Konsekuensi Perubahan Status Badan Hukum Suatu Bank Terhadap Kinerja Keuangan : Studi Kasus Pada Bank Bukopin
Abstract
Data statistik Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan perbankan di donesia mengalami peningkatan yang cukup pesat terutama sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah dibidang keuangan melalui Paket Oktober 1988 (Pakto 88). Kebijakan ini merupakan pemicu bagi pertumbuhan dan berkembangnya perbankan di Indonesia dimana terbuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan perbankan untuk mendirikan baik baru maupun perluasan kantor-kantor cabang/ outlet bagi bank yang sudah beroperasi. Jumlah bank yang beroperasi pada tahun 1988 sebanyak 111 buah dan pada tahun 1995 mengalami peningkatan menjadi 240 buah atau rata-rata pertumbuhannya mencapai 16% setiap tahunnya, sedangkan perkembangan jumlah kantor bank mengalami pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya mencapai 29% yaitu dari tahun 1988 jumlahnya hanya 1.728 buah meningkat menjadi 5.228 buah pada tahun 1995.
Perbankan yang beroperasi di Indonesia bila dilihat dari aspek bentuk Badan Hukumnya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Bank yang berbadan Hukum Perseroan dan Bank yang berbadan Hukum Koperasi, dimana dalam operasionalnya masing-masing bentuk badan hukum Bank tersebut harus tunduk dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sedangkan bagi Bank yang berbadan Hukum Koperasi, disamping harus mengikuti ketentuan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 diwajibkan pula untuk mentaati ketentuan Undang-Undang tentang Perkoperasian.
Ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian No. 25 tahun 1992, memiliki perbedaan yang sangat mendasar dibandingkan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas terutama dalam prinsip dasar sumber permodalan dan proses pengambilan keputusan, sehingga lingkup usaha Koperasi menjadi sangat terbatas. Secara teknis, perbedaan ini tentu saja akan mempengaruhi pada kinerja Keuangan Bank Umum yang berbadan Hukum Koperasi dan Bank Umum yang berbadan Hukum Perseroan Terbatas.
Bank Bukopin yang didirikan pada tanggal 10 Juli 1970 oleh 8 (delapan) Induk Koperasi di Indonesia merupakan satu-satnya Bank Umum yang berbentuk Badan Hukum Koperasi, dimana dalam operasionalnya harus bersaing dengan Bank Umum lainnya yang pada umumnya memiliki Badan Hukum Perseroan.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, sumber permodalan Koperasi hanya dimungkinkan berasal dari anggota koperasi yang jumlahnya terbatas yaitu dalam bentuk simpanan pokok yang dibayarkan sekali pada saat anggota tersebut tercatat sebagai anggota simpanan wajib yang jumlahnya ditetapkan dalam rapat anggota koperasi serta dana cadangan yang diambilkan dari keuntungan/sisa hasil usaha koperasi. Dengan melihat kondisi perkoperasian di Indonesia yang belum dapat berkembang sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dimana Koperasi dijadikan sebagai soko guru perekonomian nasional, maka pemupukan permodalan merupakan masalah yang mendasar bagi berkembangnya suatu badan hukum yang berbentuk koperasi. Sementara untuk badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kesempatan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan permodalannya karena permodalan dalam PT yang diwujudkan berupa saham pada dasarnya dapat dimiliki oleh orang perseorangan maupun badan usaha.
Dengan meningkatnya jumlah Perbankan terutama sebagai akibat kebijakan Pemerintah pada 28 Oktober 1988, menyebabkan semakin tingginya tingkat persaingan pelayanan perbankan sehingga untuk mendukung kegiatan operasioanlnya dituntut mampu meningkatkan permodalannya. Menyadari kondisi dan kelemahan yang dimiliki oleh Bank Bukopin, maka pada pertengahan tahun 1993 atau tepatnya tanggal 29 Juni 1993, melalui Rapat Anggota Khusus BANK BUKOPIN, diputuskan untuk dilakukan Perubahan status badan hukum Bank Bukopin dari Koperasi menjadi Perseroan Terbatas (PT). Perubahan status Bank Bukopin menjadi Perseroan Terbatas ini disebabkan karena Bank Bukopin pada saat itu memiliki permasalahan pokok yang dihadapi yaitu kurangnya pemenuhan/kecukupan modal minimum sebagaimana dipersyaratkan oleh Bank Indonesia. Perkembangan modal disetor Bank Bukopin sebelum adanya perubahan status menjadi PT, menunjukkan peningkatan modalnya dari tahun ke tahun yang jumlahnya relatif kecil sehingga untuk memenuhi kecukupan modal dilakukan perubahan status badan hukum dari koperasi menjadi perseroan terbatas.
Berdasarkan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara dua bentuk badan usaha tersebut, maka dalam operasional Bank Umum yang berbadan hukum Koperasi akan memiliki kinerja keuangan yang berbeda dengan Bank Umum yang berbadan Hukum Perseroan Terbatas. Perbedaan tersebut disebabkan karena keduanya harus mengacu pada peraturan yang sama yaitu Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dengan peraturan lainya dibidang perbankan serta memiliki standar penilaian yang sama dalam menentukan kinerja keuangan masing- masing. Untuk mengetahui adanya perbedaan dalam kegiatan operasionalnya khususnya dari aspek kinerja keuangan bank Bukopin pada saat menjadi Bank Koperasi dan bank Perseroan, maka dilakukan evaluasi perbandingan atas aspek kinerja kenangan. Sedangkan ukuran yang digunakan dalam menghitung kinerja kenangan suatu bank diasumsikan operasional perbankan selama kurun waktu penelitian pengukuran datanya, berjalan dalam kondisi normal, tanpa adanya pertimbangan suatu keadaan yang mempengaruhui secara signifikan atas kinerja perbankan Adapun data kuantitatif yang digunakan dalam melakukan analisa perbandingan ini adalah data laporan keuangan Bank Bukopin yang telah di audit dari taltun 1989 sampai dengan tahun 1997 dengan menggunakan alat analisa ratio keuangan sebagaimana dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menilai tingkat kesehatan bank. Dengan evaluasi ini kemudian timbul pertanyaan apakah Bank yang bebentuk badan Hukum Koperasi masih dapat dikembangkan pada masa yang akan datang tanpa adanya perlakuan khusus dari Pemerintah terutama dari aspek permodalannya.
Hasil dary perhitungan analisa perbandingan atas kondisi kinerja keuangan Bank Bukopin dapat digambarkan Pertumbuhan dan perkembangan kinerja keuangan Bank Hukopin pada saat berstatus sebagai Bank Koperasi setelah memperhitungkan analisa ratio dari aspek likuiditas, rentabilitas, kualitas asset, efisiensi dan permodalan dapat disimpulkan bahwa Kinerja keuangan Bank Bukopin pada periode 1989-1992 (Bank Koperasi), menghasilkan total score 41,92 sehingga pridikatnya adalah TIDAK BAGUS. Sedangkan kinerja keuangan Bank Bukopin pada periode. Bank Perseroan (1994-1997), kondisinya jauh lebih bagus dimana ratio keuangannya menghasilkan score 77,02 sehingga predikatnya BAGUS.
Dengan kondisi tersebut, apabila kita lihat dalam rincian performance laporan keuangan rata-ratanya, maka terdapat beberapa hal yang mempengaruhi secara dominan atas hasil yang dicapai oleh Bank Bukopin pada saat berbadan Hukum Koperasi yaitu antara lain:
1. Masih sangat rendahnya tingkat rentabilitas Bank Bukopin yang disebabkan karena tidak seimbangnya antara pendapatan operasional dengan biaya operasional.
2. Rendahnya efektif rate pada periode Bank Koperasi ini juga disebabkan oleh rendahnya collection bunga yang merupakan sumber pendapatan Bank yang terbesar dan sekaligus sebagai salah satu indikasi meningkatnya tingkat Bad Debt Ratio, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan bunga yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan schedule yang telah diperjanjikan.
menjadi 3. Sumber penggunaan dana yang digunakan untuk pembiayaan atau kredit yang diberikan sebagaian besar masih menggunakan sumber dana msyarakat yang tingkat suku bunganya relatif tinggi dibandingkan sumber dana lainnya, khususnya untuk dana deposito. Sementara sumber dana yang berasal dari pinjaman diterima dalam hal ini pinjaman KLBI yang bunganya relatif lebih rendah, porsinya masih sangat rendah.
4. Dari aspek sumber dana lainnya yang dapat digunakan untuk operasional bank dengan biaya yang rendah adalah dari sumber modal sendiri, dimana hal ini juga porsinya masih rendah sehingga belum mampu memberikan contribusi yang optimal dalam melaksanakan operasionalnya.
Dengan adanya keterbatasan yang dimiliki oleh Bank Koperasi karena adanya ketentum perundang-undangan yang tidak memberikan kesempatan untuk berkompensi secara normal dengan Bank lainnya, maka Bank Umum yang berbadan Hukum Koperasi tidak akan mampu berkembang pada masa yang akan datang apabila pemerintah tidak memberikan kebijakan dan perlakuan khusus terutama dari aspek permodalannya. Sejalan dengan hal tersebut, pada dasarnya upaya perbaikan kinerja keuangan Bank Koperasi dapat dilakukan dengan melakukan 3 (tiga) alternatif simulasi kinerja keuangan yaitu:
L. Resuukturisasi Sumber Dana
2. Restrukturisasi Kredit
3. Rekapitalisasi Asset
Restrukturisasi Sumber Dana
Tujuan dari Program Restrukturisasi Sumber Dana ini adalah untuk menggantikan sumber dana masyarakat Bank Koperasi yang meiliki komponen biaya dana cukup tinggi untuk digantikan dengan Sumber Dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KL-BI) yang memiliki komponen biaya dana relatif rendah sehingga mampu dapat menekan kompenen biaya serta mengoptimalkan sumber dana murah tersebut untuk kegiatan lain yang lebih profitable. Sedangkan sasaran dari program ini adalah dengan mengkonversikan atau menggantikan sumber dana Bank yang berasal dari dana masyarakat dalam bentuk tabungan, giro dan deposito menjadi dana sumber dana KL-BI
Restrukturisasi Kredit
Dalam program Restrukturisasi Kredit ini lebih banyak dititikberatkan pada perbaikan kualitas aktiva produktif, dimana dalam laporan keuangan Bank Koperasi dirinci atas collektibility (kualitas kreditnya) yang dimasukkan dalam golongan macet (COLL 5) yang secara teknis tidak mampu menghasilkan pendapatan karena cenderung kreditnya bermasalah.
Terhadap Kredit yang memiliki COLL 5 dilakukan restruktur dengan nenyerahkan ke Bank Indonesia guna mendapatkan pinjaman yang bersifat jangka panjang dalam bentuk Sub Ordinate Loan (SOL). Hal-hal yang dapat mendukung keberhasilan program restrukturisasi kredit ini adalah diperlukan juga adanya kebijakan khusus kepada Bank Koperasi sehingga kredit yang sudah dimasukkan dalam kategori COLL 5 tersebut dapat digantikan dengan dana Bank Indonesia yang tingkat bunganya rendah sehingga transaksi atas pemberian dana pinjaman (SOL) tersebut diperlakukan sebagai transaksi penjualan asset/kredit sebagaimana lazimnya dalam transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) KUK yang selama ini berjalan.
Rekapitalisasi Asset
Dalam program Rekapitalisasi Asset ini dimaksudkan adalah mempercepat peningkatani Modal Bank guna memenuhi ketentuan kecukupan Modal Minimum yang dipčesyaratkan (CAR) yaitu dengan menempatkan penyertaan modal pemerintah dalam bentuk pembelian obligasi yang diterbitkan oleh Bank sebesar perkiraatt atau sejumlah kredit yang dimasukkan dalam kategori macet (COLL 5), dan akhirnya Coll 5 tersebut dihapusbukukan dalam Neraca Bank. Sehingga dalam program Rekapitalisasi Asset ini tidak terdapat "cash in" karena penyertaan modal yang disetorkan oleh Pemerintah dibelikan surat berharga (obligasi) yang diterbitkan oleh Bank yang bersangkutan sekaligus sebagai balancing dalam Neraca karena kazdit macetnya telah dihapus bukukan.
Pemakaian alternatif simulasi keuangan tersebut dapat memperbaiki kinerja keuangan Bank Koperasi, namun demikian dalam pemilihan alternatif sangat tergantung pada tujuan dan sasaran dari pada perbaikan kondisi keuangannya.
a. Penggunaan alternatif Restrukturisasi Sumber Dana, dapat dipilih apabila sasarannya adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan porsi rentabilitas semata karena pengaruhnya cukup besar terhadap laba/rugi.
Konsekuensi dari implementasi program restrukturisasi sumber dana ini adalah diperlukan adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia yaitu memberikan bantuan dalam bentuk kredit likuiditas untuk menggantikan sebagian sumber dana masyarakat yang digunakan dalam penyaluran sebagian kredit existing dengan jangka waktu sesuai dengan jangka waktu kredit existing yang bersangkutan.
. Penggunaan alternatif Restrukturisasi Kredit, dapat digunakan apabila b sasarannya adalah untuk meningkatkan porsi likuiditas dan rentabilitas sehingga posisi keuangannya menjadi lebih baik.
Pelaksanaan program restrukturisasi kredit ini dapat berjalan apabila Pemerintah atau Bank Indonesia memberikan bantuan pinjaman sub ordinasi loan (SOL) yang merupakan pinjaman lunak jangka panjang untuk menutupi sejumlah kredit yang dikategorikan macet (Coll 5), hasil penagihan dari keredit macet yang dihapuskan dimasukkan ke dalam rekening "escrow account" untuk dioptimalkan penggunaannya.
c. Penggunaan alternatif Rekapitalisasi Asset, dapat dipilih apabila sasarannya adalah untuk meningkatkan jumlah dan ratio modal dalam rangka memenuhi kekurangan/kecukupan modal bank (CAR) sebagaimana dipersyaratkan oleh Bank Indonesia.
Pelaksanaan program rekapitalisasi asset ini dapat nerjalan apabila pemerintah atau Bank Indonesia menempatkan modal penyertaan sebesar kredit yang dikategorikan macet (Coll 5) dalam bentuk membeli obligasi yang diterbitkan oleh bank yang berarti tidak ada cash in. Namun dari obligasi yang dibeli oleh Pemerintah tersebut dibayarkan bunga kepada bank, sedangkan biaya cadangan penghapusan piutang (CPP) atas kredit macet yang dihapuskan diamortisir selama 4 tahun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dihadapi oleh Bank Koperasi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan Bank yang memiliki badan hukum Farseroan, maka langkah penting yang direkomendasikan adalah perlu adanya kebijakan pemerintah dengan memberikan iklim berusaha yang mendukung berkembangnya Bank Koperasi dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah tentang Penyertaan Modal Pemerintah pada koperasi sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Collections
- MT - Business [1040]