dc.description.abstract | Produk sutera alam merupakan salah satu produk agro-industri unggulan Indonesia. Tetapi, selama ini semakin melemahnya produksi benang sutera domestik diperkirakan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Hal ini menyebabkan banyak permintaan untuk dilakukannya impor sutera alam untuk memenuhi kebutuhan nasional dengan biaya yang cukup besar dan belum secara efektif dan efisiennya kinerja rantai pasokan industri sutera alam di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya peningkatan terhadap daya saing yang sangat penting. Suatu cara yang dapat dipilih dalam mengembangkan daya saing produk
adalah dengan peningkatan nilai tambah, operasi bisnis dan pelayanan konsumen, yang dimulai dari tahapan budidaya, pengolahan, distribusi, maupun pemasaran. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengkaji mekanisme struktur rantai pasok produk sutera alam, menganalisis nilai tambah pada setiap anggota rantaipasok, dan menganalisis kinerja manajemen rantai pasok, serta memberikan implementasi strategi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok yang ada di PD SAS (Sutera Alam Soleh Aman Sahuri) Kabupaten Garut. Metode Hayami digunakan dalam analisis nilai tambah. Pada tahun 2013, secara umum dihasilkan peningkatan nilai tambah pada setiap tahapan proses pembudidayaan tanaman murbei, ulat sutera menjadi kokon, pengolahan kokon menjadi benang, produksi tenun benang sutera menjadi kain sutera putihan dan kain sutera sulam, maupun pengolahan lanjutan menjadi kain batik sutera. Namun terjadi penurunan nilai tambah pada data tahun 2014 dibandingkan tahun 2013. Setelah itu, dilakukan proses evaluasi rantai pasokan dengan metode SCOR (Supply Chain Operations Reference) dalam metode AHP. Hasil dari proses bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP (Manajemen Rantai Pasok) adalah Pengolahan dengan bobot 0,266. Parameter Kinerja, yang paling berpengaruh adalah Resiko dengan bobot 0,543. Berikutnya, Atribut Kinerja yang paling penting adalah Fleksibilitas dengan bobot 0,407. Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Supply chain Source Flexibility and Adaptability (SCS) dengan bobot 0,214 dan kedua Supply chain Source Return Flexibility and Adaptability (SCSR) dengan bobot 0,074. Pada hasil sintesis pembobotan hirarki dimiliki inconsistency sebesar 0,04. Hal ini berarti data yang diperoleh adalah konsisten dan dapat diterima, yaitu dengan inconsistency dibawah 0,1. Sebagai hasil akhir bahwa Metrik Kinerja dengan skala prioritas tertinggi, yaitu Supply Chain Source Flexibility and Adaptability (SCS) adalah perusahaan mengambil keputusan untuk mengoptimalkan rantai pasok dengan mampu menyesuaikan penyediaan sumber daya dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya…. | id |