Keragaman Spesies Cendawan Laut Asosiasi Spons dan Potensi Senyawa Bioaktifnya sebagai Antimikrob
Date
2024Author
Fadillah, Wendi Nurul
Sukarno, Nampiah
Iswantini, Dyah
Rahminiwati, Min
Metadata
Show full item recordAbstract
Cendawan merupakan organisme yang tersebar luas di hampir semua ekosistem, termasuk ekosistem laut. Cendawan laut memiliki peran penting dalam ekosistem laut, diantaranya yaitu sebagai pengurai dalam siklus nutrisi dan penghasil senyawa bioaktif baru. Cendawan laut juga dilaporkan ditemukan bersimbiosis dengan lamun, makro alga, karang, dan spons. Spons laut merupakan avertebrata penting penyedia perlindungan bagi biota laut termasuk cendawan, dan juga berperan aktif membantu pembentukan ekosistem laut. Potensi cendawan laut dalam menghasilkan senyawa baru dan unik diketahui sangat tinggi, hampir setiap tahunnya dilaporkan bahwa sekitar 25% senyawa baru yang ditemukan dari habitat laut berasal dari cendawan laut. Tingginya potensi senyawa metabolit yang dihasilkan oleh cendawan laut terutama yang berasosiasi dengan spons menjadikan pentingnya penelitian mengenai senyawa metabolit baru untuk mengatasi mikrob patogen yang multidrug resistant, penyakit infektif, dan penyakit degeneratif
Resistensi antimikroba (RAM) merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang dapat mengancam efektivitas pengobatan antibiotik. Pencarian antibiotik baru terutama senyawa kimia baru dengan mekanisme kerja yang unik merupakan salah satu kunci untuk mengendalikan masalah ini. Potensi bioaktivitas cendawan laut khususnya cendawan laut yang berasosiasi dengan spons cukup tinggi. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai habitat laut yang luas dan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi. Namun penelitian mengenai keragaman hayati perairan laut Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman cendawan laut yang berasosiasi dengan spons, menganalisis potensinya sebagai penghasil senyawa antimikrob serta mengidentifikasi senyawa bioaktifnya. Potensi cendawan laut sebagai antimikrob pada penelitian ini dikhususkan terhadap tiga mikrob patogen yang masuk kedalam daftar RAM dengan tingkat perhatian tinggi yaitu Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus
Penelitian dilakukan dimulai dengan pengambilan sampel spons dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pengambilan sampel di lapangan dilakukan dengan SCUBA diving. Isolasi cendawan dari spons dilakukan dengan metode isolasi langsung. Isolat cendawan selanjutnya diidentifikasi secara morfologi dan molekuler menggunakan sekuen DNA daerah ITS rDNA. Isolat cendawan teridentifikasi kemudian dianalisis keragamannya dan korelasinya dengan spons sebagai inang. Isolat cendawan juga dikaji lebih lanjut potensinya sebagai catatan baru ataupun spesies baru dengan identifikasi lebih lanjut menggunakan karakteristik spesifik. Isolat cendawan kemudian ditapis kemampuannya sebagai anti-Candida albicans. Isolat potensial kemudian ditapis lebih lanjut sebagai antibakteri terhadap bakteri Gram negatif Escherichia coli dan Gram positif Staphylococcus aureus. Isolat potensial terpilih kemudian dikuluturkan untuk produksi ekstrak dan fraksinasi senyawa bioaktif menggunakan KLT. Ekstrak dan fraksi juga diuji aktivitasnya sebagai antimikrob hingga dilakukan pemurnian senyawa dan elusidasi senyawa menggunakan ESI-MS dan NMR.
Hasil penelitian “Keragaman Cendawan Laut Asosiasi Spons pada Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka, DKI Jakarta, Indonesia” didapatkan Sebanyak 179 isolat cendawan laut merupakan 10 genus cendawan Ascomycota. Identifikasi menggunakan ITS rDNA menghasilkan 21 spesies cendawan laut dengan Aspergillus (45,81%), Gymnoascus (15,64%), dan Gliomastix (14,53%) merupakan tiga genus dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh bukan berasal dari air laut maupun kontaminasi udara. Semua genus cendawan yang diisolasi adalah kategori asosiasi spons kecuali Purpureocillium yang termasuk dalam kategori spesialis spons. Ini adalah studi pertama yang mengeksplorasi keanekaragaman cendawan laut tropis yang berasal dari berbagai spesies spons yang dikumpulkan dari ekosistem terumbu karang perairan laut dangkal Indonesia. Penilaian keanekaragaman cendawan dalam penelitian ini memberikan nilai yang besar bagi keanekaragaman dan ekologi cendawan laut tropis asosiasi spons dan memperluas informasi inang cendawan laut asosiasi spons terutama di wilayah laut tropis.
Penelitian ini juga memberikan catatan baru Gymnoascus udagawae sebagai cendawan laut dari Indonesia. Pada topik “Catatan Baru Gymnoascus udagawae Asosiasi Spons Clathria Sp. asal Indonesia dan Potensinya Sebagai anti-Candida”, spons Clathria sp. berasosiasi dengan cendawan laut yang memiliki karakteristik morfologi khas dari genus Gymnoascus dengan klamidospora nodul dan arthroconidia. Cendawan laut tersebut diidentifikasi sebagai G. udagawae berdasarkan karakteristik morfologi dan molekuler. Cendawan ini merupakan sumber potensial metabolit sekunder yang aktif melawan C. albicans. Ekstrak etil asetat filtrat cendawan konsentrasi 500 mg/µL menunjukkan diameter penghambatan 1,4 cm terhadap pertumbuhan C. albicans. Penghambatan merupakan kategori sedang dibandingkan dengan klotrimazol sebagai kontrol positif dengan diameter penghambatan 2,8 cm pada 100 mg/µL.
Potensi cendawan laut sebagai antimikrob dipelajari pada topik “Cendawan Laut Aspergillus hortai Sebagai Penghasil Senyawa Anti Mikrob”. Cendawan Aspergillus hortai yang diisolasi dari spons Stylissa sp. memiliki potensi terbaik sebagai antimikrob yang ditunjukkan dengan aktivitas inhibisi pertumbuhan C. albicans dan E. coli. Cendawan A. hortai diidentifikasi melalui kombinasi karakteristik morfologi dan molekuler DNA yang meliputi gen ITS dan gen ß-tubulin. Kondisi optimal aktivitas penghambatan didapatkan pada medium Corn Meal Broth dengan inkubasi selama 6 hari. Ekstrak cendawan diproduksi dengan menggunakan filtrat kultur cendawan dan diekstraksi dengan etil asetat. Aktivitas antimikrob dari ekstrak ini memiliki karakteristik yang rentan terhadap inkubasi pada kondisi panas diatas 45°C dan pada kondisi basa atau asam. Ekstrak menunjukkan 7 pita utama pada KLT dengan satu pita menunjukkan aktivitas terhadap C. albicans (rf 0,57) dan satu pita lainnya menunjukkan aktivitas terhadap C. albicans dan E. coli (rf 0,81) pada bioautogram. Permurnian telah berhasil dilakukan pada satu pita (rf 0,57) dengan bentuk kristal. Hasil elusidasi menunjukkan senyawa tersebut memiliki bobot molekul 154 m/z dan hasil pembacaan NMR didapatkan bentuk molekul terrein. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cendawan laut yang berasosiasi dengan spons yang diperoleh dari Indonesia memiliki potensi sebagai antimikrob yang layak untuk dieksplorasi untuk mencari antibiotik baru. Fungi are ubiquitous organisms and found widespread in almost all ecosystems, including marine. Marine fungi have an important role in the marine ecosystems, such as decomposers which plays a role in nutrient cycle and also as new bioactive producers which support sustainable health of organisms and environment. Marine fungi have also been reported to live in symbiosis with seagrass, macro algae, corals and sponges. Marine sponges are important invertebrates in marine ecosystem because they provide protection for other organisms including fungi, and also play significant role in development and function of marine ecosystem. Marine fungi, especially sponge-associated fungi, are high potential sources of bioactive compounds derived from the marine environment. It has been reported that marine fungi contribute 25% of new compounds discovered annualy from marine habitats. The high potency of metabolite compounds produced by marine fungi, especially those associated with sponges, contribute significantly on research of new metabolite compounds to overcome multidrug-resistant pathogenic microbes, infective diseases and degenerative diseases.
Antimicrobial resistance (AMR) is a global public health problem that can affect the effectiveness of antibiotic treatment. The search for new antibiotics, especially new chemical compounds with unique mechanisms of action, is one of the keys to overcome the AMR global problem. The bioactive potency of marine fungi associated with sponges, is significantly high. However, there has not been much research on sponges associated marine fungi as source of anti-microbials in Indonesia. Indonesia as an archipelagic country has extensive marine habitat and very high marine biodiversity. However, research on the biodiversity of Indonesian marine fungi is still very limited. Therefore, this research aimed to study the diversity of marine fungi associated with sponges, analyze their potential as producers of antimicrobial bioactive compounds and identify the bioactive compounds produced.
The research covered several activities, starting from sponges sampling carried out in Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. Sponges’ collections in the Pramuka Island Sea, carried out by SCUBA diving. Isolation of fungi from sponges was conducted using the direct isolation method. The fungal isolates were then identified morphologically and molecularly using the DNA sequence of the ITS rDNA region. The identified fungal isolates were further analysed for their diversity, taxonomic status such as new record for Indonesia using specific characteristics for further identification. The fungal isolates were then screened for its ability as anti fungi against Candida albicans. The potential isolates were then further screened as an anti-bacterial against Gram-negative Escherichia coli and Gram-positive Staphylococcus aureus bacteria. The selected potential isolates were then cultured for filtrate production and filtrate extraction, and fractionation of bioactive compounds using TLC. The extracts and fractions were also tested for their antimicrobial activity until the compounds were purified and elucidated using ESI-MS and NMR.
The results of the research "Diversity of Sponge Association Marine Fungi in the Pramuka Island Coral Reef Ecosystem, DKI Jakarta, Indonesia" resulted in 179 isolates of marine fungi belonging to 10 genera of Ascomycota fungi. Based on ITS rDNA sequences the 179 isolates were identified into 21 species of marine fungi with three dominant genera of Aspergillus (45.81%), Gymnoascus (15.64%), and Gliomastix (14.53%). The results of the research showed that the fungi were sponge derived, they were not sea air contaminat. All fungal genera isolated were in the sponge association category except Purpureocillium which was included in the sponges specialist category. This is the first study to explore the diversity of tropical marine fungi originating from various sponge species collected from shallow marine coral reef ecosystems in Indonesia. The assessment of fungal diversity in this study provides great value for the diversity and ecology of sponge-associated tropical marine fungi and increase database of the host range of sponge-associated marine fungi, especially in tropical marine areas.
The results of the research "New record on Gymnoascus udagawae Associated with Clathria sp. Sponges from Indonesia and its Potential as an anti-Candida” showed that the Sponge Clathria sp. is associated with marine fungi. Based on morphological characteristics, the fungal isolate had typical morphological characteristics of the genus Gymnoascus showed by nodulated chlamydospores and arthroconidia. The marine fungal isolate was identified as Gymnoascus udagawae based on morphological and molecular characteristics. This is the first record of G. udagawae as a marine fungi, especially from Indonesia. The ethyl acetate extract of the fungal filtrate showed an inhibitory activity against C. albicans with an inhibition diameter of 1.4 cm at 500 mg/µL. The inhibition was in the moderate category compared to clotrimazole as a positive control with an inhibition diameter of 2.8 cm at 100 mg/µL. Therefore the fungi could be a potential source of secondary metabolites against C. albicans.
The results of the research "Marine Fungi Aspergillus hortai as a Producer of Anti Microbial Compounds" showed that the fungus Aspergillus hortai isolated from the sponge Stylissa sp. was identified through a combination of morphological and molecular characteristics of the ITS rDNA and the ß-tubulin gene. The fungus showed activity against C. albicans and E. coli. The optimal conditions for inhibitory activity were obtained in Corn Meal Broth medium in 6 days of incubation. Fungal extract was produced using three liters of fungal broth which has been filtered and extracted with ethyl acetate. The antimicrobial activity of this extract is susceptible to heat above 45°C and alkaline or acidic conditions. Therefore, extraction was carried out at pH 7 with evaporation at 40°C. The extract showed 7 main bands on TLC with one band showing activity against C. albicans (rf 0.57) and another band showing activity against C. albicans and E. coli (rf 0.81) on the bioautogram. Purification has been successfully carried out for one band (rf 0.57) showed by crystal form. The elucidation results show that the compound was terrein with molecular weight of 154 m/z. The results of this study showed that marine fungi associated with sponges obtained from Indonesia have the potential as antimicrobials that are worth exploring in the search for new antibiotics.