Indeks Pergerakan Perikanan sebagai Transformasi Spasial Lintas Wilayah Pengelolaan Perikanan
Date
2024Author
Aprian, Mukti
Boer, Mennofatria
Adrianto, Luky
Kurniawan, Fery
Metadata
Show full item recordAbstract
Dinamika armada menjadi bagian penting dalam pengelolaan perikanan yang sering kali tidak dijelaskan dengan baik. Perkembangan teknologi dan proses monitoring, controlling dan surveillance (MCS) memungkinkan pergerakan armada dipahami dengan baik. Namun demikian, pemantauan armada dirasa belum cukup mengamati dinamika armada perikanan terutama dalam konteks interaksi social-ecological systems (SES). MCS yang berkaitan dengan SES pada akhirnya mengembalikan kajian dinamika armada sejajar dengan dinamika populasi, sektor pengelolaan, dan pemasaran perikanan dalam konteks pengelolaan perikanan yang utuh. Konsepsi pengelolaan perikanan dengan dinamika armada dijalankan sebagai suatu sudut pandang pada isu perikanan komersial di Indonesia. Selain dapat memahami lebih jauh konsep dinamika armada, juga dapat dijadikan dasar memahami bagaimana perikanan komersial di Indonesia dapat berkembang pesat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dinamika armada perikanan komersial di Indonesia, dalam konteks SES dan berdasarkan data MCS. Tujuan secara terperinci dari penelitian ini adalah mengevaluasi dinamika faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi dinamika armada di Indonesia; menganalisis pola pergerakan nelayan berdasarkan data MCS; menyusun model pergerakan nelayan di Indonesia berdasarkan indeks pergerakan nelayan; dan merumuskan kebijakan transformasi spasial nelayan yang ideal di Indonesia. Penelitian ini dijalankan dengan memanfaatkan berbagai pendekatan penelitian berupa teori jaringan sehingga diharapkan dapat menjadi kebaharuan pada paradigma network economic of marine ecosystem pada sistem sosial-ekologi perikanan. Kajian SES juga menjadi dasar, dan dikembangkan dengan konteks spasial yang lebih luas serta memanfaatkan pendekatan spasial ekonometri. Dinamika armada menjadi bagian dari kajian tingkah laku nelayan dapat menjadi acuan baru dalam kajian pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.
Penelitian ini dijalankan dalam lima rangkaian penelitian yang terhubung satu sama lain. Kajian diawali dengan riset jejaring SES untuk mengungkapkan faktor-faktor pendorong dinamika armada. Faktor-faktor pendorong tersebut diamati berdasarkan data kualitatif pandangan berbagai perwakilan stakeholder di empat kabupaten yang mewakili dua wilayah pengelolaan perikanan (WPP 712 dan 718). Faktor-faktor pendorong yang telah diamati dengan pendekatan jejaring selanjutnya dijadikan dasar untuk analisis sistem informasi geografis (SIG). Data yang digunakan adalah data kuantitatif berdasarkan faktor-faktor pendorong yang dikumpulkan kembali berdasarkan data sekunder. Analisis SIG dijalankan dengan mengamati tujuh wilayah di WPP 718 (kabupaten memiliki pelabuhan perikanan), dan 21 wilayah di WPP 712 (pelabuhan sepanjang pantai utara Pulau Jawa). Hasil analisis SIG dijadikan dasar pada penyusunan indeks, memanfaatkan berbagai pendekatan statistik sebagai dasar pengukuran. Tahap akhir penelitian ini adalah memodelkan dinamika perikanan komersial di Indonesia serta implikasi prioritas kebijakan yang tepat. Hasil modeling berupa simulasi dari berbagai skenario dijadikan dasar untuk menetapkan suatu prioritas tata kelola perikanan di Indonesia. Analisis implikasi pengelolaan perikanan komersial dijalankan dengan memanfaatkan governance transformation framework, sehingga dapat diketahui langkah cepat apa untuk optimalisasi perubahan.
Seperti dugaan awal, penelitian ini menemukan bahwa terdapat mismatch pengelolaan perikanan komersial di Indonesia, akibat gagalnya memahami dinamika armada. Perikanan komersial dikendalikan pada skala nasional, untuk kepentingan administratif dan kebijakan. Namun pengendalian sosial dan ekonomi diserahkan kepada pemerintahan daerah. Ciri-ciri Wilayah yang berpotensi nelayan masuk WPP adalah dominannya variabel seperti meningkatnya jumlah rumah tangga perikanan tangkap, banyaknya intervensi pemerintahan nasional, pengeluaran bulanan masyarakat yang terkendali, PDRB perikanan, dan indeks demokrasi yang tinggi. Sedangkan distribusi spasial nelayan keluar WPP ditandai dengan dinamika armada pelabuhan asalnya seperti aspek sosial budaya berupa bergotong royong, perkembangan tabungan masyarakat yang tinggi, angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, indeks demokrasi terkendali, dan berkembang dengan pesatnya unit pengelolaan perikanan (UPI). Indeks pergerakan perikanan berhasil disusun dengan faktor-faktor pendorong yang didapatkan. Indeks disusun secara baik ketika menggunakan sembilan indikator utama dari tiap-tiap lokasi pengamatan. Indeks dapat memberikan gambaran adanya perbedaan drastis perpindahan nelayan dari satu WPP ke WPP lainnya, semakin tinggi indeks menunjukkan semakin potensial nelayan untuk berpindah.
Berdasarkan model yang disusun, diproyeksikan angka optimal pendapatan nelayan dapat dicapai ketika batasan kapal yang dimiliki diperketat (hanya empat kapal), dana potensial investasi diangka empat puluh milyar, dan daya tarik WPP tetap berada pada 20%. Kondisi optimum untuk optimalisasi penghasilan UPI adalah kapasitas produksi UPI dinaikkan menjadi 500 Ton dan nilai investasi UPI berada pada angka dua milyar. Kondisi optimum dalam mengatur pertumbuhan wilayah daerah penangkapan ikan dengan sub-model dinamika daerah penangkapan ikan adalah 10% dan luas wilayah semakin tinggi semakin baik. Terdapat beberapa prioritas dalam pengelolaan perikanan komersial yang transformatif menuju keseimbangan SES. Prioritas utama adalah Pemerintahan daerah yang memahami SES perikanan komersial termasuk pengendalian perubahan sosial ekologi yang terkendali. Perlu adanya sosialisasi aktif dan instrumen kebijakan dan kelembagaan yang mewajibkan stakeholder perikanan komersial memahami instrumen pengawasan SES. Diperlukan otoritas pengendalian SES yang inklusif melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dalam perikanan komersial. The dynamics of fleets are an essential component of fisheries management, often inadequately elucidated. Technological advancements and processes in monitoring, controlling, and surveillance (MCS) facilitate a better understanding of fleet movements. However, fleet monitoring is perceived as insufficient in observing fisheries fleet dynamics, especially in the context of social-ecological systems (SES) interactions. MCS linked with SES ultimately reinstates fleet dynamics studies in parallel with population dynamics, processing sector, and marketing within the framework of holistic fisheries management. The conception of fisheries management with fleet dynamics is pursued as a perspective on the case studies of commercial fisheries issues in Indonesia. In addition to further comprehending the concept of fleet dynamics, it also serves as a basis for understanding how commercial fisheries in Indonesia can rapidly develop.
This study aims to observe the dynamics of commercial fishing fleets in Indonesia, within the context of SES and based on MCS data. The detailed objectives of this research are to evaluate the dynamics of driving factors influencing fleet dynamics in Indonesia; analyze fishermen's movement patterns based on MCS data; develop a model of fishermen's movement in Indonesia based on fishermen's movement indices; and formulate ideal spatial transformation policies for fishermen in Indonesia. This research is conducted utilizing various research approaches such as network theory, aiming to bring novelty to the paradigm of the network economics of marine ecosystems in the social-ecological fisheries system. SES studies serve as the foundation and are further developed within a broader spatial context, utilizing spatial econometric approaches. Fleet dynamics, as part of the study of fishermen's behavior, can provide new insights into the management of coastal and marine resources.
This research is conducted in five interconnected research phases. The study begins with SES network research to uncover the driving factors of fleet dynamics. These driving factors are observed based on qualitative data gathered from various stakeholder representatives in four districts representing two fisheries management areas (FMA 712 and 718). The identified driving factors from the network approach are then used as a basis for geographic information system (GIS) analysis. Quantitative data based on the driving factors are collected again from secondary sources. GIS analysis is conducted by observing seven areas in FMA 718 (districts with fishing ports) and 21 areas in FMA 712 (ports along the north coast of Java Island). The results of GIS analysis serve as the basis for index formulation, utilizing various statistical approaches as a basis for measurement. The final stage of this research involves modeling the dynamics of industrial fisheries in Indonesia and determining appropriate policy priorities. The modeling results, in the form of simulations from various scenarios, serve as the basis for establishing priorities in the governance of commercial fisheries in Indonesia. The analysis of the implications of commercial fisheries management is conducted using a governance transformation framework to identify rapid steps for optimizing change.
As initially hypothesized, this research found a mismatch in the management of commercial fisheries in Indonesia, stemming from a failure to understand fleet dynamics. Commercial fisheries are controlled at the national level for administrative and policy purposes. However, social and economic control is delegated to local governments. Characteristics of areas with potential for fishermen to enter Fisheries Management Areas (FMAs) include dominant variables such as an increasing number of fishing households, extensive national government interventions, controlled monthly household expenditures, high regional GDP from fisheries, and a high democracy index. Conversely, the spatial distribution of fishermen leaving WPPs is marked by dynamics in the home port fleets, including socio-cultural aspects like mutual cooperation, high community savings development, high economic growth rates, controlled democracy indices, and rapid development of fishery management units (UPI). The Fisheries Movement Index was successfully developed using the identified driving factors. The index was well-constructed using nine main indicators from each observation location. The index can illustrate significant differences in the movement of fishermen from one WPP to another, with a higher index indicating a greater potential for fishermen to relocate.
Based on the model developed, the optimal fishermen's income can be achieved when the limit on owned vessels is tightened (to only four vessels), potential investment funds at fourty billion rupiahs, and FMA attractiveness remains at 20%. The optimum condition for maximizing FPU income is achieved when the FPU production capacity is increased to 500 tons and the FPU investment value at two billion rupiahs. The optimal condition for managing the growth of fishing areas with the sub-model of fishing area dynamics is at 10%, and the larger the area, the better. There are several priorities in transformative management of commercial fisheries towards SES balance. The primary priority is regional governments understanding the SES of commercial fisheries, including controlled social-ecological change management. Active socialization and policy and institutional instruments are necessary, obliging commercial fisheries stakeholders to understand SES surveillance instruments. Inclusive SES control authority involving multiple stakeholders in commercial fisheries is needed.
Collections
- DT - Fisheries [726]