Show simple item record

dc.contributor.advisorKoesmaryono, Yonny
dc.contributor.advisorDasanto, Bambang Dwi
dc.contributor.advisorPerdinan
dc.contributor.advisorFaqih, Akhmad
dc.contributor.authorAminoto, Tugiyo
dc.date.accessioned2024-08-22T13:22:28Z
dc.date.available2024-08-22T13:22:28Z
dc.date.issued2024
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/158280
dc.description.abstractSimulasi multi-model CORDEX-SEA (Coordinated Regional climate Downscaling Experiment – Southeast Asia) merupakan sekumpulan model iklim regional beresolusi tinggi (25 km) yang paling komprehensif di wilayah Asia Tenggara saat ini. Ada beberapa kesenjangan dalam literatur penelitian terkait evaluasi performa model hujan pada simulasi CORDEX-SEA, pertama, umumnya berfokus pada aspek spasial sedangkan kedalaman aspek temporalnya masih terbatas. Kedua, dalam membandingkan pola hujan antar sub wilayah tertentu umumnya masih menggunakan batas wilayah berupa garis persegi sebagai aproksimasi sedangkan batas wilayah tersebut lebih akurat jika ditentukan dengan metode klasterisasi. Ketiga, belum diselidikinya kemampuan model dalam menangkap telekoneksi ENSO/IOD terhadap anomali hujan di Asia Tenggara. Keempat, rata-rata ansambel yang digunakan belum memperhitungkan faktor bobot dari performa tiap model penyusunnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi secara sistematis dan komprehensif performa sembilan model hujan dalam database CORDEX-SEA pada aspek spasial, temporal, klasterisasi pola hujan, telekoneksi ENSO/IOD dan penerapan faktor bobot pada rata-rata ansambelnya. Instrumen analisis data dalam penelitian ini menggunakan pemograman Python hasil adopsi dan modifikasi dari aplikasi open source RCMES (Regional Climate Models Evaluation System) pada laman https://rcmes.jpl.nasa.gov. Modifikasi yang dilakukan berupa penyesuaian berorientasi kebutuhan dan penambahan beberapa aspek evaluasi yang belum ada yaitu: korelasi pada tiap titik grid domain, klasterisasi pola hujan menggunakan metode hierarchical dan non-hierarchical (k-means) clustering, rata-rata ansambel dengan faktor bobot, analisis wavelet, Fast Fourier Transform (FFT), Empirical Orthogonal Function (EOF). Hasil pengembangan sistem evaluasi model hujan untuk Asia Tenggara tersebut diunggah dan dapat diunduh pada laman https://github.com/tugiyo523/RCMES_CORDEX-SEA. Hasil evaluasi performa model pada aspek spasial menunjukkan bahwa, pada musim hujan (DJF), over-estimate yang tinggi terjadi pada model ECE-RegCM4-3 dan GFDL-RegCM4-3 khususnya pada wilayah Indonesia dan model IPSLRegCM4-3 di wilayah Myanmar dan sekitarnya sedangkan pada musim kemarau (JJA) terjadi hal yang sama namun cenderung pada wilayah yang berkebalikan. Di antara 9 model CORDEX-SEA yang diperbandingkan, CNRM-RCA4 memiliki performa terbaik (rata-rata skor = 0.83) sedangkan rata-rata ansambelnya mengungguli semua model (0.91). Pada aspek temporal, semua model di wilayah sekitar Laut Cina Selatan dan separuh model di wilayah Indonesia memiliki performa rendah, model dengan skor performa tertinggi adalah CNRM-RCA4 (0.31) diikuti oleh HadGEM2-RCA4 (0.30) sedangkan rata-rata ansambelnya (Multi Model Ensembel atau MME) mengungguli semua model tunggal (0.39). Hasil klasterisasi pola hujan berdasarkan data reanalisis ERA5 menggunakan metode k-means clustering dengan jumlah klaster optimalnya ditentukan dari grafik dendogram menunjukkan bahwa jumlah klaster yang diperoleh untuk domain Asia Tenggara, Indonesia dan Sumatera yaitu masing-masing 6, 4 dan 3. Hasil ini teramati berbeda-berbeda terhadap hasil klasterisasi pada 6 data observasi yang ditinjau. Penentuan jumlah klaster optimal dengan metode dendogram hasilnya lebih sesuai dibanding menggunakan 5 metrik berbasis statistik yang digunakan. Sensitivitas metrik tersebut rendah pada domain Asia Tenggara dan Indonesia (ukuran domain besar) namun untuk Sumatera (domain lebih kecil) hasil jumlah klasternya cukup sesuai. Selain itu, pada kebanyakan data model dan juga ERA5 teramati pola hujan tinggi di sepanjang wilayah pantai barat dan Bukit Barisan Sumatera namun hal ini tidak terdeteksi pada semua data observasi yang digunakan. Perbedaan ini kemungkinan akibat data observasi di daerah pegunungan umumnya memiliki jumlah stasiun pengukur hujan yang jumlahnya sedikit dan/atau sebaranya tidak merata. Terkait klaster pola hujan, mayoritas model menghasilkan kemiripan yang sangat kurang terhadap data referensi (ERA5) sedangkan model IPSL-RegCM4-3 similaritasnya cukup baik. Tipe hujan monsunal dan equatorial di Sumatera tertangkap dengan baik oleh model IPSL-RegCM4-3 namun tidak tertangkap model lainya. Hasil dari metode klasterisasi dengan k-means clustering ini berimplikasi dalam upaya meningkatan presisi dalam penentuan batas-batas klaster dan kepraktisan dalam mengkarakterisasi variabilitas temporal pada suatu klaster serta perlunya perspektif klaster pola hujan sebagai salah satu indikator dalam evaluasi performa model hujan. Terkait pengaruh telekoneksi ENSO/IOD, hasil korelasi spasial indek Niño3.4 dengan data anomali hujan observasi di Asia Tenggara menunjukkan bahwa model yang memiliki kemiripan tertinggi (terhadap data observasi) adalah GFDL-RegCM4-3 (0,57) diikuti oleh CNRM-RCA4 (0,40) sedangkan terkait indek IOD skor tertinggi juga dimiliki dua model tersebut (dengan skor 0,63 dan 0,76). Hasil penerapan faktor bobot pada rata-rata ansambel menunjukkan bahwa ansambel terbobot WE-Rand memiliki performa yang sedikit lebih baik (0,93) dibanding ansambel tanpa faktor bobot (0,90) dan model lainnya. Untuk model tunggal,skor performa model CNRM-RCA4 lebih tinggi (0,83) dari model individu lainnya (berkisar 0,50-0,73). Pada aspek temporal, tidak ada rata-rata ansambel yang secara konsisten memiliki performa tertinggi di setiap wilayah demikian juga untuk model tunggal. Hasil evaluasi model hujan yang sistematis dan komprehensif tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih model hujan dan tipe ansambel terbaiknya sebagai upaya mendapatkan analisa dan proyeksi iklim yang lebih akurat di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, sistem evaluasi model berbasis Python yang dikembangkan dan digunakan dalam penelitian ini dapat menjadi sistem evaluasi model hujan untuk wilayah Asia Tenggara. Sistem ini sangat bermanfaat seiring dengan banyaknya dan meningkatnya jumlah model iklim di masa yang akan datang.
dc.description.sponsorshipLPDP
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePerforma Model Hujan CORDEX-SEA pada Aspek Spatial-Temporal dan Implementasi Faktor Bobot pada Rata-rata Ansambelid
dc.title.alternativePerformance of CORDEX-SEA Rainfall Model on Spatial-Temporal Aspect and Implementation of Weighting Factors on Ensemble Mean
dc.typeDisertasi
dc.subject.keywordansambel terbobotid
dc.subject.keywordsimulasi hujan CORDEX- SEAid
dc.subject.keywordperforma modelid
dc.subject.keywordk-means clustering
dc.subject.keywordspatial temporal performance
dc.subject.keywordweighted ensemble mean


Files in this item

No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record