Agroforestri Sengon (Falcataria moluccana), Kapulaga (Amomum cardamomum) dan Garut (Maranta arundinacea) untuk Peningkatan Produktivitas Lahan
View/ Open
Date
2024Author
Octavia, Dona
Wijayanto, Nurheni
Budi, Sri Wilarso
Suharti, Sri
Batubara, Irmanida
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu (1) Pertumbuhan dan produktivitas
sengon, kapulaga dan garut dalam agroforestri; (2) Kesuburan fisik dan kimia tanah
dari kombinasi sengon dengan kapulaga dan garut dalam agroforestri; (3)
Produktivitas lahan dari agroforestri sengon, kapulaga dan garut. Penelitian 1
menggunakan rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan 2 faktor yaitu
pola tanam sebagai petak utama (A) dan dosis pupuk bokashi (B) sebagai anak
petak dalam rancangan lingkungan acak kelompok dengan 3 ulangan. Petak utama
terdiri atas 6 taraf (A1: agroforestri sengon dengan kapulaga, A2: agroforestri
sengon dengan garut, A3: agroforestri sengon dengan kapulaga dan garut, A4:
monokultur sengon, A5: monokultur kapulaga, dan A6: monokultur garut). Dosis
pupuk bokashi terdiri atas 3 taraf (B1 = 0 g, B2 = 250 g, dan B3 = 500 g). Parameter
yang diamati adalah pertumbuhan sengon (tinggi dan diameter), pertumbuhan
(tinggi, jumlah anakan, bobot segar dan bobot kering) dan produktivitas (produksi
buah dan umbi) kapulaga dan garut. Rancangan Acak Kelompok (RAK) digunakan
dengan 1 faktor perlakuan pola tanam kapulaga (A1, A3, A5) untuk menganalisis
rendemen minyak atsiri daun kapulaga (MADK) dan kandungan senyawa aktif 1.8-
sineol pada MADK, serta perlakuan pola tanam garut (A2, A3 dan A6) untuk
analisis kandungan total fenolik, pati dan protein umbi garut. Penelitian 2
menggunakan RAK pada sampel tanah untuk faktor pola tanam dengan 6 taraf (A1,
A2, A3, A4, A5 dan A6) terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Penelitian 3 dianalisis
dengan menggunakan nilai rasio kesetaraan lahan, nilai sekarang bersih (NPV),
rasio manfaat-biaya (BCR) dan IRR.
Hasil penelitian 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan sengon dari ketiga pola
tanam agroforestri tidak berbeda nyata dengan pola monokulturnya. Pola tanam
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, jumlah anakan, berat segar, berat
kering dan produksi umbi garut, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
buah kapulaga. Dosis pupuk bokashi serta interaksinya dengan pola tanam
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi garut, namun tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi dan produksi buah kapulaga, produksi umbi garut, jumlah
anakan, bobot segar dan bobot kering garut dan kapulaga. Rendemen MADK
tertinggi dihasilkan pada pola agroforestri A1 dan kandungan 1,8-sineol MADK
tertinggi dihasilkan pada pola agroforestri A3. Rendemen MADK dan kadar 1,8
sineol terendah dihasilkan pada pola monokultur A5. Kandungan total fenolik daun
sengon pada ketiga pola tanam agroforestri tidak berbeda nyata dengan pola
monokultur A4. Kandungan total fenolik, pati dan protein umbi garut pada pola
tanam agroforestri A3 tidak berbeda nyata dengan pola monokultur A6.
Hasil penelitian 2 menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata
terhadap kepadatan tanah, porositas, kandungan kalium (K) tersedia dan karbon
organik. Sistem agroforestri lebih mampu mempertahankan kandungan K tersedia,
C dan bahan organik tanah, meningkatkan N total, kapasitas tukar kation dan
porositas dibandingkan monokultur. Hasil penelitian 3 menunjukkan bahwa
produktivitas lahan dari ketiga pola tanam agroforestri lebih tinggi dari pada
monokultur dengan nilai kesetaraan lahan 2,08-2,44. Pola tanam agroforestri lebih
menguntungkan petani secara finansial dibandingkan monokultur (BCR > 1, NPV
> 0, dan IRR > MARR). Ketiga model agroforestri tersebut dapat meningkatkan
produktivitas lahan hutan dan prospektif diterapkan di areal Perhutanan Sosial
untuk mendukung ketahanan pangan dan Program Multi Usaha Kehutanan.
Collections
- DT - Forestry [347]