Rekayasa Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Untuk Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit Terintegrasi
Date
2024Author
Windiastuti, Elsa
Suprihatin
Indrasti, Nastiti Siswi
Bindar, Yazid
Hasanudin, Udin
Metadata
Show full item recordAbstract
Industri kelapa sawit memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Produksi CPO tahun 2023 sebanyak 48,24 juta ton, nilai produksi CPO ini mengalami peningkatan sebanyak 5,5% dari tahun 2022. Selain CPO industri kelapa sawit juga menghasilkan limbah dalam jumlah yang cukup besar. Air limbah pabrik kelapa sawit (ALPKS) yang dihasilkan dari setiap ton produksi CPO berkisar 2,5-3,0 m3. Pengolahan ALPKS di industri kelapa sawit yaitu penanganan secara biologis dengan kolam anaerobik terbuka (open deep lagoon) atau unit biogas reaktor dilanjutkan dengan pengolahan secara aerobik. Namun metode tersebut memiliki beberapa kekurangan. Efluen Unit Biogas (Palm Oil Mill Secondary Effluent/POMSE) masih sering belum memenuhi standar mutu buangan industri CPO (sebagian besar sulit terdegradasi secara biologis, sehingga unit proses atau kombinasi unit proses non-biologis diperlukan untuk mengeliminasi polutan tersebut).
Selain ALPKS, industri kelapa sawit juga menghasilkan limbah padat. Limbah padat industri kelapa sawit terdiri atas tandan buah kosong, serat perasan buah, bungkil inti sawit, cangkang, dan limbah padat lain. Industri kelapa sawit umumnya memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai mulsa. Pemanfaatan TKKS sebagai mulsa kurang menguntungkan karena proses degradasi berjalan sangat lambat dan menimbulkan masalah lain seperti menjadi inang kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros). Pemanfaatan TKKS lainnya dapat dilakukan dengan mengolah bersama ALPKS menjadi kompos (co-composting). Pengelolaan ALPKS dan TKKS secara terintegrasi berpotensi memberi berbagai manfaat, baik secara finansial maupun manfaat lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi proses pengolahan limbah pabrik kelapa sawit secara terintegrasi menuju penerapan konsep nir limbah (zero-waste). Inovasi ini menjadi solusi saling menguntungkan bagi pemecahan masalah pencemaran lingkungan dan masalah keterbatasan finansial untuk pengelolaan lingkungan industri kelapa sawit.
Proses aktivasi dilakukan dengan perlakuan pretreatment dan aktivasi secara post treatment dengan cara memanaskan TKKS menggunakan autoclave selama 90 menit. Selanjutnya dilakukan perendaman menggunakan NaOH atau KOH dengan konsentrasi 0%, 4%, 8% dan 12% selama 3 jam. Analisis daya serap iodin menggunakan metode titrimetri sedangkan uji daya serap metilen biru menggunakan metode spektrofotometri. Hasil daya serap iodin biochar dari TKKS berkisar antara 199,42-613,06 mg/g dan metilen biru sebesar 70,83-80,21 mg/g. Kemampuan biochar dalam menyerap iodin tidak memenuhi SNI yaitu minimal 750 mg/g. Daya serap metilen biru hasil penelitian ini adalah 62,53-81,11mg/g, Biochar aktif yang dihasilkan memenuhi standar SNI yaitu 60 mg/g.
Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan gugus fungsi yaitu terbentuknya O-H (ikatan monomer/fenol), amina sekunder, regangan CN, dan komponen NH. Hasil analisis SEM menunjukkan ukuran pori biochar antara 2-10 µm. Biochar memiliki kandungan berupa C, O, P, K, dan Ca masing-masing sebesar 75,51%, 12,59%, 5,52%, 5,42%, dan 0,95%. Luas permukaan pori biochar pretreatment KOH 12% dan post treatment NaOH 8% masing-masing sebesar 8,2 m2/g dan 24,2 m2/g.
Hasil analisis kebutuhan energi biochar pretreatment sebesar 19,66 MJ/kg, sedangkan untuk menghasilkan 1 kg biochar post treatment membutuhkan energi sebesar 8,17 MJ. Net energi rasio (NER) biochar pretreatment sebesar 3,73 dan biochar post treatment sebesar 12,22. Net energi value (NEV) biochar pretreatment lebih rendah dibandingkan biochar post treatment, masing-masing sebesar 53,82 dan 91,75. Harga produksi biochar pirolisis tanpa perlakuan sebesar Rp. 4.768/kg, biochar pretreatment sebesar Rp. 80.667/kg, dan biochar post treatment sebesar Rp. 21.474/kg.
Proses elektrokoagulasi dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktor dari rangkaian power supply, voltmeter, gelas piala, batang elektroda aluminium, dan magnetic strirrer. Elektroda yang digunakan adalah aluminium berukuran 12x2 cm2 dengan ketebalan lempeng 2 mm, disusun secara bipolar dengan jarak 1 cm antara elektroda. Variasi tegangan yang digunakan adalah 15, 20, dan 25 volt dengan waktu kontak selama 30, 60, dan 90 menit. Perlakuan terbaik didapat pada tegangan 15 volt selama 30 menit dengan efisiensi penyisihan COD, TSS, kekeruhan dan warna masing-masing sebesar 49,69%, 92,55%, 92,69% dan 75,77%. Elektrokoagulasi merupakan teknologi yang tergolong murah, kebutuhan energi 7,47 kWh/m3, kebutuhan elektroda sebesar 335,7 g/m3 dan biaya operasional yang diperlukan adalah Rp.24.068/m3
Proses adsorpsi dilakukan menggunakan biochar teraktivasi dengan konsentrasi 0, 40, 80, dan 120 g/L. Waktu tunggu yang digunakan adalah 1, 3, dan 5 jam. Air limbah yang digunakan adalah efluen hasil proses elektrokoagulasi dengan tegangan 15 volt selama 30 menit. Efisiensi penjerapan biochar terhadap COD sebesar 82,29-95,74%, kekeruhan sebesar 74,96-93,89% dan warna sebesar 19.67-46.45%. Luas permukaan pori biochar mencapai 24.19 m2/g.
Proses adsorpsi terbaik didapat pada biochar post treatment dengan dosis 40g/L selama 1 jam. Efisiensi penurunan maksimum konsentrasi COD sebesar 86,5%, Kekeruhan 90,4% dan warna sebesar 46,5%. Hasil SEM-EDX menunjukkan pada biochar jenuh, terdapat senyawa Al dan Mg. Kombinasi proses elektrokoagulasi dan adsorpsi dapat meningkatkan efektivitas yang dimiliki setiap metode dalam proses pengolahan POMSE. Efisiensi COD, kekeruhan, dan penghilangan warna masing-masing sebesar 97,99%, 99,22%, dan 90,50%.