Show simple item record

dc.contributor.advisorSumarwan, Ujang
dc.contributor.advisorWagiono, Yayah K.
dc.contributor.authorSianturi, Pantas Freddy
dc.date.accessioned2024-05-23T10:47:08Z
dc.date.available2024-05-23T10:47:08Z
dc.date.issued1997
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151399
dc.description.abstractHortikultura, khususnya buah-buahan sebenarnya merupakan komoditi strategis dan cukup menguntungkan bila dikelola secara profesional. Selama masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP-I), komoditi ini belum begitu mendapat perhatian secara penuh. Pemerintah lebih berkonsentrasi pada beras untuk pemenuhan kebutuhan pangan penduduk. Hortikultura baru mendapat perhatian secara serius mulai pada Repelita VI. Hal ini dapat dilihat pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, secara tegas menyatakan bahwa hortikultura merupakan salah satu potensi harus dikembangkan dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, perolehan devisa maupun perbaikan ekonomi kaum tani. Konsekuensi dari kondisi tersebut di atas, produksi buah nasional belum mampu memenuhi permintaan penduduk akan buah-buahan. Selama sepuluh tahun, sejak tahun 1984 sampai dengan 1994, produksi buah nasional relatif kecil peningkatannya. Sementara itu pada periode yang sama jumlah penduduk meningkat lebih dari 20%. Disamping itu kondisi perekonomian nasional semakin baik. Pada tahun 1996 pendapatan penduduk per kapita telah mencapai angka US 1.000 dollar. Kelompok penduduk kelas menengah ke atas juga semakin besar. Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan serta diikuti daya beli yang tinggi biasanya diikuti perubahan komposisi konsumsi masyarakat baik dalam jumlah maupun mutu. Tuntutan kebutuhan ini belum dapat dipenuhi produksi buah nasional. Untuk memenuhi permintaan tersebut, impor buah menjadi alternatif untuk memenuhi permintaan. Akibatnya buah impor sekarang sudah membanjiri pasar. Hal ini juga dikondisikan oleh mekanisme pasar domestik sudah diwarnai dengan liberalisasi ekonomi dan juga dimungkinkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 135 tahun 1991, sekaligus menghapus pengetatan terhadap buah impor yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 505 tahun 1982. Akibatnya neraca ekspor-impor buah-buahan Indonesia sangat timpang. Angka impor jauh lebih besar daripada ekspor. Selama periode 1990-1995 pertumbuhan impor buah-buahan mencapai 335,34% sedangkan ekspor hanya sebesar 204,11% (Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, 1996). Khusus untuk buah apel merupakan buah yang paling banyak di impor dan membanjiri pasar di Indonesia. Pertumbuhannya dari tahun ke tahun terus meningkat. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Disadari banyak faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis buah. Namun penelitian ini melihat dari sisi konsumen. Karena konsumenlah sebagai pengguna akhir dari produk yang ditawarkan. Konsumen mempunyai perilaku yang unit. Mereka bebas untuk memilih apa yang mereka sukai untuk dikonsumsi. Mereka kadang-kadang tidak peduli dari mana asat produk tersebut, yang penting produk tersebut dapat memuaskan keinginan mereka. dengan kebutuhan keluarganya. Sebanyak 62% responden membeli sebanyak satu kilogran setiap kali membelinya dan 31% membeli sebanyak dua kilogram setiap kali membeli. Hasil dari analisis konjoin secara gabungan terhadap seluruh responden, urutan peringkat nilai relatif penting atribut buah apel yang paling ouminati adalah rasa, ukuran, warna dan karakter daging buah. Sedangkan taraf atribut yang paling disukai adalah apel rasa manis, ukuran sedang (7-8 buah per kg), warna merah dan karakter daging buah keras. Responden masih berperilaku "import minded". Mereka masih lebih menyenangi buah apel impor, karena dibenak mereka apel impor lebih baik mutunya dan selalu tersedia bila dibutuhkan. Disadari sangat sulit apel lokal menyaingi apel impor. Untuk itu perlu dibuat strategi khusus untuk membendung laju apel impor. Pertama, kualitas dan kuantitas produk apel lokal harus ditingkatkan, utamanya apel manalagi. Jenis apel ini sebenarnya banyak diminati konsumen, karena dari segi rasa sesuai dengan keinginan konsumen. Namun dari segi penampilan dan ketersediaan masih perlu ditingkatkan. Kedua, perlu ditingkatkan produksi buah yang dapat mensubstitusi apel, utamanya buah mangga. Karena pada saat musim mangga penjualan buah apel cenderung menurun. Ketiga, perlu dibangkitkan kebanggaan terhadap buah lokal, dengan cara membangkitkan kebanggan "local specific", dengan maksud agar rasa cinta terhadap buah lokal, terutama kepada buah apel lokal dapat ditingkatkan, sehingga sikap "import minded" dapat dikurangi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcManajemen Pemasaranid
dc.titleAnalisis Preferensi Konsumen Terhadap Buah Apel Impor dan Implikasinya Pada Pemasaran Apel Lokal : Studi Kasus Di Kotamadya Tengerangid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordPreferensi Konsumenid
dc.subject.keywordBuah Apelid
dc.subject.keywordImporid
dc.subject.keywordPemasaran Apelid
dc.subject.keywordApel Lokalid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record