Dampak Biogeofisika dan Biogeokimia Perubahan Lahan di Provinsi Jambi dan Pengaruhnya Terhadap Curah Hujan: Analisis Menggunakan CLM dan Model Statistik
Date
2024Author
Ma'rufah, Ummu
June, Tania
Faqih, Akhmad
Koesmaryono, Yonny
Knohl, Alexander
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan salah satu wilayah tropis yang tingkat deforestasinya tinggi. Sumatra merupakan pulau yang deforestasinya tinggi di Indonesia dan salah satu wilayah dengan transformasi hutan yang cukup besar di Sumatra adalah Provinsi Jambi. Perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet menjadi faktor utama menurunnya luas hutan di Provinsi Jambi. Deforestasi mengakibatkan perubahan karakteristik biofisik permukaan seperti albedo, indeks luas daun, resistensi stomata tanaman, dan kekasapan permukaan. Pertukaran kelembaban, panas, dan momentum antara permukaan dan atmosfer sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan. Oleh karena itu, deforestasi akan mengakibatkan perubahan neraca energi, air, dan karbon di permukaan serta curah hujan.
Analisis faktor yang mempengaruhi perubahan lahan dan dampaknya terhadap neraca energi, karbon serta curah hujan di Provinsi Jambi penting dilakukan untuk manajemen pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memproyeksi perubahan penggunaan lahan, menganalisis dampak perubahan lahan terhadap proses biogeofisika dan biogeokimia, serta mendeteksi pengaruh perubahan lahan terhadap curah hujan di Provinsi Jambi. Proyeksi perubahan penggunaan lahan menggunakan peta penggunaan lahan Provinsi Jambi dan data faktor pendorong antara lain ketinggian, kemiringan lereng, sungai, jalan, dan hutan. Proyeksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan Land Change Modeler (LCM) berbasis model Cellular Automata Markov (CA-Markov). Proses biogeofisika dan biogeokimia disimulasi menggunakan Community Land Model (CLM). Pengaruh perubahan lahan terhadap curah hujan dianalisis dengan pendekatan statistik menggunakan data observasi curah hujan Climate Hazards group Infrared Precipitation with Stations (CHIRPS) dengan resolusi spasial 0,05 x 0,05.
Validasi model LCM terhadap perubahan penggunaan lahan historis menunjukkan nilai kappa keseluruhan sebesar 0,97 yang artinya prediksi sangat mendekati kenyataan atau tingkat akurasi yang tinggi. Dalam skenario tanpa konservasi, dengan asumsi tren data di masa depan sama dengan tren historis dari tahun 1990 hingga 2011, dimana luas hutan terus berkurang. Kelapa sawit akan menggantikan hutan sebagai tutupan lahan dominan di Provinsi Jambi pada tahun 2100, yang mencakup sekitar 30% dari luas wilayah tersebut. Faktor pendorong yang menjelaskan sebaran spasial perluasan perkebunan kelapa sawit antara lain jarak dari hutan, jarak dari jalan raya, dan ketinggian tempat. Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya peran pengambil kebijakan (policymakers) untuk membuat peraturan pemerintah dalam memperlambat atau menghentikan deforestasi, terutama pada hutan di sekitar perkebunan.
CLM menunjukkan performa yang baik dalam mensimulasi proses biogeofisika dimana koefisien korelasi antara luaran model dan data observasi di tutupan lahan hutan (kelapa sawit) pada parameter radiasi netto dan fluks panas laten masing-masing adalah 0,89 (0,9) dan 0,87 (0,82). Hasil simulasi CLM menunjukkan bahwa perubahan hutan menjadi kelapa sawit, semak, dan rumput mengakibatkan perubahan proses biogeofisika dimana terjadi peningkatan suhu permukaan dan fluks panas terasa (H), serta penurunan fluks panas laten (LE). Walaupun demikian, di semua tutupan lahan nilai LE lebih tinggi dari H yang menunjukkan bahwa kondisi air tetap tersedia di wilayah tersebut. Selain itu perubahan dari rata-rata klimatologi neraca energi akibat perubahan lahan tidak besar. Namun pada kondisi defisit curah hujan seperti El Niño transformasi hutan mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap partisi LE dan H khususnya pada periode Oktober-November. Dari keempat tutupan lahan, dampak El Niño pada lahan kelapa sawit lebih tinggi dari tutupan lahan lainnya dimana perbedaan H dan LE jauh lebih kecil dari tutupan lahan yang lain. Sebaliknya, hutan menjadi tutupan lahan yang lebih bisa bertahan pada kondisi defisit curah hujan.
Perubahan hutan menjadi kelapa sawit, semak, dan rumput tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap proses biogeokimia pada kondisi normal. Hutan, kelapa sawit, semak, dan rumput memiliki penyerapan karbon tinggi sepanjang tahun. Namun, simpanan karbon atau Net Primary Production (NPP) lebih tinggi jika hutan ditransformasi menjadi kelapa sawit. Variabilitas iklim musiman tidak menunjukkan pengaruh besar terhadap NPP dan Gross Primary Production (GPP). Namun GPP dan NPP mengalami penurunan yang signifikan pada saat El Niño, khususnya pada tahun 2015. Efisiensi penggunaan karbon (CUE = NPP/GPP) juga dipengaruhi oleh El Niño, dimana CUE menurun pada saat El Niño, khususnya pada bulan Oktober dan November dengan peningkatan jumlah hari tanpa hujan. GPP dan NPP mengalami penurunan signifikan pada periode El Niño khususnya kelapa sawit, rumput, dan semak yang menunjukkan kerentanan terhadap kondisi iklim yang tidak menguntungkan (jangka waktu yang lama tanpa curah hujan, atmosfer tertutup kabut asap, dan pengurangan radiasi langsung yang masuk).
Perubahan lahan mengakibatkan perubahan curah hujan yang signifikan secara statistik (p < 0.05) di sebagian wilayah Jambi. Perubahan curah hujan akibat perubahan lahan terdeteksi di sebagian wilayah barat dan wilayah Hutan Harapan. Sebagian wilayah barat sebelumnya merupakan hutan, kemudian berubah menjadi pertanian lahan kering. Sementara itu, perubahan curah hujan di wilayah Hutan Harapan terjadi karena hutan berubah menjadi lahan kelapa sawit. Namun, secara umum curah hujan di Jambi lebih banyak dipengaruhi oleh variabilitas iklim global dibandingkan kondisi lokal. Indonesia is a tropical region with a high level of deforestation. Sumatra is an island with high deforestation in Indonesia and one of the areas with quite large forest transformation in Sumatra is Jambi Province. The expansion of oil palm and rubber plantations is the main factor in decreasing forest area in Jambi. Deforestation results in changes in surface biophysical characteristics such as albedo, leaf area index, plant stomatal resistance, and surface roughness. The exchange of moisture, heat, and momentum between the surface and the atmosphere is strongly influenced by the type of surface cover. Therefore, deforestation will result in changes in energy, water and carbon balance on the surface as well as rainfall.
Analysis factors that influence land use change and its impact on the energy balance, carbon and rainfall in Jambi Province is important for sustainable land management. Therefore, this research aims to predict land use change, analyze the implications of land change on biogeophysical and biogeochemical processes, and detect the effect of land use change on rainfall in Jambi Province. Land use change predictions use land-use map of Jambi Province and driving factor data, including elevation, slope, river, road, and forest. Predictions of land-use change are conducted using the Land Change Modeler (LCM), in which Cellular Automata Markov (CA-Markov) is the model base. Biogeophysical and biogeochemical processes are simulated using the Community Land Model (CLM). The effect of land use change on rainfall was analyzed using a statistical approach using Climate Hazards group Infrared Precipitation with Stations (CHIRPS) rainfall data with spatial resolution 0.05x0.05.
The validation of the model LCM against historical land-use changes showed an overall kappa value of 0.97. In the no-conservation scenario, assuming a continuation of the trends from 1990 to 2011, the forest area continues to decrease. Oil palm will replace forest as the dominant landuse cover in Jambi Province in 2100, covering about 30% of the area. Driving factors explaining the spatial distribution of oil palm plantation expansion include distance from forest, distance from road, and elevation. Our study shows the importance of government regulations' importance in slowing or stopping deforestation, especially for forests near plantations.
CLM shows good performance in simulating biogeophysical processes in which the correlation coefficient between model output and observation data on forest (oil palm) on the parameters of net radiation and latent heat flux is 0.89 (0.9) and 0.87 respectively. (0.82). Based on output CLM, changing forests to oil palm, shrub, and grass results in changes in biogeophysical processes in which there is an increase in surface temperature and sensible heat fluxes (H), as well as a decrease in latent heat fluxes (LE). However, in all land covers, LE is higher than H, which indicates that water is still available in that area. In addition, changes in surface energy balance due to land-use changes are not large during normal periods. However, during long periods of rainfall deficit such as El Niño, forest transformation has a significant impact on LE and H, especially between October and November. Between four land covers, the impact of El Niño on oil palm plantation is higher than other land covers in which the difference of H and LE is much smaller than other land covers. On the other hand, forests are a land cover that is more able to survive in the long periods of rainfall deficit.
Transformation of forests to oil palm, shrub and grass do not have a major influence on bigeochemical processes under normal conditions. Forest, oil palm, shrub, and grasse have high carbon absorption throughout the year. However, Net Primary Production (NPP) is higher if forests are transformed into oil palm. Seasonal climate variability does not show a major influence on NPP and Gross Primary Production (GPP). However, GPP and NPP experienced a significant decrease during El Niño, especially in 2015. Carbon use efficiency (CUE = NPP/GPP) was also influenced by El Niño, where CUE decreased during El Niño, especially between October and November with an increase in the number of days without rain. GPP and NPP experienced significant declines during El Niño period, especially oil palms, grasses, and shrubs, indicating vulnerability to unfavorable climatic conditions (long periods without rainfall, atmosphere covered by haze, and reduced direct incoming radiation).
Seasonal climate variability showed no major effect on NPP and gross primary production (GPP). However, GPP and NPP experienced significant declines during El Niño, particularly in 2015. Carbon use efficiency (CUE = NPP/GPP) was also affected by El Niño, where CUE decreased during El Niño, particularly in October and November with an increased number of days without rainfall. This result indicates that when water supply is low, stomata will close, thereby reducing photosynthesis and transpiration, and allocating more of the available energy to sensible heat flux rather than latent heat flux.
Land-use changes resulted in statistically significant changes in rainfall (p < 0.05) in some parts of Jambi. Changes in rainfall due to land-use changes were detected in western and Harapan regions. Some parts of the western region were previously forests and then turned into dry land agriculture. Meanwhile, changes in rainfall in the Harapan landscape occurred because forests were converted into oil palm plantations. However, in general, rainfall in Jambi is more influenced by global climate variability than local conditions.