Potensi Bahan Baku dan Kelayakan Industri Bioetanol dari Sagu (Metroxylon spp.) di Papua
View/ Open
Date
2015Author
Raharjo, selviana
Arkeman, Yandra
Setyaningsih, Dwi
Metadata
Show full item recordAbstract
Sagu (Metroxylon spp.) tumbuh secara alami di Indonesia dan sebagian besar masih berupa hutan alam dan beberapa sudah dilakukan pembudidayaan. Sagu tumbuh sebagian besar di wilayah Papua dan Maluku dan beberapa daerah lain seperti Bali, Sumatera Barat, Sulawesi, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Aceh dan Riau, dan lebih dari 90% sagu Indonesia tumbuh di Papua. Pemanfaatan sagu sebagai suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi belum dilakukan secara maksimal. Sagu (Metroxylon spp.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis potensi bahan baku dan analisis kelayakan industri bioetanol dari tanaman sagu (Metroxylon spp.). Ruang lingkup penelitian ini yaitu terdiri dari aspek kontinuitas bahan baku, aspek teknis dan teknologis, aspek pasar, serta aspek finansial. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan survey dan observasi ke perusahaan serta pakar terkait dan berdasarkan referensi. Berdasarkan analisis potensi bahan baku, kebutuhan lahan sagu untuk industri bioetanol ini adalah seluas 18 ha/ hari dengan potensi panen yang dihasilkan per harinya adalah 1872 batang/hari dan total lahan budidaya yang dibutuhkan untuk pabrik selama satu tahun produksi adalah 5400 ha dengan menerapkan sistem budidaya terpadu, sedangkan jika memanfaatkan sagu dari hasil hutan maka kebutuhan luas lahan sagu untuk produksi adalah 27 ha per hari. Total luas lahan yang diperlukan untuk proses produksi bioetanol selama satu tahun adalah 8100 ha. Kebutuhan bahan baku untuk produksi adalah sebesar 1200 batang per hari. Hasil analisis menunjukan bahwa industri bioetanol tersebut layak secara finansial denganl nilai NPV sebesar Rp. 185,518,155,118, IRR sebesar 20%, B/C ratio sebesar 1.35 dan PBP selama 5.1 tahun sehinggan industri ini layak untuk didirikan. Dengan adanya mandatori yang ditetapkan oleh pemerintah maka industri bioetanol ini akan membantu memenuhi kebutuhan subtitusi bahan bakar dalam negeri sebesar 16% dari mandatori pemerintah.