Model Pengelolaan Sampah Elektronik Rumah Tangga Berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta
Date
2024Author
Soesanto, Hari
Ma'arif, Mohamad Syamsul
Anwar, Syaiful
Yurianto
Metadata
Show full item recordAbstract
Sampah elektronik merupakan salah satu masalah yang berkembang pesat di dunia terutama pada perkotaan. Sampah elektronik yang lebih dikenal dengan istilah e-waste atau electronic waste merupakan barang elektronik atau elektrik yang sudah tidak digunakan lagi oleh penggunanya. Pengelolaan yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya bahaya bagi lingkungan termasuk berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Salah satu sumber sampah elektronik yaitu berasal dari rumah tangga. Di Indonesia, salah satu provinsi yang memerlukan peningkatan atau perbaikan pengelolaan sampah elektronik adalah Provinsi DKI Jakarta. Pengelolaan sampah elektronik merupakan kewenangan Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Pemerintah Pusat dalam memberikan pelayanan publik kepada warga dan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk memformulasikan model pengelolaan sampah elektronik rumah tangga berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta. Secara keseluruhan, tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis kondisi terkini tentang data sampah elektronik rumah tangga, (2) menganalisis proses bisnis pengelolaan sampah elektronik rumah tangga, (3) menganalisis stakeholder yang terkait dengan sampah elektronik, (4) memformulasikan indikator dan framework monitoring ekonomi sirkular pada pengelolaan sampah elektronik, serta (5) memformulasikan model konseptual pengembangan sistem pengelolaan sampah elektronik rumah tangga berkelanjutan di Jakarta.
Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada kurun waktu September 2021 – Maret 2022. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan berpikir sistem. Metodologi berpikir sistem yang digunakan yaitu Soft Systems Methodology (SSM) yang dikombinasikan dengan Interpretive Structural Modelling (ISM) dan Fuzzy Cognitive Mapping (FCM). Metode lainnya yang digunakan yaitu metode analisis proses bisnis dan analisis stakeholder. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengelolaan sampah elektronik rumah yang dilakukan secara formal oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumpulkan sampah elektronik melalui tiga mekanisme yaitu pengambilan langsung sampah elektronik (35,5%), drop box sampah elektronik (0,6%), dan pengumpulan sampah sementara sampah elektronik (63,9%). Total sampah elektronik yang dikelola secara formal pada 2021 adalah 33.289 kg. Jumlah sampah elektronik per kapita yang dikelola secara formal oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,003 kg/ jiwa/ tahun. Terdapat lima jenis sampah elektronik yang dikelola yaitu televisi, lampu, baterai, cartridge printer, dan sampah elektronik lainnya.
Dari aspek stakeholder, pengelolaan sampah elektronik saat ini masih terbatas dikelola secara formal oleh pemerintah daerah. Salah satu solusi skema kolaborasi lintas sektor yaitu skema kolaborasi penta-helix yang melibatkan akademisi, pemerintah, bisnis, komunitas, dan media. Keterlibatan seluruh pihak yaitu masyarakat dan aktor lainnya menjadi salah satu kunci kesuksesan pengelolaan sampah elektronik yang berkelanjutan dengan dorongan penuh dari pemerintah sebagai regulator dan juga leader/koordinator.
Berdasarkan aspek proses bisnis, telah dipetakan proses bisnis eksisting dan disain baru untuk pengumpulan e-waste secara formal di Jakarta menggunakan Business Process Model and Notation (BPMN). Beberapa hal utama yang direkomendasikan dari peta proses bisnis baru ini adalah perlunya aplikasi digital untuk layanan pengambilan sampah elektronik dengan mengintegrasikan aplikasi layanan publik digital (e-government) yang sudah ada di Jakarta, yaitu aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Faktor penting lainnya yaitu regulasi/standar, data, kelembagaan, jaringan aktor, kecepatan layanan, dan cakupan layanan.
Disain indikator ekonomi sirkular untuk pengelolaan e-waste yang berkelanjutan di Jakarta yang terformulasikan berdasarkan penelitian ini yaitu sebanyak 9 indikator. Kesembilan indikator tersebut adalah (1) Jumlah dan tipe produk elektronik yang terjual di pasar, (2) Jumlah dan tipe material (logam dan plastik) hasil dari proses daur ulang, (3) Nilai rupiah hasil perolehan material daur ulang, (4) Jumlah material daur ulang untuk penggunaan produksi elektronik kembali, (5) Jumlah dan tipe e-waste yang dihasilkan rumah tangga, (6) Jumlah pengumpul e-waste teregistrasi pemerintah, (7) Jumlah rumah tangga yang mengirimkan e-waste, (8) Jumlah dan tipe e-waste yang didaur ulang mengurangi timbulan sampah rumah tangga, dan (9) Jumlah emisi gas rumah kaca yang berkurang dari penggunaan material hasil daur ulang e-waste.
Kombinasi metode SSM, ISM, dan FCM mampu memberikan pendekatan baru yang komprehensif dan saling melengkapi dalam mensintesis model pengelolaan sampah elektronik yang berkelanjutan dalam rangka menuju ekonomi sirkular. Masing-masing metode menguatkan kelemahan dari metode lainnya. Sintesis model berdasarkan kondisi di Jakarta ini dapat diaplikasikan untuk perencanaan pembangunan daerah yang berkelanjutan pada daerah lainnya serta negara lainnya yang kondisinya mirip dengan di Jakarta. Berbagai dimensi atau aspek dalam pengelolaan sampah elektronik rumah tangga yaitu regulasi, ekonomi, sosial, lingkungan, kelembagaan, dan teknologi harus menjadi perhatian dari pengambil keputusan pada pemerintahan multi level yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Electronic waste is a problem that is proliferating in the world, especially in urban areas. Electronic waste, better known as e-waste, is electronic or electrical goods that are no longer used by their users. Improper management will result in danger to the environment, including negative impacts on human health. One source of electronic waste comes from households. In Indonesia, one of the provinces that requires improvement in electronic waste management is DKI Jakarta Province. This Province is the capital and fastest-growing city in Indonesia, so the success of electronic waste management in this area can be an example for other regions. Management of electronic waste in the regions is the leading authority of the Regional Government, together with the Central Government, in providing public services to citizens and in the context of achieving sustainable development goals.
The main objective of this research is to formulate a sustainable household electronic waste management model in DKI Jakarta Province. Meanwhile, this research aims to analyze the current conditions regarding household waste data, analyze the business process for managing household electronic waste, conduct stakeholder analysis related to electronic waste in Jakarta, and formulate indicators and a circular economy monitoring framework for electronic waste management in the Province. DKI Jakarta and formulating a concept model for developing a sustainable household electronic waste management system in Jakarta.
This research was conducted in DKI Jakarta Province. The research was carried out in the period September 2021 – March 2022. The research method used was a systems thinking approach. The method used is a systems thinking approach. The systems thinking methodology used is Soft Systems Methodology (SSM) which is combined with Interpretive Structural Modeling (ISM) and Fuzzy Cognitive Mapping (FCM). Other methods used are the business process analysis and stakeholder analysis methods. The scope of the research is limited to the management of household electronic waste which is carried out formally by the DKI Jakarta Provincial Government through the DKI Jakarta Provincial Environmental Service.
The research results show that the DKI Jakarta Provincial Government collects electronic waste through three mechanisms, namely direct collection of electronic waste (35.5%), electronic waste drop boxes (0.6%), and temporary collection of electronic waste (63.9%). The total electronic waste formally managed is 33,289 kg in 2021. The DKI Jakarta Provincial Government officially manages 0.003 kg of electronic waste per person annually. In practice, there are five types of electronic waste: televisions, lamps, batteries, printer cartridges and other e-waste.
From a stakeholder aspect, electronic waste management is still limited to being managed formally by local governments. One model of cross-sector collaboration is the penta-helix collaboration model, which involves academics, government, business, community and media. The involvement of all parties, namely the community and other actors, is one of the keys to the success of sustainable electronic waste management with full encouragement from the government as regulator and also leader/coordinator.
Meanwhile, from the business process aspect, existing business processes and new designs have been mapped for formal electronic waste collection in Jakarta using BPMN. This new business process map is expected to increase efficiency, effectiveness and better quality of service by local government authorities. Some of the main things recommended from this new business process map are the need for digital applications for electronic waste collection services by integrating digital public service applications that already exist in Jakarta, namely the JAKI application. Regulations/standards, data, institutions, actor networks, service speed, and service coverage are additional critical elements that facilitate the adoption of the new e-waste management business process transformation.
Furthermore, the design of circular economy indicators for sustainable management of electronic waste in Jakarta is based on this research, namely nine indicators: 1) Number and type of electronic products sold on the market, 2) Number and type of materials (metal and plastic) resulting from the recycling process, 3) the Rupiah value of the results obtained from recycled materials, 4) Amount of recycled materials for reuse in electronics production, 5) Amount and type of e-waste produced by households, 6) Number of e-waste collectors registered by the government, 7) Number of houses households that send e-waste, 8) The amount and type of e-waste recycled reduces the generation of household waste, and 9) The amount of greenhouse gas emissions is reduced from the use of recycled e-waste materials.
In the end, the combination of SSM, ISM and FCM methods is able to provide a new comprehensive and complementary approach to producing a sustainable electronic waste management model in the context of moving towards a circular economy. Each method strengthens the weaknesses of the other method. This model, which was synthesized based on conditions in Jakarta, can be applied for sustainable regional development planning in different regions and other countries whose conditions are similar to Jakarta. Various dimensions or aspects in managing household electronic waste, namely regulatory, economic, social, environmental, institutional, and technological, must be the attention of decision-makers at multi-level governments, namely the central and regional governments.