm nurseries is grouped into two large genetic clusters: Sumatra and Kalimantan. In contrast, the results of pathogenicity tests showed that the virulence of Curvularia isolates varies greatly and is unrelated to geographic location. This study also suggests the introduction of C. oryzae isolates from Sumatra to West Kalimantan.
Severe drought stress with a water content of 25% KL accompanied by C. oryzae infection had a significant negative impact on seedling height, bole diameter, number of leaves, and seedling biomass. Conversely, an unexpected positive effect of drought stress was its capacity to suppress the severity of leaf spot disease. At 90 days after innoculation, the severity of leaf spot disease in the severe drought treatment (25% KL) was significantly lower than other treatments.
This study introduved the DLA method, with the F1 leaf being the most suitable for pathogenicity testing. The DLA method was able to describe the level of resistance to leaf spot disease in 3-month-old oil palm seedlings. The correlation between disease severity and susceptibility ranking was significant, with the coefficient of correlation being 0.914 and 0.944, respectively. The results of the pathogenicity test on the DLA method and oil palm seedlings consistently showed that KS 2 and KS 6 populations had better resistance to Curvularia leaf spot disease.
Collections
- DT - Agriculture [752]