Efisiensi Hara Melalui Pemberian Amelioran dan Aktinobakteri Pada Rotasi Bawang Merah dan Kedelai Pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut
Date
2024Author
A.Haitami
Ghulamahdi, Munif
Lestari, Yulin
Susila, Anas Dinurrohman
Sopandie, Didy
Metadata
Show full item recordAbstract
Tanaman bawang merah dan kedelai merupakan komoditi hortikultura dan
tanaman pangan yang jumlah produksinya masih belum dapat memenuhi
kebutuhan nasional, salah satu faktor penyebabnya adalah semakin berkurangnya
areal penanaman bawang merah dan kedelai. Optimalisasi lahan pada tanaman
bawang merah dengan pola rotasi tanam dengan kedelai merupakan upaya yang
dapat dilakukan untuk pemanfaatan lahan secara optimal. Lahan suboptimal
seperti lahan pasang surut memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai
lahan pertanian dikarenakan memiliki lahan yang luas, namun permasalahan lahan
pasang surut adalah tingginya kadar pirit dan cekaman Al, sehingga pH menjadi
lebih rendah dan dapat meracuni tanaman. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan kombinasi amelioran
pupuk kandang, aktinobakteri dan dolomit, serta mengatur tata air mikro seperti
penerapan sistem budidaya jenuh air (BJA) dan pemanfaatan mikroorganisme
seperti aktinobakteri.
Penelitian ini terbagi dalam empat rangkaian percobaan. Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk menentukan varietas bawang merah yang adaptif
pada sistem BJA di lahan rawa pasang surut yang berkelanjutan. Percobaan
pertama bertujuan untuk menganalisis pengaruh kedalaman muka air, respon
pertumbuhan dan hasil varietas bawang merah pada system BJA di lahan rawa
pasang surut. Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan split plot. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa budidaya bawang merah dengan teknologi
budidaya jenuh air di lahan pasang surut tipe B terbukti bisa dilakukan. Interaksi
antara kedalaman muka air dan varietas bawang merah tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot umbi, kadar hara, dan serapan hara N, P, K. Sedangkan interaksi antara
kedalaman muka air dan varietas bawang merah berpengaruh nyata terhadap
jumlah umbi perumpun, bobot segar perumpun, bobot kering umbi perumpun dan
produktivitas. Secara faktor tunggal perlakuan varietas berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot umbi, kadar hara dan serapan hara
N, P dan K. Pertumbuhan dan hasil bawang merah varietas Bima Brebes dengan
kedalaman muka air 30 cm DPT merupakan perlakuan yang terbaik dengan
menghasilkan produktivitas 7,3 ton ha-1. Akan tetapi secara ekonomis untuk
kedalaman 20 cm DPT lebih efektif dan lebih mudah diterapkan dilapangan
dengan alat ditcher dan traktor dalam pembuatan saluran di lahan pasang surut.
Percobaan kedua dan ketiga bertujuan untuk mengkaji peran aktinobakteri
dalam menurunkan kadar Fe dan Al dalam system BJA di lahan rawa pasang surut
dan menganalisis respon varietas bawang merah terhadap pemberian amelioran
dan aktinobakteri untuk pertumbuhan dan produksi bawang merah dengan BJA.
Percobaan kedua dilaksanakan di rumah plastik dengan menggunakan polybag di
di daerah pasang surut dengan menggunakan rancangan RAL faktorial dan
percobaan ketiga dilaksanakan di lapangan pada lahan pasang surut tipe B dengan
menggunakan rancangan split plot. Hasil percobaan menunjukkan bahwa interaksi
pemberian kombinasi amelioran pupuk kandang, aktinobakteri dan dolomit
dengan varietas Bima Brebes pada tanaman bawang merah mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman bawang merah yang terlihat pada peningkatan
produktivitas 16,46% pada perlakuan varietas Bima Brebes yang diberikan
perlakuan amelioran + aktinobakteri + dolomit jika dibandingkan dengan
perlakuan varietas Bima Brebes yang diberikan perlakuan aktinobakteri + pupuk
kandang saja. Interaksi antara pemberian aktinobakteri, pupuk kandang, dan
dolomit dengan varietas bawang merah pada peubah nutrient use efficiency N, P,
K, kadar hara P dan produktivitas bawang merah berpengaruh nyata. Secara faktor
tunggal varietas bawang merah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah anakan, total klorofil, jumlah stomata kerapatan stomata,
kadar hara Fe dan Al. Kombinasi aktinobakteri dan pupuk kandang mampu
mengkhelat Fe dan Al di lahan pasang surut tipe B. Pertumbuhan dan hasil
bawang merah varietas Bima Brebes dengan kedalaman muka air 20 cm DPT
mampu meningkatkan produktivitas 8,4 ton ha-1.
Perlakuan kombinasi aktinobakteri dengan pupuk kandang dan dolomit
menunjukkan adanya interaksi yang signifikan terhadap efisiensi penggunaan hara
N, P, dan K, serta kadar hara P dan produktivitas bawang merah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi aktinobakteri dan amelioran yang diberikan pada
tanaman menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman semakin baik.
Aktinobakteri ketika mendapatkan nutrisi dari pupuk kandang mampu
menurunkan Al-dd menjadi 0,05 ppm dan kombinasi amelioran aktinobakteri +
pupuk kandang dan dolomit Al-dd menjadi tidak terukur.
Percobaan keempat bertujuan untuk mengevaluasi efek residual pemberian
amelioran dan aktinobakteri untuk pertumbuhan dan produksi kedelai dengan BJA
melalui rotasi tanam yang merupakan penelitian lanjutan dari penelitian tahap
ketiga dengan memanfaatkan efek residual ameliorant pada tanaman kedelai.
Hasil percobaan menujukkan bahwa efisiensi hara melalui pemanfaatan efek
residual amelioran terjadi peningkatan nutrient use efficiency N, P dan K dari
perlakuan aktinobakteri dan pupuk kandang saja secara berturut-turut sebesar
180,19%, 180,72% dan 180,15% dibandingkan tanpa pemberian amelioran pada
tanaman kedelai. Sedangkan peningkatan nutrient use efficiency N, P dan K dari
perlakuan aktinobakteri + pupuk kandang dan dolomit secara berturut-turut
sebesar 211,09%, 194,57% dan 194,13%, jika dibandingkan dengan perlakuan
tanpa pemberian amelioran.
Efek residual tidak terlihat nyata pada perlakuan secara tunggal pada
perlakuan tanpa pemberian amelioran dan pemberian aktinobakteri. Akan tetapi
terjadi peningkatan yang nyata pada kombinasi pemberian aktinobakteri + pupuk
kandang dan dolomit. Sehingga terjadi peningkatan peningkatan produksi dari
perlakuan aktinobakteri dan pupuk kandang saja sebesar 181,8% dibandingkan
tanpa pemberian amelioran. Sedangkan peningkatan produktivitas dari perlakuan
aktinobakteri + pupuk kandang dan dolomit sebesar 195,4% jika dibandingkan
dengan perlakuan tanpa pemberian amelioran. Shallots and soybeans are horticultural and food crop commodities whose
production levels still fail to meet national demands. One of the contributing
factors is the decreasing cultivation area for these crops. Optimizing shallot
cultivation through crop rotation with soybeans is a viable approach to maximize
land utilization. Suboptimal lands, such as tidal swamps, possess great potential for
agricultural development due to their vast areas. However, tidal swamps face
challenges like high pyrite content and aluminum stress, resulting in lower pH
levels that can be toxic to plants. To address these issues, a combination of
strategies can be employed, including the application of manure, actinobacteria,
and dolomite as soil amendments, as well as implementing micro water
management techniques such as water-saturated cultivation systems. Additionally,
the use of microorganisms like actinobacteria can be beneficial in improving soil
conditions.
This research comprises four series of experiments. The overall objective is
to determine shallot varieties that are adaptive to the saturated soil culture (SSC) in
sustainable tidal swamp areas. The first experiment aims to analyze the effects of
water table depth on the growth response and yield of shallot varieties saturated
soil culture (SSC) in tidal swamp land. The experiment was designed using a splitplot
arrangement. Results demonstrate that shallot cultivation using SSC
technology in type B tidal swamps is feasible. The interaction between water table
depth and shallot varieties did not significantly affect shallot plant growth
parameters such as plant height, leaf number, bulb weight, nutrient content, and N,
P, K nutrient uptake. However, the interaction between water table depth and
shallot varieties significantly influenced the number of bulbs per cluster, fresh
weight per cluster, dry bulb weight per cluster, and overall productivity. As a
single factor, variety treatment significantly affected plant height, leaf number,
bulb weight, nutrient content, and N, P, K nutrient uptake. The growth and yield of
the Bima Brebes shallot variety at a water table depth of 30 cm water depth level
proved to be the best treatment, resulting in a productivity of 7,3 tons ha?¹.
However, from an economic and practical standpoint, a water depth level of 20 cm
is more effective and easier to implement in the field using ditchers and tractors for
channel construction in tidal swamp areas.
The second and third experiments aim to examine the role of actinobacteria
in reducing Fe and Al levels in the saturated soil culture system (SSC) in tidal
swamp areas, and to analyze the response of shallot varieties to the application of
ameliorants and actinobacteria for growth and production of shallots under SSC.
The second experiment was conducted in a plastic house using polybags in a tidal
area, employing a factorial completely randomized design (CRD). The third
experiment was carried out in the field on type B tidal swamp land using a splitplot
design. Results show that the interaction between the combination of
ameliorants (manure, actinobacteria, and dolomite) and the Bima Brebes variety
significantly enhanced shallot plant growth. This was evident in the 16,46%
increase in productivity for the Bima Brebes variety treated with ameliorant +
actinobacteria + dolomite compared to the treatment with actinobacteria + manure
alone. The interaction between the application of actinobacteria, manure, and
dolomite with shallot varieties significantly affected nutrient use efficiency for N,
P, K, P nutrient content, and shallot productivity. As a single factor, shallot variety
significantly influenced plant height, leaf number, tiller number, total chlorophyll,
stomata number, stomatal density, and Fe and Al nutrient content. The
combination of actinobacteria and manure effectively chelated Fe and Al in type B
tidal swamp land. Growth and yield of the Bima Brebes shallot variety with a
water table depth of 20 cm water depth level increased productivity to 8,4 tons ha-1.
The combined treatment of actinobacteria with manure and dolomite
demonstrated significant interactions regarding nutrient use efficiency for N, P,
and K, as well as P nutrient content and shallot productivity. Research findings
indicate that the combination of actinobacteria and ameliorants applied to the
plants resulted in improved vegetative growth. When provided with nutrients from
manure, actinobacteria were able to reduce exchangeable aluminum (Al-exc) levels
to 0,05 ppm. Furthermore, the combination of ameliorants (actinobacteria +
manure) and dolomite reduced Al-exc to undetectable levels.
The fourth experiment evaluates the residual effects of administering
ameliorant and actinobacterial for the growth and production of soybeans with SSC
through crop rotation. This is follow-up research to the third stage of research by
utilizing the residual effects of ameliorant on soybean plants. The experimental
results showed that nutrient efficiency through the use of the residual effect of
ameliorant increased the nutrient use efficiency of N, P, and K from the treatment
of actinobacteria and manure alone, respectively, by 180,19%, 180,72%, and
180,15% compared to without giving ameliorant to soybean plants. Meanwhile, the
increase in nutrient use efficiency of N, P, and K from the actinobacterial + manure
and dolomite treatment amounted to 211,09%, 194,57%, and 194,13%, compared
to the treatment without ameliorant.
The residual effect was not significantly evident in single treatments without
ameliorants or with actinobacteria application alone. However, a significant
increase was observed in the combined application of actinobacteria + manure and
dolomite. This resulted in a substantial productivity enhancement. The treatment
with actinobacteria and manure alone showed a 181,8% increase in crop yield
compared to the control without ameliorants. Meanwhile, the combination of
actinobacteria + manure and dolomite led to an even more remarkable 195,4%
increase in productivity when compared to the unamended control treatment.
Collections
- DT - Agriculture [752]