Komunikasi membangun sikap toleransi dalam menciptakan kerukunan masyarakat antarumat beragama
Date
2024Author
Susanto, Tri
Sumardjo
Sarwoprasodjo, Sarwititi
Kinseng, Rilus A
Metadata
Show full item recordAbstract
Toleransi antarumat beragama merupakan salah satu persoalan yang selalu dihadapi, hal ini disebabkan oleh beragamnya agama masyarakat Indonesia yang memicu konflik keagamaan. Untuk itu, dalam mengelola kemajemukan masyarakat, dibutuhkan sikap toleransi, kesetaraan, dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat yang akan menghasilkan kerukunan. Tinggi rendahnya toleransi suatu daerah tidak terlepas dari pengaruh dan peran tokoh agama serta tokoh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh cara berpikir masyarakat yang membutuhkan aktor sosial sebagai penggerak bidang agama dan kemasyarakatan. Tokoh agama dan tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman terkait nilai-nilai agama dan sosial kemasyarakatan sebagai agensi perubahan dalam arah dan tujuan dari pesan-pesan kerukunan yang disampaikan (Salim dan Andani 2020). Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dituntut untuk ikut memecahkan problematika ini, untuk mewadahi berbagai kepentingan yang terkait dengan hubungan antarumat beragama serta hubungan antar tokoh masyarakat lintas etnik dan lintas agama (Imron HS 2011)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan bagaimana modal sosial (trust, norms, dan network) dalam strategi komunikasi membangun sikap toleransi menciptakan kerukunan umat beragama di Desa Nglinggi, Klaten, serta komponen negosiasi identitas (Knowledge, Motivation, dan Skill) dalam strategi komunikasi membangun sikap toleransi menciptakan kerukunan umat beragama sehingga dapat menghasilkan model strategi komunikasi dalam membangun sikap toleransi antarumat beragama. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui proses pembangunan pesan-pesan toleransi kerukunan serta proses promosi sebagai role model untuk desa lainnya.
Penelitian kualitatif ini mengambil subjek pada Desa Nglinggi Kabupaten Klaten, Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah modal sosial, yang menurut James Coleman merupakan sarana dalam menjelaskan bagaimana seseorang atau komunitas dalam melakukan kerja sama. Kepercayaan merupakan salah satu instrumen modal sosial yang dibentuk dalam kehidupan masyarakat atau komunitas yang terdiri dari trust, norms, dan network. Selanjutnya, untuk menguatkan penelitian dalam tingkat individu, dibutuhkan teori negosiasi identitas (Knowledge, Motivation, dan Skill).
Dalam membentuk kerukunan antarumat beragama, modal sosial diperlukan karena dapat membingkai kerukunan antarumat beragama. Modal sosial bukanlah sebagai wujud yang tunggal tetapi berbagai macam wujud yang berbeda dengan dua elemen umum; (1) mereka terdiri atas beberapa aspek struktur sosial dan (2) mereka memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu baik perorangan ataupun aktor korporasi di dalam struktur tersebut.
Lokasi penelitian ini adalah Desa Damai Nglinggi yang memiliki keunikan dalam pemilihan kepala desa, terlihat saat kepala desa terpilih memiliki latar belakang agama Kristen di mana mayoritas agama Desa Damai Nglinggi adalah agama Islam. Penelitian ini dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu kualitatif dengan studi kasus yang diolah menggunakan NVIVO serta didukung data-data kuantitatif yang diperoleh melalui survei. Metode survei digunakan untuk kelengkapan data, dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dan diolah menggunakan SEM PLS. Alasan menggunakan metode survei adalah untuk kelengkapan data, walaupun survei cenderung lebih sederhana dengan alat analisis statistik yang sederhana pula (statistik deskriptif) karena sifatnya hanya sebagai pelengkap data atau informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa langkah-langkah strategis dalam membangun kerukunan antarumat beragama di Desa Nglinggi, Klaten, memiliki dampak yang positif dan signifikan. Melalui pendekatan yang holistik dan terkoordinasi, masyarakat desa dapat mencapai tujuan bersama dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, harmonis, dan damai. Proses negosiasi identitas, yang mencakup pengetahuan, motivasi, dan keterampilan, terbukti menjadi fondasi yang kuat dalam membangun sikap toleransi yang inklusif. Penguatan modal sosial, termasuk kepercayaan, norma, dan jaringan sosial, juga memberikan kontribusi penting dalam memperkuat hubungan antarumat beragama. Selain itu, strategi komunikasi yang berkelanjutan dan terarah, didukung oleh kemitraan antarpihak, menjadi kunci dalam memperluas jangkauan pesan-pesan toleransi dan memperkuat pemahaman tentang pentingnya kerukunan. Dengan mengadopsi langkah-langkah ini dan menerapkannya dengan komitmen yang kuat, Desa Nglinggi dan desa-desa lainnya dapat menjadi contoh yang sukses dalam membangun kerukunan antarumat beragama yang berkelanjutan dan memastikan harmoni serta kedamaian bagi semua warganya.
Collections
- DT - Human Ecology [567]