Peran Nitrogen terhadap Pengisian Biji dan Produktivitas Tanaman Padi
Abstract
Beras merupakan makanan pokok yang sangat penting bagi penduduk Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah populasi, permintaan akan beras juga akan terus meningkat. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan produktivitas padi menjadi sangat penting dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat tersebut. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas padi adalah dengan mengembangkan dan menggunakan varietas unggul. Namun, dalam upaya peningkatan produktivitas padi melalui pengembangan varietas unggul dengan potensi hasil tinggi, terdapat beberapa kendala yang dihadapi, salah satunya adalah tingginya tingkat kehampaan atau persentase gabah hampa. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan manajemen pemupukan yang tepat, terutama terkait dengan pemberian unsur hara nitrogen (N). Penelitian dilaksanakan kebun percobaan Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BPSIP) Sulawesi Selatan. Penelitian terdiri dari dari tiga tahap. Tahap pertama menggunakan empat dosis nitrogen yaitu 0 kg N ha-1, (N rendah), 45 kg N ha-1 saat tanam (N sedang), 90 kg N ha-1 (N optimum dua kali aplikasi yaitu 45 kg saat tanam dan 45 kg saat inisiasi malai) dan 90 kg N ha-1 ( N optimum tiga kali aplikasi yaitu 45 kg saat tanam, 22,5 kg saat umur saat inisiasi malai dan 22,5 kg saat heading). Tahap kedua dan ketiga menggunak dua dosis nitrogen 0 kg N ha-1 dan 90 kg N ha-1 ( N optimum tiga kali aplikasi yaitu 45 kg saat tanam, 22,5 kg saat umur saat inisiasi malai dan 22,5 kg saat heading). Varietas yang digunakan adalah IPB 3S, Inpari 33, Hipa 21 dan Mentik Wangi. Dalam penelitian yang dilakukan, dosis nitrogen 90 kg ha-1 yang diaplikasikan dalam tiga tahap (45 kg saat tanam, 22,5 kg saat inisiasi malai, dan 22,5 kg saat heading) terbukti memberikan pasokan nitrogen yang tepat waktu sesuai dengan kebutuhan tanaman padi pada setiap fase pertumbuhannya. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa varietas Hipa 21 dan Mentik Wangi memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya yang diuji. Hal ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, seperti karakteristik genetik yang unik, karakter fisiologis yang menguntungkan, dan adaptasi yang baik terhadap lingkungan tumbuh. Varietas Hipa 21 dan Mentik Wangi kemungkinan memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan di lokasi penelitian, sehingga mampu mengekspresikan potensi hasil yang lebih tinggi.
Penelitian tahap kedua selanjutnya berfokus pada evaluasi lebih lanjut mengenai efek pemberian nitrogen dosis optimal (90 kg ha-1) terhadap karakteristik morfologi dan fisiologi tanaman. Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa kapasitas sink lebih besar daripada kapasitas source, sehingga asimilat yang dihasilkan dari source tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk proses pengisian biji. Kondisi ini berdampak pada peningkatan persentase gabah hampa, terutama pada varietas Inpari 33 dan Hipa 21. Pada penelitian tahap dua ini, ditemukan bahwa pemberian nitrogen dengan dosis optimal (90 kg ha-1) memberikan pengaruh positif terhadap laju pengisian biji (R0) pada spikelet superior dibandingkan dengan tanpa pemberian nitrogen. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan nitrogen yang cukup memfasilitasi proses pengisian biji.. Penelitian juga mengungkapkan bahwa varietas IPB 3S dan Mentik Wangi memiliki durasi masa aktif pengisian biji (D) yang lebih seragam antara spikelet superior dan inferior dibandingkan dengan varietas Inpari 33 dan Hipa 21. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pada varietas IPB 3S dan Mentik Wangi, proses pengisian biji terjadi dengan waktu yang hampir bersamaan dan durasi yang relatif sama antara bagian atas dan bawah malai. Keseragaman durasi pengisian biji antara spikelet superior dan inferior pada varietas IPB 3S dan Mentik Wangi dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti efisiensi distribusi asimilat dari source ke sink, aktivitas sink yang seimbang antara kedua spikelet, dan koordinasi fisiologis yang baik dalam proses pengisian biji di seluruh bagian malai. Karakteristik ini dapat menjadi keunggulan bagi varietas IPB 3S dan Mentik Wangi dalam hal efisiensi pengisian biji dan potensi hasil panen yang lebih tinggi.
Pada tahap ketiga penelitian berfokus pada pengaruh pemberian nitrogen dosis optimum (90 kg ha-1) terhadap berbagai aspek fisiologis dan biokimia yang terkait dengan produktivitas tanaman padi. Temuan utama dari penelitian ini mencakup peningkatan pertumbuhan vegetatif, akumulasi karbohidrat non-struktural (NSC), kapasitas source dan sink, laju fotosintesis, aktivitas enzim sukrosa sintase, serta hasil panen pada perlakuan nitrogen dosis optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian nitrogen optimum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengisian biji pada spikelet inferior. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa aktivitas enzim sukrosa sintase pada fase heading+15 (sekitar 15 hari setelah pembungaan) berkorelasi positif dengan laju pengisian biji. Enzim ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat dan translokasi asimilat, sehingga aktivitas yang optimal pada fase kritis tersebut dapat mendukung proses pengisian biji secara efisien. Penelitian ini juga mengungkapkan adanya perbedaan pola pengisian biji di antara varietas yang diuji. Varietas Mentik Wangi dan Hipa 21 cenderung menunjukkan pengisian biji yang lebih baik, didukung oleh laju fotosintesis tinggi, aktivitas enzim sukrosa sintase yang optimal, keseimbangan source-sink yang baik, serta akumulasi dan pemanfaatan NSC yang efisien. Varietas IPB 3S, sebagai varietas tipe baru, mungkin belum memiliki adaptasi yang optimal terhadap kondisi intensitas cahaya yang rendah seperti pada penelitian tahap dua. Meskipun pada kondisi optimal varietas ini mampu menunjukkan produktivitas yang baik, namun ketika intensitas cahaya terbatas, potensi genetiknya mungkin tidak dapat diekspresikan secara maksimal. Setiap varietas memiliki pola pengisian biji yang berbeda dengan varietas lainnya. Pada penelitian tahap tiga varietas Mentik Wangi dan Hipa 21 cenderung memiliki pola pengisian biji yang lebih baik dibandingkan varietas lainnya. Hal ini didukung oleh kombinasi faktor-faktor yang menguntungkan, seperti laju fotosintesis tinggi, aktivitas enzim sukrosa sintase yang optimal, keseimbangan source-sink yang baik, serta akumulasi dan pemanfaatan NSC yang efisien. Semua faktor ini saling terkait dan berkontribusi terhadap proses pengisian biji yang lebih efisien dan produktivitas yang lebih tinggi pada kedua varietas tersebut Rice is a staple food of paramount importance for the Indonesian population. As the population continues to grow, the demand for rice will also steadily increase. Therefore, efforts to enhance rice productivity become crucial in order to meet this ever-increasing demand for rice. One approach to boost rice productivity is through the development and utilization of superior varieties. However, in the pursuit of enhancing rice productivity through the development of high-yielding superior varieties, several challenges arise, one of which is the high percentage of unfilled or empty grains. To overcome this issue, proper fertilizer management, particularly concerning the application of the macronutrient nitrogen (N), is essential. The research was conducted at the experimental farm of the Agricultural Instrument Standards Application Center (BPSIP) in South Sulawesi. The study comprised three phases. The first phase employed four nitrogen doses: 0 kg N ha?¹ (low N), 45 kg N ha?¹ at planting (medium N), 90 kg N ha?¹ (optimal N with two applications: 45 kg at planting and 45 kg at panicle initiation), and 90 kg N ha?¹ (optimal N with three applications: 45 kg at planting, 22.5 kg at panicle initiation, and 22.5 kg at heading). The second and third phases utilized two nitrogen doses: 0 kg N ha?¹ and 90 kg N ha?¹ (optimal N with three applications: 45 kg at planting, 22.5 kg at panicle initiation, and 22.5 kg at heading). The rice varieties used were IPB 3S, Inpari 33, Hipa 21, and Mentik Wangi. In this study, the nitrogen dose of 90 kg ha?¹ applied in three stages (45 kg at planting, 22.5 kg at panicle initiation, and 22.5 kg at heading) proved to provide timely nitrogen supply in accordance with the rice plant's requirements at each growth phase. Results from the first phase of research indicated that Hipa 21 and Mentik Wangi varieties exhibited higher productivity compared to the other tested varieties. This can be attributed to several factors, including unique genetic characteristics, favorable physiological traits, and good adaptation to the growing environment. Hipa 21 and Mentik Wangi varieties likely demonstrated better adaptation to the environmental conditions at the research site, thus enabling them to express higher yield potential.
The second phase of the research focused on further evaluating the effect of optimal nitrogen dosage (90 kg ha-1) on plant morphological and physiological characteristics, as well as their relationship with source and sink capacities. A key finding from this study was that the sink capacity exceeded the source capacity, resulting in the underutilization of assimilates produced by the source for grain filling. This condition led to an increase in the percentage of unfilled grains, particularly in the Inpari 33 and Hipa 21 varieties. In this second phase, it was found that the application of optimal nitrogen dosage (90 kg ha-1) positively influenced the grain filling rate (R0) in superior spikelets compared to the absence of nitrogen application. This indicates that sufficient nitrogen availability facilitates more efficient grain filling, especially in the spikelets located at the upper portion of the panicle (superior). However, for inferior spikelets (located at the lower part of the panicle), nitrogen application did not significantly affect the grain filling rate. This suggests challenges in assimilate translocation and nutrient distribution to the inferior spikelets. The research also revealed that the IPB 3S and Mentik Wangi varieties exhibited more uniform active grain filling duration (D) between superior and inferior spikelets compared to the Inpari 33 and Hipa 21 varieties. This implies that in the IPB 3S and Mentik Wangi varieties, the grain filling process occurs nearly simultaneously and with relatively similar duration between the upper and lower portions of the panicle. The uniformity in grain filling duration between superior and inferior spikelets in the IPB 3S and Mentik Wangi varieties may be attributed to factors such as efficient assimilate distribution from source to sink, balanced sink activity between the two spikelet types, and well-coordinated physiological processes during grain filling across the entire panicle. This characteristic can be an advantage for the IPB 3S and Mentik Wangi varieties in terms of grain filling efficiency and higher yield potential. The IPB 3S and Mentik Wangi varieties exhibited higher yield components, such as grain weight per hill.
In the third phase, the research focused on the influence of optimal nitrogen dosage (90 kg ha-1) on various physiological and biochemical aspects related to rice plant productivity. The main findings from this study included increased vegetative growth, accumulation of non-structural carbohydrates (NSC), source and sink capacities, photosynthetic rate, sucrose synthase enzyme activity, and grain yield in the optimal nitrogen dosage treatment. The research results showed that optimal nitrogen application had a significant positive effect on grain filling in inferior spikelets. This was due to optimal nitrogen availability, which allowed for more optimal photosynthate production and, consequently, increased assimilate supply for grain filling in inferior spikelets. Additionally, the research found that sucrose synthase enzyme activity at the heading+15 stage (approximately 15 days after heading) positively correlated with the grain filling rate. This enzyme plays a crucial role in carbohydrate metabolism and assimilate translocation, and its optimal activity during this critical phase can support efficient grain filling processes. The study also revealed differences in grain filling patterns among the tested varieties. The Mentik Wangi and Hipa 21 varieties tended to exhibit better grain filling, supported by high photosynthetic rates, optimal sucrose synthase enzyme activity, well-balanced source-sink ratios, and efficient NSC accumulation and utilization. The IPB 3S variety, being a new type, may not have optimal adaptation to low light intensity conditions as observed in the third phase of the research. While this variety was able to exhibit good productivity under optimal conditions, its genetic potential might not have been fully expressed when light intensity was limited. Each variety exhibited different grain filling patterns compared to other varieties. In the third phase of the research, the Mentik Wangi and Hipa 21 varieties tended to display better grain filling patterns compared to other varieties. This was supported by a combination of favorable factors, such as high photosynthetic rates, optimal sucrose synthase enzyme activity, well-balanced source-sink ratios, and efficient NSC accumulation and utilization. All these factors are interrelated and contribute to more efficient grain filling processes and higher productivity in these two varieties.
Collections
- DT - Agriculture [752]