Pengendalian Aliran Air Di Badan Sungai Untuk Pengurangan Bencana Banjir (Studi Kasus Sungai Ciliwung)
Date
2024Author
Ariyani, Dwi
Purwanto, Moh. Yanuar Jarwadi
Sunarti, Euis
Perdinan
Metadata
Show full item recordAbstract
Bencana banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling merusak dan sering terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, Indonesia mengalami 1.296 kejadian bencana, dengan banjir menjadi kejadian bencana paling banyak, mencapai 495 kejadian. Salah satu wilayah yang sering terkena dampak banjir adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, yang mengalir sepanjang 129 km dari Gunung Gede-Pangrango hingga Pluit, Jakarta Utara. Faktor-faktor pengaruh penyebab banjir meliputi faktor iklim dan non iklim. Selain itu perubahan iklim juga meningkatkan curah hujan ekstrim, yang dapat memicu bencana banjir. Di Jakarta, Sungai Ciliwung memiliki dampak signifikan pada kejadian banjir karena kerusakan badan sungai akibat alih fungsi lahan dan penyempitan serta pendangkalan di beberapa bagian sungai. Banjir parah terjadi pada tahun 2002, 2007, 2015, dan 2020, dengan kerugian finansial yang meningkat setiap tahun. Penyebab utama meliputi aktivitas manusia yang mengubah tata guna lahan dan pengurangan tutupan lahan yang menyebabkan penurunan daya dukung lahan serta sistem drainase yang tidak memadai. Penanganan banjir di Sungai Ciliwung melibatkan berbagai stakeholder, termasuk Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, BBWS Ciliwung Cisadane, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi bahaya banjir, dengan metode Cross-Impact Matrix Multiplication Applied to Classification (MIC-MAC). Kemudian faktor-faktor tersebut menjadi masukan analisis pemetaan bahaya banjir untuk melihat wilayah terdampak banjir, analisis ini berdasarkan bobot masing-masing faktor menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), dengan kombinasi pemetaan spasial sehingga didapatkan peta bahaya banjir di daerah aliran Sungai Ciliwung, kemudian untuk mengetahui besarnya debit banjir yang masuk ke sungai berdasarkan analisis hidrologi, dan analisis hidrolika dilakukan dengan memanfaatkan model HEC-RAS untuk mengetahui lokasi modifikasi koefisien kekasaran Manning dalam pengendalian aliran air di badan sungai sehingga diketahui dampaknya terhadap debit aliran banjir. Setelah diketahui lokasi banjir maka dilakukan analisis Matrix of Alliances and Conflicts Tactics, Objectives and Recommendations (MACTOR) diterapkan untuk mengevaluasi peran masing-masing stakeholder dan melihat hubungan masing-masing stakeholder dalam mewujudkan pengendalian banjir di badan sungai. Tujuan utama penelitian ini adalah mitigasi banjir di Sungai Ciliwung melalui modifikasi nilai Manning, yang memerlukan kolaborasi aktif dari semua stakeholder terkait untuk efektivitas implementasinya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan dan jarak dari sungai merupakan faktor kunci yang mempengaruhi bahaya banjir, untuk analisis peta bahaya banjir berdasarkan 6 variabel pengaruh penyebab banjir yaitu curah hujan, jarak dari sungai, jenis tanah, topografi, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan, dari hasil analisis bobot pengaruh pada tiap parameter curah hujan mempunyai bobot paling besar yaitu 0.270, tutupan lahan (0.190), kemiringan lereng (0.164), jarak dari sungai (0.155), topografi (0.124) dan jenis tanah (0.096), bobot tersebut membentuk peta bahaya banjir berdasarkan hasil skoring masing-masing parameter, dengan validasi peta dilakukan pada kejadian banjir di tahun 2015 dan 2020, dan diketahui kejadian banjir di tahun tersebut berada pada zona bahaya tinggi sampai dengan sangat tinggi.
Dalam hal ini untuk pengurangan bencana banjir yang bisa diintervensi adalah jarak dari sungai, intervensi dilakukan dengan modifikasi angka kekasaran manning dengan menggunakan vegetasi, berdasarkan analisis hidrologi diketahui besarnya debit banjir di Sungai Ciliwung adalah 564 m3/detik dengan kala ulang 25 tahun. Kemudian dilakukan analisis hidrolika untuk mengetahui daerah yang melimpas, berdasarkan geometri saluran sebanyak 1129 cross section sampai ke pintu air Manggarai, diketahui daerah yang melimpas berada di beberapa kecamatan, di Kabupaten Bogor, Kota Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, yaitu Kecamatan Bojonggede, Sukmajaya, Jagakarsa, Pasar Minggu, Jatinegara di Kelurahan Kampung Melayu, dan Kramat Jati di kelurahan Cawang. Modifikasi Manning dilakukan di badan sungai bagian tengah, yang dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan air menuju ke hilir, sehingga dapat mereduksi debit banjir di sungai, vegetasi yang digunakan adalah jenis tanaman berakar tunggang karena dapat memperkuat struktur tanah seperti beringin, pohon buah-buahan, pandan berduri dan kaliandra, serta tanaman berakar serabut seperti bambu karena sistem perakaran tanaman bambu sangat rapat dan dapat menyebar kesegala arah. Dari hasil modifikasi ini dapat mengurangi debit banjir sebesar 36% sampai 51 %.
Untuk mewujudkan modifikasi angka kekasaran Manning dalam pengurangan banjir diperlukan peran serta stakeholder, dalam hal ini terdapat 13 stakeholder yang berhubungan dengan pengendalian banjir di badan sungai, dari analisis MACTOR menunjukkan bahwa Ditjen SDA, BBWS Ciliwung-Cisadane, dan PDASRH adalah stakeholder kunci yang mempengaruhi kebijakan pada pengelolaan banjir di badan sungai, dengan BBWS Cilincis memiliki skor mobilisasi tertinggi, menunjukkan kemampuannya yang besar dalam menggerakkan sumber daya. Dari hasil analisis SWOT mengusulkan empat strategi pengelolaan: (1) Peningkatan infrastruktur sungai oleh pemerintah, (2) Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, (3) Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan, serta (4) Pembatasan bangunan di bantaran dan sempadan sungai. Dari hasil analisis MACTOR diketahui pola pengelolaan badan sungai untuk pengurangan banjir, untuk strategi peningkatan kesadaran masyarakat dan pembangunan infrastruktur termasuk infrastruktur dibadan sungai dengan vegetasi dilakukan oleh BBWS Cilincis, PDASRH, Ditjen SDA, Bapenas, KPS, dan masyarakat sempadan. Sedangkan untuk pembatasan bangunan di sempadan dilakukan oleh Dinas SDA, PUPR Kota Depok, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor. Dengan melakukan sinergi para pihak, Intervesi dari parameter pengendali banjir dapat direalisasikan. BBWS dan Ditjen SDA sebagai aktor kunci dalam pengelolaan banjir di badan sungai, yang membuat kebijakan terkait anggaran dan melaksanakan pembangunan infrastruktur, sehingga dibutuhkan kolaborasi dengan semua pihak dan masyarakat secara aktif.