Model Pengambilan Keputusan Multi Usaha Kehutanan Berkelanjutan
Abstract
Diskursus Multi Usaha Kehutanan (MUK) dilatarbelakangi oleh kinerja rendah sektor kehutanan dan ketahanan pangan Indonesia yang berada pada urutan ke-65 dunia. Neraca positif ekspor-impor komoditas pangan Indonesia pincang dimana 6 dari 9 kelompok komoditas mengalami defisit. Sementara itu, 0,6% kontribusi sektor kehutanan dalam PDB dari 64,1% luas daratan Indonesia yang dialokasi sebagai hutan adalah terlalu rendah. Rasio luas lahan pertanian yang hanya sebesar 0,19 ha/kapita kontradiktif dengan fakta bahwa 38,2 jt ha dari 68,8 juta ha alokasi lahan hutan produksi tidak diusahakan karena tidak menarik minat investasi. Oleh karena itu perlu ada terobosan model investasi baru agar menjadi lebih menarik, salah satunya melalui MUK. Diskursus MUK bertujuan untuk mendorong investasi dalam menyediakan multi produk, antara lain: kayu, hasil hutan bukan kayu dari kelompok pangan dan non pangan serta jasa lingkungan. Diskursus meliputi perdebatan terkait kompleksitas sekaligus resiko tinggi dari banyaknya alternatif keputusan tersedia dalam pemanfaatan lahan hutan produksi melalui MUK. Pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana menyediakan perangkat analisis secara komprehensif, tervalidasi dan efisien dalam menyediakan informasi luaran manfaat berikut mengevaluasi aspek keberlanjutan serta kelembagaan yang efektif dalam penerapan MUK. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan tersebut, meliputi 3 tujuan, yaitu: i) penguatan wacana dan kelembagaan, ii) perangkat model pengambilan keputusan berkelanjutan serta iii) stategi implementasi MUK.
Tujuan pertama dilakukan melalui tahapan studi literature bersumber teks berita, publikasi ilmiah dan regulasi.yang dikonfirmasi melalui diskusi secara mendalam dengan responden ahli dan pemangku kepentingan. Diskusi dilakukan selama 1 jam dengan 4 pertanyaan kunci, yaitu terkait urgensi, respon, permasalahan dan strategi. Diskusi direkam atas persetujuan responden dan diubah menjadi data teks untuk koreksi dan pengayaan konten, pemangku kepentingan (aktor) dan indikator sasaran (tujuan). Konten-konten dianalisis menggunakan perangkat lunak NVivo, sementara itu, daftar aktor dan tujuan disusun menjadi 2 matrik, yaitu matrik pengaruh aktor terhadap aktor serta matrik peran aktor dalam pencapaian tujuan MUK. Dua matrik tersebut diisi oleh responden yang kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Mactor. Seluruh data luaran dan informasi yang diperoleh pada tahapan awal tersebut selanjutnya digunakan sebagai data input untuk konseptual dan formulasi model sistem dinamis berbasis perangkat lunak Stella 9.0.2. Uji validitas, reliabilitas dan keberlanjutan dilakukan pada dua unit contoh PBPH melalui riset aksi penggunaan perangkat model dan perangkat lunak Promethee untuk rekomendasi alternatif jenis usaha, komoditas dan penggunaan lahan. Terakhir, strategi dianalisis dalam 3 skenario implemetasi MUK secara Nasional, meliputi skenario pesimis, moderat dan optimis.
Penelitian ini menjelaskan bahwa diskursus MUK akan bersinggungan dengan pilihan perizinan pemanfaatan lahan hutan lainnya yang memiliki kepastian berusaha dan kekuatan hukum yang sama atau lebih. Diantaranya adalah izin pelepasan kawasan hutan, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) dan perhutanan sosial atau pilihan meneruskan izin usaha pemanfaatan sebelumnya. Diskresi terkait persetujuan lingkungan, pelibatan dan klaim kinerja diperlukan untuk menarik minat investasi pelaku usaha dan komitmen pemangku kepentingan diluar sektor kehutanan. Terdapat 11 pemangku dan 10 indikator sasaran keberlanjutan MUK. KLHK adalah aktor kunci yang memiliki peran eksisten dalam penetapan norma, standar, prosedur dan kegiatan. Pakar, dinas kehutanan, dinas lingkungan hidup, dinas tanaman pangan dan dunia usaha adalah 5 aktor pendukung. Pakar memiliki pengaruh kuat serta aliansi dan koordinasi yang intens namun tidak secara langsung dipengaruhi oleh aktor kunci. Ketenaga-kerjaan adalah indikator sasaran dengan bobot tertinggi, diikuti oleh penyediaan pangan, investasi/finansial, stok karbon serta pendapatan negara. Penyediaan produk kayu merupakan indikator sasaran yang tidak popular, yang mengindikasikan bahwa diskursus MUK akan mendorong perubahan mainstream tata kelola hutan Indonesia secara keras.
Penelitian ini menghasilkan satu perangkat model yang diberi nama Super Model Multi Usaha Kehutanan (SM-MUK) dan telah terdaftar sebagai Hak Cipta melalui Surat Pencatatan Ciptaan Nomor EC002023130149 dari Kementerian Hukum dan HAM tanggal 12 Desember 2023. SM-MUK dibangun berdasarkan struktur sebab akibat yang menggambarkan keterkaitan yang dinamis antar variabel-variabel tipologi dan alternatif keputusan terkait jumlah dan jenis usaha, komoditas, luas penggunaan lahan dan volume serta beban kerja dan pembiayaan yang ditimbulkan untuk menghasil data luaran terkait 5M prinsip usaha, yaitu Method, Material, Machine, Man dan Money. Struktur tersebut diformulasikan dalam 280 sektor model dengan total 4.764 variabel data peubah dan nilai penyimpangan sebesar 6,4%. SM-MUK disajikan secara sistematis melalui 1 layar pembuka, 8 layar utama dan 8 layar lampiran. Ruang input keputusan disediakan dalam 22 kotak, 9 slider dan 1 knop variabel data peubah. Sementara itu, data luaran disajikan dalam 167 tabel, 49 grafik dan 48 data baris. Berdasarkan uji reliabilitasnya, SM-MUK memiliki keterhandalan sebagai media pembelajaran untuk memahami prinsip dan penyusunan opsi pengembangan MUK. Pengujian di PBPH PT Ratah Timber, Kalimantan Timur menghasilkan 9 alternatif rencana penggunaan lahan dan usaha. Melalui analisis resiko usaha, peluang pasar dan keberlanjutan, maka dipilih alternatif H dengan proyeksi peningkatan manfaat dalam penyediaan kayu, penyerapan tenaga kerja, NPV, karbon stock dan kontribusi penerimaan Negara sebesar 152,9% s.d 579,6%. Selain itu, diproyeksikan perolehan manfaat lain dalam penyediaan produk baru dari komoditas pangan dan non pangan dengan agregat 495.015 ton dan 178.056 ton selama 50 tahun waktu analisis. Nilai manfaat tersebut akan diperoleh dengan performa perusahan yang lebih kuat dengan indikator BCR sebesar 1,72 yang aman dari depresiasi suku bunga hingga angka suku bunga 77,92% dan jangka pengembalian modal selama 2,25 tahun. Selanjutnya secara makro dengan asumsi bahwa secara bertahap hingga tahun 2030 MUK diimplementasikan pada 32% hutan produksi Indonesia, maka pada tahun 2045 diproyeksikan akan terjadi peningkatan produksi kayu sebesar 296,8%, penerimaan negara sebesar 654,3%, dan serapan tenaga kerja sebesar 985,7%, serta menambah produksi pangan hingga 19,36 juta ton. Lebih lanjut, penerapan MUK akan menahan laju penurunan cadangan karbon lebih dalam apabila tata kelola masih dalam skenario BAU. Penelitian ini menyarankan penelitian global lebih lanjut, dengan menekankan pentingnya model inovatif untuk tata kelola kehutanan berkelanjutan dan ketahanan pangan di seluruh dunia.