Pengkajian Stok dan Pengelolaan Perikanan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Selat Makassar
Date
2024Author
Ernawati, Tri
Boer, Mennofatria
Kamal, Mohammad Mukhlis
Butet, Nurlisa Alias
Satria, Fayakun
Metadata
Show full item recordAbstract
Kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah spesies dari kakap tropis (Lutjanidae) yang bernilai ekonomis tinggi, memberikan kontribusi besar terhadap perikanan skala kecil dan industri di Indonesia. Aktivitas penangkapan ikan kakap di Selat Makassar didominasi oleh kapal skala kecil (=10 GT) dan alat tangkap pancing rawai dasar dan pancing ulur. Kompleksitas dalam kegiatan penangkapan, tingkat pemanfaatan yang sudah mengalami kepada kondisi tangkap lebih, dan belum terdefinisikan unit stok ikan kakap merah di Selat Makassar menjadi suatu tantangan besar dalam pengelolaan perikanan.
Kajian penelitian mencakup identifikasi stok, pengkajian stok dan strategi pengelolaan perikanan, yang bertujuan untuk: 1) menganalisis keragaman genetik, kekerabatan stok dan struktur stok ikan kakap merah berdasarkan pendekatan molekuler; 2) melakukan pengkajian stok ikan dengan metode berbasis panjang dan metode hasil tangkapan-upaya di level unit stok; 3) merumuskan strategi pengelolaan sumber daya ikan kakap merah di Selat Makassar.
Identifikasi stok ikan kakap merah dilakukan dengan pendekatan genetik melalui metode d-loop mtDNA dan nDNA (Random Amplified Polymorphic DNA RAPD). Karakteristik sumber daya ikan kakap merah di Selat Makassar mempunyai keragaman genetik tinggi, kekerabatan dekat antar populasi dan teridentifikasi tidak terdapat perbedaan unit stok. Berdasarkan kajian sejarah demografi, populasi L.malabaricus telah mencapai kondisi stabil dan diperkirakan tidak ada tanda-tanda bottleneck.
Hasil pengkajian stok berdasarkan data panjang, diketahui bahwa karakteristik ikan kakap merah adalah pertumbuhan lambat, kematangan gonad relatif lambat, berumur panjang dan mortalitas rendah. Kondisi dan status stok ikan kakap merah telah mengalami penurunan stok dan tidak sehat berdasarkan: a) tingkat eksploitasi (E) > 0,5; b) SPR < limit reference points (LRP); c) indikator-indikator hasil dari LBB lebih rendah dari LRP (B/B0<0.31; B/BMSY < 0.8; Lc/Lc-opt<1); dan d) hasil dari LBI menunjukkan kondisi stok tidak sehat dan berkurang. Simulasi penentuan reference points terkait manjemen perikanan berdasarkan ukuran panjang dengan motalitas penangkapan F konstan (0,5), dihasilkan LRP berada di SPR 30% dan Lc= Lm50=47,2 cm. Target reference points (TRP) dapat dicapai pada level Lc=Lc-opt = 57 cm dengan SPR40%.
Luaran metode BSM (Bayesian Schaefer model) dalam kajian stok ikan dengan pendekatan data hasil tangkapan-upaya digunakan sebagai acuan. Reference points yang dihasilkan BSM antara lain MSY, F2023, FMSY, B2023 dan BMSY masing-masing dengan nilai 765 ton, 0,295, 0,131, 3120 ton dan 5860 ton. Berdasarkan F/FMSY dan B/BMSY diperoleh status stok dalam kondisi ditangkap berlebihan (fully overfished) yang tercermin dari B/BMSY < 1 dan F/FMSY > 1. Parameter B/k dapat dijadikan sebagai indikator penurunan stok, yaitu berada pada level strong (overfishing, rekrutmen menurun, hasil tangkapan menurun, biaya penangkapan meningkat, ukuran rata-rata tangkapan mengecil).
Salah satu bentuk pengelolaan perikanan adalah aplikasi reference points dalam kerangka manajemen perikanan. MSY tidak disarankan sebagai titik acuan dalam pengelolaan perikanan di Selat Makassar. Hasil tangkapan kakap merah tahun terakhir (2023) tercatat 937 ton dan berada di selang kepercayaan MSY (622 – 1040 ton), akan tetapi kondisi perikanan mengindikasikan overfished dan overfishing, sehingga berdampak ketidak-berkelanjutan. Mempertimbangkan kondisi tersebut, reference points biomassa disarankan LRP = BMSY dan TRP = 1,2 BMSY. Reference points berbasis mortalitas penangkapan direkomendasikan LRP = FMSY dan TRP = 0,75 FMSY. Pengelolaan berdasarkan reference points framework tersebut diharapkan mampu memulihkan biomassa ke level biomassa yang mampu menghasilkan MSY dan mengendalikan penangkapan.
Berbagai strategi pengelolaan perikanan berdasarkan kerangka reference points dan strategi lain untuk mencapai tujuan keberlanjuatn sumberdaya dan usaha, direkomendasikan antara lain:
1) Pembatasan kuota dan ukuran
Strategi manajemen berbasis kuota dan limitasi ukuran adalah bentuk pengelolaan untuk mengontrol output. Indikator keberhasilan dari strategi tersebut tersebut ditentukan dari reference points berdasarkan biomassa (LRP = BMSY dan TRP = 1,2 BMSY) dan berbasis SPR (LRP = SPR 30% dan TRP = SPR 40%). Kebijakan pembatasan kuota melalui mekanisme PIT bersifat agregat adalah tidak efektif dan kurang tepat, terutama untuk ikan-ikan target dan bernilai ekonomis tinggi. Kuota penangkapan semestinya berdasarkan jenis bukan kelompok dan dikuatkan dengan kebijakan penetapan ukuran minimum yang diperbolehkan, yaitu sama dengan ukuran rata-rata kematangan gonad (47,2 cm).
2) Pembatasan upaya penangkapan dan alat tangkap
Strategi pembatasan upaya penangkapan dan alat tangkap adalah bentuk pengelolaan perikanan untuk pengendalian input. Titik-titik acuan mortalitas penangkapan (LRP = FMSY dan TRP = 0,75 FMSY) dan berbasis ukuran panjang rata-rata tertangkap (LRP: Lc= Lm50 dan TRP: Lc= Lc-opt) memungkinkan sebagai indikator keberhasilan dari strategi tersebut.
3) Penguatan pendataan, penelitian dan pemantauan
Pengelolaan perikanan berdasarkan bukti-bukti ilmiah dari penelitian yang komprehensif. Data tersedia dan terkumpul secara berkelanjutan, karena data berfungsi sebagai pemantau (monitor) kondisi sumber daya ikan, kegiatan perikanan dan ekologi terkait, serta sebagai pemantau terhadap tingkat keberhasilan suatu pengelolaan perikanan. Prosedur pengumpulan data terstandarisasi perlu dikembangkan dan memenuhi kaidah-kaidah statistik secara ilmiah.
4) Kolaborasi dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam penegakan hukum dan kepatuhan
Kolaborasi dan negosiasi antar berbagai pemangku kepentingan diperlukan dalam pemgelolaan perikanan untuk keseimbangan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan sekaligus memastikan keberlanjutan stok ikan dan ekosistem laut dalam jangka panjang. Peran terpenting dan tertinggi dalam penegakan hukum dan kepatuhan adalah pemerintah, baik pusat (KKP) maupun daerah. Pemerintah pusat (KKP) dan pemerintah daerah diharapkan memiliki sinergi dan kolaborasi optimal.
Kata Kunci: keragaman genetik, unit stok, kajian stok, strategi pengelolaan, kakap merah Malabar blood snapper (MBS) Lutjanus malabaricus is a species of tropical snapper (Lutjanidae) which is a fish of high economic value and makes a major contribution to small-scale and industrial fisheries in Indonesia. Snapper fishing activities in the Makassar Strait are dominated by small-scale vessels (=10 GT) and bottom longline and hand line fishing gears. The complexity of fishing activities, the level of utilization that has led to overfishing conditions, and the undefined MBS stock units in the Makassar Strait are major challenges in fisheries management.
The research includes stock identification, stock assessment and fisheries management strategies, which aim to: 1) analyze genetic diversity, stock relationships and stock structure of MBS based on molecular approaches; 2) conduct fish stock assessments using length-based methods and catch-effort methods at the stock unit level; 3) formulate strategies for managing MBS resources in the Makassar Strait.
MBS stock identification was carried out using a genetic approach using the d-loop mtDNA and nDNA (Random Amplified Polymorphic DNA/RAPD) methods. The characteristics of MBS resources in the Makassar Strait include high genetic diversity, close relationships between populations and no differences in stock units. Based on demographic history study, the L. malabaricus population has reached a stable condition and there are no signs of a bottleneck.
The results of the stock assessment based on length data, showed that the characteristics of MBS are slow growth, relatively late at maturity, long-lived and low in natural mortality. The condition and status of the MBS stock has experienced a decline in stock and is unhealthy based on: a) the level of exploitation (E) > 0.5; b) SPR < limit reference points (LRP); c) the results of the LBB were lower than LRP (B/B0<0.31; B/BMSY <0.8; Lc/Lc-opt<1); and d) the results of length-based indicator (LBI) indicate unhealthy and decreasing stock conditions. Simulation of determining reference points related to fisheries management based on length-size with constant fishing mortality F (0.5), produced LRP at SPR level at 30% and Lc= Lm50 = 47.2 cm. Target reference points (TRP) can be achieved at the Lc=Lc-opt = 57 cm with SPR40%.
The output of the BSM (Bayesian Schaefer model) method in fish stock studies using the catch-effort data approach is used as a reference. Reference points produced by BSM include MSY, F2023, FMSY, B2023 and BMSY with values of 765 tonnes, 0.295, 0.131, 3120 tonnes and 5860 tonnes, respectively. Based on F/FMSY and B/BMSY, the stock status is fully overfished, which is reflected in B/BMSY < 1 and F/FMSY > 1. The B/k parameter can be used as an indicator of stock depleted, at a strong level. (overfishing, decreased recruitment, decreased catches, increased fishing costs, decreased average catch size).
One form of fisheries management is the application of reference points within the fisheries management framework. MSY is not recommended as a reference point in fisheries management in the Makassar Strait. The last year's (2023) catch of MBS was recorded at 937 tonnes and is within the MSY confidence interval (622 – 1040 tonnes), however fishery conditions indicate overfished and overfishing, resulting in unsustainability. Considering these conditions, the recommended biomass reference points are LRP = BMSY and TRP = 1.2 BMSY. Reference points based on fishing mortality are recommended LRP = FMSY and TRP = 0.75 FMSY. Management based on the reference points framework is expected to be able to restore biomass to a biomass level capable of producing MSY and controlling fishing.
Various fisheries management strategies based on terms of reference and other strategies to achieve resource and business sustainability goals are recommended, including:
1) Limitations of quota and size
Quota-based management strategies and size limitations are forms of management to control output. The success indicators of this strategy are determined from reference points based on biomass (LRP = BMSY and TRP = 1.2 BMSY) and SPR based (LRP = SPR 30% and TRP = SPR 40%). The government currently implementing a quota-based policy through the measured fishing mechanism (PIT), but it is aggregate so it is not effective. Quota policies for main target fish that have high economic value should be based on individual/species catch quotas, not groups, and reinforced by a policy of determining the minimum legal size, which is equal to the mean size at gonads maturity (47.2 cm).
2) Limitation of fishing efforts and fishing gears restriction
The strategy of limiting fishing effort and fishing gear restriction is a form of fisheries management to control inputs. Reference points for fishing mortality (LRP = FMSY and TRP = 0.75 FMSY) and based on the mean length at caught (LRP: Lc= Lm50 and TRP: Lc= Lc-opt) are possible indicators of the success of this strategy.
3) Strengthening of data collection, research and monitoring
This strategy is intended to carry out fisheries management based on scientific evidence from comprehensive research. Standardized data collection procedures need to be developed and meet scientific statistical principles. Data is available and collected continuously and sustainably, because the roles of data as a monitor of the condition of fish resources, fishery activities and related ecology, as well as a monitor of the level of success of fisheries management.
4) Collaboration and involvement of stakeholders in law enforcement and compliance
Collaboration and negotiation between various stakeholders are needed in fisheries management to balance economic, social and environmental interests while ensuring the long-term sustainability of fish stocks and marine ecosystems. The most important and highest role in law enforcement and compliance is the government, both central (KKP) and regional/local. The central government (KKP) and regional governments are expected to have optimal synergy and collaboration, considering that the MBS fishery is dominated by small-scale fisheries.
Keywords: genetic diversity, stock unit, stock assessment, management strategy, malabar blood snapper
Collections
- DT - Fisheries [725]