Potensi Aktinomiset Endofit Tanaman Liliaceae sebagai Agens Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Umbi (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah
Date
2024Author
Marianah, Lisa
Nawangsih, Abdjad Asih
Munif, Abdul
Giyanto
Tondok, Efi Toding
Metadata
Show full item recordAbstract
RINGKASAN
LISA MARIANAH. Potensi Aktinomiset Endofit Tanaman Liliaceae sebagai Agens Pengendali Penyakit Busuk Pangkal Umbi (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) pada Bawang Merah. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH, ABDUL MUNIF, GIYANTO dan EFI TODING TONDOK.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil bawang merah dan sudah mengekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Produktivitas bawang merah di Indonesia masih rendah dan masih dapat ditingkatkan. Faktor penyebab rendahnya produksi bawang merah nasional di antaranya adalah serangan patogen penyebab busuk pangkal umbi yaitu Fusarium spp. spesies kompleks. Penyakit busuk pangkal umbi termasuk penyakit merugikan pada tanaman bawang merah di Indonesia maupun di dunia, karena menyebabkan kerusakan di lapangan dan juga di penyimpanan. Patogen penyebab penyakit ini di Indonesia juga belum teridentifikasi secara pasti, apakah hanya disebabkan oleh satu spesies atau lebih.
Upaya pengendalian di tingkat petani saat ini masih mengandalkan fungisida kimia sintetik. Aplikasi fungisida kimia yang bersifat sistemik dapat menyebabkan berkurangnya populasi mikroba bermanfaat, termasuk aktinomiset endofi pada tanaman. Berkurangnya kelimpahan mikroba bermanfaat pada tanaman menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap patogen. Alternatif pengendalian yang diharapkan dapat mengurangi aplikasi fungisida dan aman bagi lingkungan adalah dengan pemanfaatan agens hayati. Beberapa agens hayati yang sudah diteliti mampu menekan perkembangan penyakit busuk pangkal umbi antara lain adalah bakteri Bacillus velezensis, Trichoderma sp., Fusarium non-patogen dan aktinomiset rizosfer.
Saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang mengungkapkan potensi aktinomiset endofit tanaman Liliaceae untuk menekan perkembangan penyakit penyakit busuk pangkal umbi pada tanaman bawang merah. Aktinomiset endofit merupakan kelompok bakteri yang dilaporkan berpotensi sebagai agens biokontrol. Aktinomiset endofit juga penghasil metabolit sekunder terbesar yang mengandung antibiotik, memproduksi senyawa bioaktif yang bersifat antifungi, menginduksi ketahanan dan memacu pertumbuhan tanaman. Kemampuan dalam menghambat patogen secara langsung dan sebagai penginduksi ketahanan tanaman merupakan keunggulan aktinomiset endofit dibandingkan dengan agens biokontrol lainnya. Aktinomiset endofit hidup di dalam jaringan tanaman, sehingga memberi keuntungan berkurangnya faktor-faktor pengganggu dari luar. Tingginya intensitas aplikasi pestisida pada budi daya bawang merah dikhawatirkan menyebabkan berkurangnya kelimpahan mikroba bermanfaat, sehingga dibutuhkan tanaman lain kelompok famili Liliaceae sebagai sumber isolat aktinomiset endofit.
Penelitian ini bertujuan: 1) mengidentifikasi dan mempelajari morfologi cendawan Fusarium spp. spesies kompleks yang menyebabkan penyakit busuk pangkal umbi pada bawang merah di Jawa; 2) mempelajari gejala-gejala penyakit busuk pangkal umbi pada bawang merah akibat infeksi cendawan patogen Fusarium spp.; 3) mendapatkan isolat aktinomiset endofit potensial dalam menekan pertumbuhan cendawan F. oxysporum f.sp. cepae; 4) mengevaluasi mekanisme penghambatan aktinomiset endofit terhadap F. oxysporum f.sp. cepae.
Penelitian terdiri 4 tahapan yaitu: 1) isolasi cendawan Fusarium spp. dan aktinomiset endofit tanaman Liliaceae; 2) uji potensi aktinomiset endofit sebagai agens biokontrol; 3) uji keefektifan isolat aktinomiset terhadap F. oxysporum f.sp. cepae; 4) uji kolonisasi dan identifikasi isolat aktinomiset endofit secara molekuler. Cendawan F. oxysporum f.sp. cepae diisolasi dari tanaman bawang merah bergejala penyakit busuk pangkal umbi dari Brebes. Isolat murni diamati morfologinya, dilakukan uji patogenisitas pada umbi dan tanaman bawang merah, lalu diidentifikasi secara molekuler menggunakan primer universal dan primer spesifik (SIX3, C5 dan CRX1).
Aktinomiset endofit diisolasi dari tanaman famili Liliaceae menggunakan media pertumbuhan WYA, CSA, dan YEMA. Isolat dipastikan benar-benar aktinomiset dengan pengamatan morfologi dan dimurnikan pada media ISP2. Isolat diuji keamanan hayati menggunakan uji reaksi hipersensitivitas dan uji hemolisis, dilanjutkan dengan uji potensinya seperti sifat antagonis terhadap F. oxysporum f.sp. cepae, analisis aktivitas enzim peroksidase, uji produksi enzim kitinase, uji produksi IAA dan uji daya hambat senyawa organik volatil. Lima isolat terbaik dipilih berdasarkan AHP. Isolat tersebut digunakan untuk uji keefektifan isolat aktinomiset endofit tanaman Liliaceae terhadap F. oxysporum f.sp. cepae di rumah kaca. Pengujian di rumah kaca menggunakan rancangan acak kelompok dengan delapan perlakuan, tiga ulangan dan 22 tanaman tiap ulangan. Aplikasi aktinomiset menggunakan metode pelukaan dan perendaman, sedangkan aplikasi cendawan F. oxysporum f.sp. cepae dilakukan pada saat penanaman. Tanaman dipelihara dan diamati masa inkubasi dan dicatat kejadian dan keparahan penyakit, tinggi tanaman dan jumlah anakan. Tanaman juga dianalisis enzim peroksidase dan kitinasenya. Terakhir dilakukan uji kolonisasi dan identifikasi secara molekuler menggunakan primer universal aktinomiset 27F dan 16Sact1114R pada lima isolat terbaik isolat.
Hasil pengamatan di lapang, ditemukan tiga gejala tanaman busuk pangkal umbi yaitu daun klorosis dan memelintir, daun pipih dan tanaman layu serta ujung daun mengering dan umbi membusuk. Sebanyak delapan isolat cendawan Fusarium spp. berhasil diisolasi yang memiliki morfologi berbeda dan menyebabkan gejala yang berbeda. Hasil identifikasi dari delapan isolat Fusarium spp. tersebut adalah lima isolat adalah F. solani, dua isolat merupakan F. oxysporum dan satu isolat adalah F. proliferatum. Hasil aplifikasi DNA menggunakan primer spesifik F. oxysporum f.sp. cepae, berhasil mendeteksi isolat BC4 dan BBS6 pada ketiga primer tersebut. Infeksi cendawan F. solani menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat (stunting) dan ujung daun mengering, F. oxysporum f.sp. cepae menyebabkan gejala daun klorosis dan memelintir, sedangkan F. proliferatum menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun memelintir dan ujung daun mengering. F. oxysporum f.sp. cepae memiliki tingkat virulensi yang lebih tinggi dibandingkan dua spesies lainnya.
Sebanyak 64 isolat aktinomiset endofit berhasil diisolasi dari 11 jenis tanaman Liliaceae dari 4 daerah. Sebanyak 27 isolat dari Brebes, 19 isolat dari Bengkulu, 11 isolat dari Cianjur dan 7 isolat dari Bogor. Sebanyak 24 isolat negatif uji keamanan hayati, 12 isolat mampu menghambat F. oxysporum f.sp. cepae secara in vitro diatas 50%, 6 isolat 30-49% dan 6 isolat kurang dari 10%. Mekanisme penghambatan berupa antibiosis, lisis dan induksi ketahanan. Aktinomiset endofit Liliaceae juga berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan dengan memproduksi hormon IAA. Lima isolat terbaik yang diperolah adalah isolat SGLK2 (dari tanaman lili hujan dari Brebes), BOR1 (dari Bawang merah organik dari Bogor), SDLO6 dan SDLO9 (Lili laba-laba dari Brebes) dan SGLK1 (Lili hujan dari Brebes).
Aplikasi isolat aktinomiset endofit tanaman Liliaceae mampu mengurangi masa inkubasi dan efektif mengurangi perkembangan penyakit busuk pangkal umbi pada tanaman bawang merah. Tiga isolat (SGLK2, BOR1 dan SGLK1) mampu menekan perkembangan penyakit busuk pangkal umbi bawang merah di rumah kaca. Aplikasi aktinomiset endofit tanaman Liliaceae lebih efektif menghambat pertumbuhan cendawan F. oxysporum f.sp. cepae dibandingkan dengan aplikasi fungisida kimia sintetik berbahan aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 2 g/L. Keefektifan penekanan tertinggi pada perlakuan SGLK2+Foc sebesar 21,88% dan terendah pada perlakuan BOR1+Foc sebesar 6,26%. Inokulasi aktinomiset endofit tanaman Liliaceae mampu meningkatkan ketahanan tanaman bawang merah dilihat dari aktivitas enzim peroksidase dan kitinase, namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan bawang merah. Lima terbaik isolat aktinomiset endofit tanaman Liliaceae diidentifikasi sebagai Streptomyces sp.
Kata kunci: Brebes, Fusarium, identifikasi molekuler, induksi ketahanan, primer spesifik, Streptomyces SUMMARY
LISA MARIANAH. Potential of Endophityc Actinomycetes of Liliaceae as Biocontrol Agents of Basal Plate Rot Diseases (Fusarium oxysporum f.sp. cepae) on Shallots. Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH, ABDUL MUNIF, GIYANTO, and EFI TODING TONDOK.
Indonesia is one of the shallot-producing countries and has exported it to several countries, such as Malaysia, Thailand, and Singapore. Shallot productivity in Indonesia is still low and can still be increased. Factors causing the low national shallot production include attacks by pathogens that cause basal plate rot, namely Fusarium spp. complex species. Basal plate rot is a detrimental disease in shallot plants in Indonesia and worldwide because it causes damage in the field and storage. The pathogen that causes this disease in Indonesia has yet to be identified with certainty, whether it is only caused by one species or more.
Control efforts at the farmer level currently still rely on synthetic chemical fungicides. Systemic application of chemical fungicides can cause a reduction in the population of beneficial microbes, including endophyte actinomycetes in plants. Reduced abundance of beneficial microbes in plants makes plants more susceptible to pathogens. Biological agents are an alternative control that is expected to reduce fungicide applications and be environmentally safe. Several biological agents that have been studied can suppress the development of basal plate rot, including Bacillus velezensis, Trichoderma sp., non-pathogenic Fusarium, and rhizosphere actinomycetes.
Currently, in Indonesia, no research reveals the potential of endophytic actinomycetes of Liliaceae plants to suppress the development of basal plate rot disease on shallot plants. Endophytic actinomycetes were a group of bacteria reported to have potential as biocontrol agents. Endophytic actinomycetes were the largest producers of secondary metabolites containing antibiotics, producing antifungal bioactive compounds that induce resistance and stimulate plant growth. Compared to other biocontrol agents, the ability to directly inhibit pathogens and induce plant resistance is an advantage of endophytic actinomycetes. Endophytic actinomycetes live in plant tissue, thus providing the benefit of reducing external disturbing factors. It is feared that the high intensity of pesticide application in shallot cultivation will cause a reduction in the abundance of beneficial microbes so that other plants in the Liliaceae family group are needed as a source of endophytic actinomycete isolates.
This research aimed to 1) identify and study the morphology of Fusarium spp. complex species causes of basal plate rot disease on shallots of Java; 2) examine the symptoms of basal plate rot disease on shallots due to infection by the pathogenic fungus Fusarium spp.; 3) obtain potential endophytic actinomycete isolates in suppressing the growth of the fungus F. oxysporum f.sp. cepae; 4) evaluate the mechanism of endophytic actinomycetes inhibition against F. oxysporum f.sp. cepae.
The research consisted of 4 stages: 1) isolation of the fungus Fusarium spp. and endophytic actinomycetes of Liliaceae plants; 2) testing the potential of endophytic actinomycetes as biocontrol agents; 3) testing the effectiveness of actinomycete isolates against F. oxysporum f.sp. cepae; 4) colonization test and molecular identification of endophytic actinomycete isolates. The fungus F. oxysporum f.sp. cepae was isolated from shallot plants and had basal plate rot disease symptoms from Brebes. The pure isolate was observed for its morphology, tested for pathogenicity on shallot bulbs and plants, and then identified molecularly using universal primers and specific primers (SIX3, C5, and CRX1).
Endophytic actinomycetes were isolated from Liliaceae family plants using WYA, CSA, and YEMA growth media. Isolates were confirmed by morphological observation and purified on ISP2 media. The isolate was tested for biosafety using a hypersensitivity reaction and hemolysis test, followed by a potency test such as antagonistic properties against F. oxysporum f.sp. cepae, peroxidase enzyme activity analysis, chitinase enzyme production test, IAA production test, and volatile organic compound inhibition test. The five best isolates were selected based on AHP. These isolates were used to test the effectiveness of endophytic actinomycete isolates from Liliaceae plants against F. oxysporum f.sp. cepae in the greenhouse. The Experiment in the greenhouse used a randomized block design with eight treatments, three replications, and 22 plants a replication. The actinomycete application uses wounding and soaked methods, while the application of the fungus F. oxysporum f.sp. cepae inoculated at the time of planting. Observation parameters consist of the incubation period, the disease incidence and severity, plant height, number of tillers, and analysis of peroxidase and chitinase enzymes recorded. Finally, colonization and molecular identification tests were carried out using universal actinomycete primers 27F and 16Sact1114R on the five best isolates.
As a result of observations in the field, three symptoms of basal plate rot disease were found, namely chlorotic and twisted leaves, flat leaves, wilted plants, and dry leaf tips and rotting tubers. Eight isolates of Fusarium spp. have been isolated, and they have different morphologies and cause various symptoms. The identification results of eight isolates of Fusarium spp. of these, five isolates were F. solani, two isolates were F. oxysporum, and one isolate was F. proliferatum. The results of DNA application using specific primers for F. oxysporum f.sp. cepae succeeded in detecting BC4 and BBS6 isolates using the three primers. F. solani fungus infection causes stunted plant growth and dry leaf tips, F. oxysporum f.sp. cepae causes symptoms of chlorosis and twisting of leaves, while F. proliferatum causes stunted plant growth, twisting of leaves, and drying of leaf tips. F. oxysporum f.sp. cepae has a higher level of virulence than the other two species.
Sixty-four endophytic actinomycete isolates were isolated from 11 types of Liliaceae plants from 4 regions. There were 27 isolates from Brebes, 19 from Bengkulu, 11 from Cianjur, and seven from Bogor. A total of 24 isolates were negative for the biosafety test; 12 isolates could inhibit F. oxysporum f.sp. cepae in vitro was above 50%, six isolates 30-49%, and six isolates less than 10%. Inhibitory mechanisms include antibiosis, lysis, and resistance induction. Liliaceae endophytic actinomycetes also have the potential to stimulate growth by producing the hormone IAA. The five best isolates obtained were SGLK2 and SGLK1 from rain lilies from Brebes, BOR1 from organic shallots from Bogor, SDLO6 and SDLO9 from orange lilies from Brebes.
Application of Liliaceae endophytic actinomycete isolates can reduce the incubation period and effectively reduce the development of basal plate rot disease in shallot plants. Three isolates (SGLK2, BOR1, and SGLK1) could suppress greenhouse basal plate rot disease growth. The application of endophytic actinomycetes on Liliaceae plants was more than adequate in inhibiting the fungus F. oxysporum f.sp. cepae growth compared with applying a synthetic chemical fungicide containing the active ingredient 80% mancozeb at a concentration of 2 g/L. The highest suppression effectiveness was in the SGLK2+Foc treatment at 21.88%, and the lowest was in the BOR1+Foc treatment at 6.26%. Inoculation of endophyte actinomycetes of Liliaceae plants can increase plant resistance, as seen from the activity of peroxidase and chitinase enzymes, but did not affect plant height and number of shallot seedlings. The five isolates best of endophyte actinomycetes from Liliaceae plants identified as Streptomyces sp.
Keywords: Brebes, Fusarium, molecular identification, resistance induction, specific primers, Streptomyces.
Collections
- DT - Agriculture [752]