Upaya Meningkatkan Keberhasilan Reproduksi dan Kelulushidupan Larva Teripang Pasir (Holothuria scabra) dalam Rangka Menjaga Keberlanjutan Stok di Alam.
Date
2020Author
Kautsari, Neri
Riani, Etty
Batu, Djamar TF Lumban
Hariyadi, Sigid
Metadata
Show full item recordAbstract
Penurunan stok teripang pasir telah terjadi di beberapa Negara di Dunia
termasuk di Indonesia. Salah satu perairan di Indonesia yang terindikasi
mengalami penurunan stok teripang pasir ialah perairan Teluk Saleh, Kabupaten
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Jika eksploitasi terus dilakukan secara
intensif maka dikhawatirkan teripang pasir di Perairan Teluk Saleh akan
mengalami kepunahan. Penurunan populasi teripang di suatu perairan tentunya
akan memberikan dampak negatif bagi ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi tingkat
pelestarian dan perbaikan stok teripang di alam adalah melalui upaya restocking,
namun upaya ini masih mengalami beberapa kendala diantaranya belum
tersedianya benih yang memiliki kuantitas dan kualitas yang memadai.
Rendahnya keberhasilan pemijahan diduga disebabkan belum diketahuinya ciri
morfologis antara induk jantan dan betina serta belum diketahuinya kejut suhu
optimal dalam merangsang pelepasan gamet. Kelulushidupan larva yang rendah
diduga disebabkan oleh terbatasnya informasi terkait kondisi lingkungan (suhu,
pH dan salinitas) yang optimal serta pakan yang sesuai dalam mendukung
perkembangan, pertumbuhan dan kelulushidupan larva pada setiap fase. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perbedaan struktur
morfologis induk teripang jantan dan betina; (2) menentukan kejut suhu optimal
untuk menstimulir pelepasan gamet teripang jantan dan betina; (3) menganalisis
pengaruh kondisi lingkungan (suhu, salinitas dan pH) terhadap perkembangan,
ukuran dan sintasan larva teripang H. scabra; (4) menganalisis pengaruh jenis
mikroalga yang digunakan sebagai pakan terhadap perkembangan dan
kelangsungan hidup larva H. scabra.
Penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan. Tahapan pertama difokuskan
pada pengamatan perbedaan morfologis antara jantan dan betina. Induk teripang
pasir yang digunakan sebagai sampel diperoleh dari perairan Teluk Saleh,
Kabupaten Sumbawa, NTB. Pengamatan perbedaan morfologis jantan dan betina
dilakukan dengan mengamati warna tubuh, ukuran tubuh dan bentuk gonopor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan warna dan ukuran
antara induk jantan dan betina. Perbedaan induk jantan dan betina terletak pada
gonopor dan area di sekitar gonopor. Pada betina, gonopor terlihat jelas seperti
pori-pori dan area di sekitar gonopor terlihat seperti area permukaan tubuh
lainnya. Pada jantan, lubang gonopor tampak sama dengan betina, namun area
sekitar gonopor terlihat seperti pori-pori yang besar dan ukurannya hampir sama
dengan gonopor. Ciri lain jantan yaitu adanya lipatan kulit yang tipis dan
menyerupai garis yang menghubungkan antara gonopor dan ujung anterior tubuh.
Teripang yang keadaan gonadnya kosong memiliki ciri yang hampir sama dengan
jantan namun kerutan antara gonopor dan ujung anterior terlihat lebih jelas.
Tahap ke-dua penelitian ialah pengamatan pengaruh kejut suhu terhadap
keberhasilan pelepasan gamet dan keberlanjutan induk teripang pasir (H. scabra).
iii
Kejut suhu yang diamati ialah kejut suhu +2, +4, +6, +8, +10 dan +12oC ditambah
dengan kontrol (27oC). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
Variabel yang diamati ialah jumlah individu yang melepaskan gamet, waktu dan
durasi pelepasan sperma dan telur, jumlah telur dan jumlah individu yang
mengalami stres. Penelitian tahap ini dilakukan di laboratorium mandiri yang
berlokasi di Desa Teluk Santong, Kecamatan Plampang, Sumbawa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejut suhu yang optimum dalam pemijahan
teripang pasir adalah +4
oC. Kejut suhu di bawah kejut suhu optimum tidak
mampu merangsang induk teripang jantan dan betina dalam melepaskan sperma
dan telur sedangkan kejut suhu di atas kejut suhu optimum dapat merangsang
pengeluaran sperma dan telur namun mulai kejut suhu +8oC menyebabkan
terjadinya stres pada induk teripang pasir. Stres dicirikan dengan adanya kontraksi
dan pembengkakan tubuh. Kejut suhu +10 dan +12oC menyebabkan stress berat
pada induk teripang sehingga tidak direkomendasikan dalam pemijahan teripang.
Tahap ke-tiga penelitian ini ialah pengamatan pengaruh lingkungan (suhu,
salinitas dan pH) terhadap perkembangan, ukuran dan kelulushidupan larva pada
setiap fase. Pengaruh lingkungan yang diamati pada penelitian ini ialah suhu (20,
22, 24, 26, 28, 30 dan 32oC), salinitas (24, 26, 28, 30, 32, 34 dan 36 ppt) dan pH
(6.5, 7.0, 7.5, 8.0, 8.5 dan 9.0). Pengamatan dilakukan pada setiap fase
perkembangan larva yaitu fase auricularia menuju fase doliolaria dan fase
doliolaria menuju fase pentaktula. Variabel yang diamati pada tahapan ini ialah
perkembangan (metamorfosis), ukuran dan kelulushidupan setiap fase larva. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa kondisi lingkungan optimum dalam mendukung
perkembangan larva auricularia menuju doliolaria adalah suhu 28oC, salinitas 34
ppt dan pH 8.5 hingga 9.0. Nilai suhu dan pH optimum pada fase doliolaria dan
pentaktula tidak berbeda dengan nilai optimum pada fase auricularia. Nilai
salinitas optimum pada fase pentaktula memiliki rentang yang lebih luas
dibandingkan nilai salinitas optimum pada fase auricularia dan pentaktula. Nilai
salinitas optimum pada fase pentaktula berkisar antara 28 hingga 34 ppt.
Pemeliharaan larva H. scabra diluar kondisi lingkungan optimum menyebabkan
terhambatnya perkembangan larva, kecilnya ukuran larva dan rendahnya
kelulushidupan larva.
Tahap ke-empat pada penelitian ini ialah pengamatan pengaruh starvasi
(kelaparan) dan pengaruh pemberian pakan mikroalga terhadap perkembangan,
ukuran dan kelulushidupan larva H. scabra. Jenis mikroalga yang diujikan sebagai
pakan ialah Nannochloropsis sp, Isochrisis aff galbana dan Pavlova sp. Sebelum
diujikan, ketiga jenis mikroalga diamati ukuran, gambaran morfologi dan
kandungan asam lemak dan asam amino. Variabel pengamatan pada tahapan ini
sama dengan variabel pengamatan pada tahap ke-tiga yaitu perkembangan, ukuran
dan kelulushidupan larva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa I. galbana adalah
jenis pakan yang paling baik dalam mendukung perkembangan larva H. scabra.
Perkembangan larva lebih cepat pada larva yang diberi pakan I. galbana
dibandingkan lainnya. Ukuran dan kelulushidupan larva pada ketiga jenis
mikroalga tidak berbeda nyata.
Collections
- DT - Fisheries [725]