Efektivitas Kelembagaan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Pulau Kecil. Pulau Buano Maluku
Date
2024Author
Salampessy, Messalina Lovenia
Nugroho, Bramasto
Kusmana, Cecep
Hendrayanto
Metadata
Show full item recordAbstract
MESSALINA L SALAMPESSY. Efektivitas Kelembagaan Lokal Dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove Di Pulau Kecil. Pulau Buano Maluku Dibimbing
oleh BRAMASTO NUGROHO, CECEP KUSMANA, dan HENDRAYANTO
(mengantikan Alm HARIADI KARTODIHARDJO).
Peran kelembagaan lokal diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
mengatasi degradasi dan meningkatkan upaya rehabilitasi hutan mangrove di Pulau
kecil. Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan tentang bagaimana efektivitas
kelembagaan lokal dalam keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di Pulau
Buano. Tujuan tersebut dijabarkan dalam beberapa kajian:1) mengidentifikasi dan
mendeskripsikan komposisi spesies dan struktur tegakan mangrove,2) menganalisis
struktur kelembagaan lokal pengelolaan hutan mangrove, 3). menganalisis tipologi
modal sosial dalam menginisiasi aksi kolektif masyarakat untuk keberlanjutan
pengelolaan hutan mangrove, 4) menganalisis peran para pihak dalam pengelolaan
hutan mangrove di pulau Buano,5) menganalisis efektivitas dan kinerja
kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumber daya hutan mangrove. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-studi kasus dengan
menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif berdasarkan kebutuhan masing-
masing kajian.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa kawasan komposisi mangrove secara
keseluruhan teridentifikasi 8 family mangrove dengan 12 spesies. Spesies
Rhizophora mucronata mendominasi. Struktur horisontal memperlihatkan grafik
kerapatan hutan mangrove cenderung membentuk L-form. Elemen modal sosial
yang paling berpengaruh di kedua Desa adalah unsur saling percaya (trust) disusul
oleh kepatuhan terhadap norma yang berlaku (norms) serta terbangunnya jaringan
sosial secara luas (networking). Salah satu kendala di masyarakat Buano adalah
adanya kekuatan simbolik (symbolic power) namun belum menginisiasi common
knowledge bagi upaya kelestarian hutan mangrove.
Prinsip keberlanjutan institusi yang tidak berjalan optimal pada kelembagaan
lokal adalah prinsip kejelasan tata batas, prinsip pengaturan kolektif, prinsip
resolusi konflik dan prinsip keterkaitan dalam sistem pengelolaan. Hambatan
keberlanjutan institusi adalah aturan informasi yang terbatas pada masing-masing
Soa dan belum tersedia aturan Soa untuk mengatur secara kolektif pengunaan
sumber daya dalam jumlah besar; aturan lingkup yang belum mengatur mekanisme
keberlanjutan pengelolaan sumberdaya, dan aturan pengelolaan kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil belum mengatur mekanisme keterlibatan para pihak.
Teridentifikasi aktor-aktor dominan antaralain tokoh adat/kepala Soa,
Kementrian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Negeri Buano Selatan dan Buano
utara, LPPM/LSM lokal dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang
diharapkan berperan langsung dalam merancang perencanaan, pola komunikasi
dan koordinasi, mengarahkan pemangku kepentingan lainnya. Pemangku
kepentingan lainnya berperan dalam penyiapan prosedur, penentuan struktur
operasional dan bentuk implementasi kegiatan yang dilakukan. Kolaborasi menjadi
kunci keberhasilan peran para pihak. Pendekatan policentric dapat dilakukan untuk
masyarakat dapat membenahi dan membuat aturan pengelolaan sumber daya hutan
mangrove yang berkelanjutan dengan dukungan pemerintah dan lembaga terkait.
Strategi keberlanjutan untuk mewujudkan efektivitas pengelolaan
kelembagaan lokal yang dapat diterapkan adalah: Pertama pengaturan pemanfaatan
hak private untuk kepentingan bersama. Hal ini membutuhkan kesepakatan dan
mekanisme pengaturan sumberdaya secara bersama yang disesuaikan dengan
potensi sumberdaya pada masing-masing Soa. Kedua, penguatan modal sosial
untuk meningkatkan trust melalui pendekatan komunikasi efektif terutama dengan
Pemerintah Daerah. Ketiga, perlu dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan hutan mangrove yang dapat dilakukan melalui strategi persuatif,
edukatif dan fasilitatif. Keempat, membenahi kelemahan pada struktur dalam
penerapan rule in use pada aturan-aturan informasi dan aturan mekanisme
keberlanjutan, penyelesain konflik internal serta penguatan peran kewang dan
pemberlakuan budaya Sasi. Pendekatan policentric dapat dilakukan dengan
pelibatan aktif peran Pemerintah dalam membenahi persoalan kelembagaan lokal
yang dihadapi masyarakat. Kelima penataan peran para pihak melalui tata kelola
kolaboratif dalam menentukan berbagai kebijakan untuk menunjang kelestarian
hutan mangrove dan kesejahteran masyarakat lokal.
Kata Kunci: efektivitas kelembagaan, hutan mangrove, kelembagaan lokal,
kekuatan simbolis, modal sosial, pulau kecil, pengetahuan bersama, polisentrik.
Collections
- DT - Forestry [347]