Potensi Ekstrak Pasak Bumi, Kunyit Putih dan Bawang Putih untuk Pencegahan Infeksi Vibrio parahaemolyticus pada Kegiatan Budidaya Udang Vaname
Date
2024Author
Kurniawinata, Mohamad Iqbal
Sukenda
Wahjuningrum, Dinamella
Widanarni
Ekasari, Julie
Metadata
Show full item recordAbstract
Upaya peningkatan produksi udang menyebabkan perkembangan pesat dari sistem budidaya udang dengan teknologi tradisional dan semi intensif menuju intensif. Budidaya udang intensif ditandai dengan penggunaan padat tebar yang tinggi. Sistem budidaya ini dapat menimbulkan berbagai penyakit jika terjadi ketidakseimbangan antara lingkungan, patogen dan organisme budidaya. Penyakit selalu menjadi faktor penting penghambat perkembangan budidaya udang. Pengendalian penyakit melalui penggunaan fitobiotik sebagai pakan aditif dalam akuakultur memiliki kelebihan seperti pengolahan yang sederhana, serta ramah lingkungan untuk digunakan dalam jangka waktu lama. Pasak bumi (Eurycoma longifolia), kunyit putih (Curcuma zedoaria) dan bawang putih (Allium sativum) memiliki potensi untuk digunaksan sebagai fitobiotik. Sehingga diperlukan penelitian untuk mengevaluasi potensi pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih sebagai fitobiotik untuk pengendalian penyakit vibriosis pada udang vaname.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas ekstrak pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih sebagai fitobiotik untuk pengendalian infeksi Vibrio parahaemolyticus pada budidaya udang vaname. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, (1) Evaluasi ekstrak pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih sebagai antibakteri terhadap V. parahaemolyticus, (2) Efektivitas ekstrak pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup udang yang diuji tantang V. parahaemolyticus; (3) Evaluasi efektivitas ekstrak fitobiotik dan keragaman mikrobiota usus udang yang dipelihara dengan penambahan ekstrak pasak bumi di tambak
Tahap pertama pada penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri, dan antibiofilm ekstrak tiga bahan fitobiotik yaitu pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri patogen Vibrio parahaemolyticus. Fitobiotik diekstrak dengan etanol 96% sebagai pelarut dengan perbandingan 1:10 (b/v) dengan metode maserasi. Ekstrak digunakan untuk uji penghambatan terhadap V. parahaemolyticus. Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) menunjukkan bahwa senyawa bioaktif fitokimia yang terdapat dalam pasak bumi lebih beragam dengan kandungan total fenol dan total flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kunyit putih dan bawang putih yaitu sebesar 9,61 % (b/b) dan 13,38 QE/g. Penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) menunjukkan nilai konsentrasi ekstrak yang bersifat bakterisida pada pasak bumi memiliki nilai konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ditemukan di kunyit putih atau bawang putih. Nilai MIC pasak bumi dalam menghambat aktivitas bakteri V. parahaemolyticus hingga 100% didapatkan pada dosis 16 mg mL-1. Masing-masing ekstrak juga memiliki kemampuan penghambatan dan destruksi biofilm V. parahaemolyticus. Ekstrak pasak bumi dan bawang putih memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri serta menghambat dan mendestruksi pembentukan biofilm V. parahaemolyticus
dibandingkan dengan ekstrak kunyit putih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasak bumi memiliki potensi sebagai antibakteri dan antibiofilm.
Tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak pasak bumi, kunyit putih dan bawang putih pada pakan terhadap respons imun dan resistansi udang vaname terhadap infeksi V. parahaemolyticus. Perlakuan yang diuji adalah empat perlakuan pemberian pakan dengan penambahan fitobiotik yang berbeda yang dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan penambahan fitobiotik dalam pakan meliputi ekstrak fitobiotik pasak bumi sebanyak 1,6% (EL16), ekstrak kunyit putih sebanyak 6,4% (CZ64), dan ekstrak bawang putih 6,4% (AS64), dan campuran fitobiotik 1:1:1 (C1) dalam pakan. Udang uji berukuran awal 2,53 ± 0,22 g diberi pakan perlakuan secara at satiation sebanyak empat kali sehari selama 42 hari masa pemeliharaan. Uji tantang bakteri V. parahaemolyticus melalui injeksi (105 CFU ekor-1) dilakukan pada akhir pemeliharaan selama tujuh hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak fitobiotik dalam pakan dapat meningkatkan performa pertumbuhan dan respons imun pada udang yang diuji tantang V. parahaemolyticus ditunjukkan oleh adanya peningkatan total hemocyte count, aktivitas fagositosis, aktivitas phenoloxidase, dan respiratory burst. Hasil uji tantang dengan V. parahaemolyticus menunjukkan bahwa penambahan ekstrak fitobiotik mampu mengurangi kerusakan struktur sel usus dan hepatopankreas, menghambat pertumbuhan bakteri V. parahaemolyticus serta mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang dibandingkan dengan kontrol.
Tahap ketiga bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas fitobiotik ekstrak pasak bumi pada pemeliharaan udang vaname di tambak. Parameter yang diamati meliputi kinerja pertumbuhan dan efisiensi pakan yang diukur yaitu bobot akhir, laju pertumbuhan spesifik rasio konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup, serta mengamati gejala klinis yang muncul saat outbreak penyakit terjadi. Berdasarkan gejala klinis dan uji konfirmasi PCR menunjukkan bahwa tambak pemeliharaan positif terserang penyakit acute hepatopancreatic necrosis disease dan white feces disease. Penambahan ekstrak pasak bumi (EL16) mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang hingga 95% pada saat outbreak penyakit itu terjadi. Selain itu, EL16 mampu meningkatkan biomassa panen dan menurunkan nilai rasio konversi pakan (RKP) dibandingkan perlakuan kontrol.
Hasil seluruh tahapan penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pasak bumi merupakan perlakuan terbaik yang mampu meningkatkan kelangsungan hidup, respons imun, mengurangi populasi V. parahaemolyticus RfR, mengurangi kerusakan hepatopankreas dan usus pada udang vaname setelah uji tantang. Selain itu, efektivitas ekstrak pasak bumi 1,6% (EL16) terbukti mampu mengurangi dampak dari infeksi alami yang disebabkan oleh bakteri V. parahaemolyticus, mampu menjaga keragaman dan stabilitas mikrobiota usus, sehingga mampu meningkatkan kelangsungan hidup, biomassa panen dan mengurangi rasio konversi pakan lebih baik dibandingkan dengan udang yang dipelihara tanpa penambahan fitobiotik. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pasak bumi 1,6% (EL16) dapat menjadi alternatif untuk mengendalikan wabah penyakit yang terjadi pada kegiatan budidaya udang, sehingga mampu meningkatkan produktivitas budidaya.
Collections
- DT - Fisheries [726]