Show simple item record

dc.contributor.advisorSinaga, Bonar M.
dc.contributor.advisorHarianto
dc.contributor.authorSianipar, Ebsan M.
dc.date.accessioned2024-05-23T07:49:53Z
dc.date.available2024-05-23T07:49:53Z
dc.date.issued1998
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/151253
dc.description.abstractKomoditi tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu komoditi yang menjadi primadona untuk meraih devisa negara. Dari perkembangan yang terjadi selama ini telah membuktikan bahwa tekstil dan produk tekstil (TPT) akan tetap merupakan ekspor andalan yang memiliki peluang pasar yang cukup besar dan sangat kompetitif. Khusus untuk industri garment, dari hasil penelitian CIC diketahui bahwa perkembangannya dari tahun 1991 jumlah pabrik 2 000 pabrik menjadi 2 368 pada tahun 1996. Kunci sukses industri garment dalam menembus pasaran ekspor, akan terletak pada produk yang dihasilkan yaitu mutu, produktivitas yang tinggi, pengiriman barang tepat waktu dan harga yang bersaing. Untuk mendukung hal tersebut, suatu produk yang bermutu dan produktivitas yang tinggi, tidak cukup hanya mengandalkan mutu bahan baku saja tetapi juga akurasi penjahitan, kecepatan produksi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. PT. Busana Perkasa Garments merupakan salah satu produsen garment yang tergabung dalam Texmaco Group, mulai beroperasi pada bulan Agustus 1987. Visi perusahaan adalah menjadi pembuat dan pengekspor garment terbesar di Asia. Misi perusahaan mencapai kepuasan pelanggan (Achieve total customer satisfaction); berusaha berproduksi tanpa cacat (Zero defects); membuat dan memperkenalkan merek sendiri untuk pasar domestik (Promote and establish brand in domestic market); membuat struktur keuangan yang baik (Sound financial structure); sumber daya manusia yang memuaskan dan memiliki keahlian tinggi (Highly skilled and satisfied human resources). Saat ini kapasitas produksi perusahaan 858 000 lusin per tahun dan seluruh produknya diekspor ke Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Timur Tengah. Produksi yang dibuat selama ini berdasarkan pesanan (job order) dari pemilik merek- merek tertentu seperti: Nike, Liz Claiborne, Polo, Levi's Strauss, Tommy Hilfiger, Eddie Bauer, Guess Italia, Halmode dan Tommy Jeans. Sebagai produsen garment berkualitas ekspor, perusahaan berupaya untuk meningkatkan mutu produk dengan meningkatkan pengendalian mutu untuk menekan terjadinya produk cacat (reject). Dari data reject tahun 1997 diketahui bahwa banyaknya produk reject adalah 22 298 lembar dengan nilai US$ 367 406, yaitu sebesar 1.19 % dari total produksi yang diekspor. Untuk bulan Januari sampai dengan Juli 1998 sebanyak 18 042 lembar dengan nilai US$ 245 320, yaitu sebesar 3.13% dari total produksi yang diekspor. Tujuan geladikarya ini adalah (1) untuk mengkaji sistem pengendalian mutu yang telah dilaksanakan PT. Busana Perkasa Garments, (2) mengkaji permasalahan yang dominan penyebab terjadinya produk cacat, (3) memberikan standar toleransi/batas kendali produk cacat sebagai alternatif pengendalian bagi perusahaan dan (4) merumuskan upaya-upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi terjadinya produk cacat. Dengan ruang lingkup berfokus kepada proses produksi khususnya pada sistem pengendalian mutu. Geladikarya dilaksanakan mulai tanggal 3 Agustus sampai dengan 22 September 1998. Metode yang digunakan dalam geladikarya ini adalah metode studi kasus dengan analisis diagram pareto, diagram sebab akibat, dan analisis control chart. Data yang dikumpulkan merupakan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa data pengiriman dan reject, data pemeriksaan produksi harian, data jumlah tenaga kerja, data jumlah mesin, dan data produksi harian. Data kualitatif berupa struktur organisasi, denah lokasi pabrik, aliran proses produksi, sistem pengendalian mutu, dan formulir-formulir pengendalian mutu. Pengumpulan data diperoleh dari data harian, dokumen-dokumen perusahaan, wawancara dan pembuatan sumbang saran tertulis (kuesioner). Hasil kajian diperoleh bahwa sistem pengendalian mutu yang dilaksanakan perusahaan dilakukan mulai dari masuknya bahan baku (fabrics), proses produksi (cutting, sewing, finishing), dan barang jadi (finished good). Dengan melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan pada setiap tahap proses tersebut. Dimana pemeriksaan lebih diutamakan untuk memisahkan barang yang bagus dengan yang cacat, belum berfokus terhadap penyebab terjadinya produk cacat. Sistem pengendalian mutu yang dilaksanakan masih perlu diperbaiki, terutama pada bagian sewing yang belum menerapkan standard operation procedure. Juga belum adanya standar untuk memonitor apakah proses yang berlangsung dalam kondisi terkendali atau tidak. Pada bagian bahan baku belum dilaksanakan pemeriksaan terhadap bahan pendukung (Accessories inspection). Analisis Diagram Pareto mengidentifikasikan bahwa penyimpangan mutu yang paling dominan dan perlu mendapatkan prioritas pemecahan adalah cacat dalam proses pengerjaan penjahitan (workmanship), disusul oleh cacat dari bahan baku berupa belang (shading),noda (stains), dan kerusakan bahan (flaws). Hal ini juga didukung oleh sumbang saran tertulis yang memberi jawaban bahwa banyaknya terjadi produk cacat pada bagian penjahitan (sewing) 42.3%, kemudian pemotongan (cutting) 25%, finishing 17.3%, dan washing 15.4%. Hasil analisis Diagram Sebab-Akibat menunjukkan bahwa penyebab terjadinya produk cacat pada pengerjaan penjahitan (workmanship) adalah (1) faktor manusia berupa rendahnya pemahaman mengenai mutu, kurangnya kerjasama, kurangnya ketelitian akibat mengejar target, dan tingkat kejenuhan, (2) faktor mesin berupa kondisi mesin kurang memadai, setting mesin berubah, dan banyaknya tetesan minyak, (3) faktor lingkungan berupa ruang kerja kurang nyaman, suasana lintasan yang ramai, (4) faktor metode berupa sistem kerja Quality Control belum sistematis, belum adanya instruksi kerja untuk style baru, belum adanya evaluasi secara teratur seperti pertemuan untuk mengumpulkan, membahas dan mengantisipasi masalah yang sedang dan akan dihadapi dan (5) faktor bahan baku berupa bahan belang (shading), kemudian kerusakan bahan (flaws), dan bahan bolong (hole). Analisis control chart membuat standar untuk bagian lini akhir penjahitan (sewing) plant I rata-rata proporsi cacat (p) = 0.36799, nilai upper control limit (UCL) = 0.39012 dan lower control limit (LCL) = 0.34586 dan untuk plant II overline p = 0.39455 , nilai upper control limit (UCL) = 0.42827 dan lower control limit (LCL) = 0.36082 Pada bagian penyelesaian akhir (finishing) plant | = 0.32546 nilai upper control limit (UCL) = 0.34992 dan lower control limit (LCL) = 0.30101 dan untuk plant II overline p = 0.24575 nilai upper control limit (UCL) = 0.27117 dan lower control limit (LCL) = 0.22033. Proses yang berada dalam batas kendali yaitu berada dalam batas kendali atas (UCL) dan batas kendali bawah (LCL) untuk bagian lini akhir penjahitan pada plant I sebanyak delapan poin yakni proses pada tanggal 7, 10, 11, 12, 15, 18, 20, 28 Agustus 1998, pada plant II sebanyak tiga poin yakni proses pada tanggal 15, 18, 19 Agusutus 1998. Sedangkan untuk bagian penyelesaian akhir (finishing) plant I proses yang berada dalam batas kendali sebanyak tujuh poin yakni proses pada tanggal 3, 8, 11, 15, 20, 21, 28 Agustus 1998, pada plant II sebanyak lima belas poin yakni proses pada tanggal 3, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 27, 28, Agustus 1998. Secara umum proses produksi pada bagian penjahitan (sewing) dan penyelesaian akhir (finishing) berlangsung dalam kondisi tidak terkendali secara statistikal. Kerjasama antar departemen untuk menghasilkan produk sesuai dengan standar perlu ditingkatkan dengan cara mengadakan evaluasi secara teratur untuk memperoleh informasi masalah yang ada dan umpan balik serta keterkaitan bagian lain dalam perbaikannya. Untuk itu perlu adanya keterbukaan semua pihak dalam hal kelemahan dan kekuatan masing-masing dalam melaksanakan sistem pengendalian mutu yang dilaksanakan. Hasil yang diharapkan adalah masing-masing bagian mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam menghasilkan produk garment bermutu, sehingga secara bersama-sama dapat memikirkan perbaikan-perbaikan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada. Target yang berlaku perlu dikaji kembali untuk mendapatkan jumlah produksi yang optimum dan bermutu. Serta perlunya pemeriksaan bahan pendukung (Accessories inspection). Karena bahan pendukung juga mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Disamping itu juga perlunya menyebarluaskan tujuan dan sasaran perusahaan terutama untuk meningkatkan mutu.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcManajemen Produksi Dan Operasiid
dc.titleKajian Sistem Pengendalian Mutu Produk Garment Pada Pt. Busana Perkasa Garments Bogorid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordKomoditiid
dc.subject.keywordTekstilid
dc.subject.keywordGarmentid
dc.subject.keywordManajemen Produksi dan Operasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record