Show simple item record

dc.contributor.advisorWahjuningrum, Dinamella
dc.contributor.advisorWidanarni, Widanarni
dc.contributor.authorTakwin, Bagus Ansani
dc.date.accessioned2024-05-06T13:28:35Z
dc.date.available2024-05-06T13:28:35Z
dc.date.issued2024-05
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/148786
dc.description.abstractVibrio parahaemolyticus yang menghasilkan toxin PirA dan PirB merupakan agen penyebab penyakit acute hepatopancreatic necrosis disease yang menyebabkan kematian massal hingga 100% udang di tambak. Pengendalian penyakit bakterial dapat dilakukan menggunakan antibiotik, akan tetapi penggunaan ini telah dibatasi dan adanya larangan ekspor udang yang teridentifikasi mengandung antibiotik tertentu. Hal ini disebabkan, penggunaan antibiotik yang terus menerus di lingkungan akuakultur dapat menyebabkan bahaya pada organisme akuatik dan manusia sebagai konsumen. Penggunaan bakteriofage (fage) dapat menjadi solusi alternatif ramah lingkungan untuk menggantikan antibiotik. Fage adalah pembunuh bakteri spesifik dan efektif untuk mengendalikan infeksi bakteri. Penelitian ini bertujuan melakukan isolasi dan evaluasi potensi fage untuk pengendalian infeksi V. parahaemolyticus pada udang vaname. Fage diisolasi dari sampel air, sedimen dan udang dari tambak di berbagai daerah di Indonesia, yaitu provinsi Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Selanjutnya sampel sedimen dihomogenkan dengan phosphate buffer saline (PBS) 1:1 (b/v) dan usus udang digerus dengan menambahkan PBS 1:1 (b/v). Tiap cairan sampel disentrifugasi, supernatan yang diperoleh ditambahkan V. parahaemolyticus dan diplating menggunakan metode double layer agar, plak yang terbentuk diindikasikan sebagai fage. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua tahap yaitu uji in vitro dan in vivo. Uji in vitro terdiri dari 6 perlakuan dengan 3 ulangan, yaitu saline magnesium (SM)-buffer tanpa V. parahaemolyticus (KN), SM-buffer dan V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (KP), antibiotik klortetrasiklina dan V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (KA), fage 107 PFU/mL dan V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB7), dan fage 108 PFU/mL dan V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB8), fage 109 PFU/mL dan V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB9). Uji in vivo dilakukan dengan uji tantang V. parahaemolyticus (105 CFU/mL) pada udang melalui perendaman dan mengaplikasikan densitas fage melalui pakan, dengan cara pakan disemprot campuran suspensi fage dan putih telur, dikering anginkan dan disimpan pada suhu 4 oC sampai digunakan. Uji ini menggunakan 7 perlakuan dengan 3 ulangan, dengan 6 perlakuan sama dengan uji in vitro dan ditambahkan 1 perlakuan yaitu pakan + fage 109 PFU/mL (KF). Uji in vitro dilakukan dengan masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam microplate dan diamati menggunakan spektrofometer. Uji in vivo pada akuarium dilakukan uji tantang dengan V. parahaemolyticus pada hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan satu jam kemudian diberi pakan uji sesuai perlakuan dengan penambahan fage dan antibiotik sebanyak 2 kali sehari secara at satiation, kemudian diamati setiap hari selama 7 hari. Parameter yang diukur yaitu kelangsungan hidup, uji hambat bakteri dan parameter sistem imun meliputi total hemocyte count (THC), aktivitas fagositosis (AF), aktivitas respiratory burst (RB), aktivitas phenoloxidase (PO), gejala klinis dan histopatologi. iii Penelitian ini berhasil mengisolasi fage yang bersumber dari air tambak udang di daerah Jawa Timur yang ditandai terbentuknya plak pada media double layer agar, dengan ciri morfologisnya berbentuk titik-titik dan bulat besar, tepian rata dan bergelombang serta memiliki warna plak yang jernih. Plak fage berhasil diperbanyak dengan densitas fage rata-rata 3,5 x 109 PFU/mL. Hasil kisaran inang fage menggunakan 6 bakteri (3 jenis bakteri dan 3 strain V. parahaemolyticus yang berbeda) menunjukkan hanya bakteri V. parahaemolyticus asal Situbondo yang dapat lisis oleh fage hasil isolasi, sedangkan bakteri lainnya tidak. Pada uji in vitro hasil daya hambat bakteri menunjukkan perlakuan densitas fage (FB7, FB8 dan FB9) dan KA berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan KN dan KP. Semua perlakuan fage mampu mengurangi kepadatan V. parahaemolyticus. Hasil terbaik pada perlakuan fage adalah FB9 yang mampu menghambat pertumbuhan V. parahaemolyticus sebesar 48,4% dibandingkan dengan KP. Hal ini menunjukkan bahwa fage mampu melisiskan bakteri inang (V. parahaemolyticus). Hasil uji in vivo menunjukkan kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan densitas fage yang berbeda (FB7, FB8 dan FB9) dan KA meningkat dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan KP, kelangsungan hidup pada perlakuan FB9 memberikan hasil tertinggi yaitu sebesar 76,67% dibandingkan dengan perlakuan KP sebesar 56,56%. Perlakuan FB9 dan KA mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang vaname berturut-turut sebesar 29,85% dan 37,14% dibandingkan dengan perlakuan KP. Hasil daya hambat bakteri menunjukkan densitas fage yang berbeda (FB7, FB8 dan FB9) mampu mengurangi V. parahaemolyticus pada hepatopankreas dan usus udang vaname dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan KP (P<0,05). Setelah diamati selama 7 hari setelah infeksi pada perlakuan densitas fage yang berbeda, total vibrio count mengalami penurunan yang terus menerus mulai dari hari ke-1 hingga ke-5, tidak ada pertumbuhan koloni hijau pada hari ke-6 hingga ke-7. Hasil THC dan AF pada perlakuan densitas fage yang berbeda (FB7, FB8 dan FB9) dan KA menunjukkan peningkatan nilai THC dan AF setelah infeksi, sedangkan pada perlakuan KP terjadi penurunan jumlah hemosit dan persentase AF secara drastis. Pola RB dan PO mengalami peningkatan setiap harinya setelah infeksi pada perlakuan densitas fage yang berbeda dibandingkan dengan perlakuan KP yang mengalami penurunan setiap harinya dan berbeda nyata (P<0,05). Hal ini membuktikan bahwa perlakuan fage (FB7, FB8 dan FB9) dan KA mampu meningkatkan pertahanan tubuh udang dibandingkan dengan perlakuan KP. Histopatologi menunjukkan perlakuan KP mengalami kerusakan parah ditandai dengan banyaknya nekrosis pada hepatopankreas dibandingkan perlakuan densitas fage yang mengalami kerusakan relatif ringan. Kesimpulan penelitian ini bahwa fage berhasil diisolasi dari sampel air tambak daerah Jawa Timur dan berpotensi untuk mengendalikan infeksi V. parahaemolyticus karena mampu meningkatkan respons imun dan resistansi pada udang vaname dengan hasil terbaik pada densitas fage 109 PFU/mL. Saran penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan cocktail fage untuk mendapatkan hasil yang optimal dikarenakan menggunakan fage tunggal hasil yang didapatkan belum sebaik penggunaan antibiotik.id
dc.description.abstractVibrio parahaemolyticus which produces toxin PirA and PirB is the causative agent of acute hepatopancreatic necrosis disease which causes mass death of up to 100% of shrimp farmed. Control of bacterial diseases can be done using antibiotics, but this use has been restricted and there is a ban on the export of shrimp identified as containing certain antibiotics. This is because, the continuous use of antibiotics in the aquaculture environment can cause harm to aquatic organisms and humans as consumers. The use of bacteriophages (phages) can be an environmentally friendly alternative solution to replace antibiotics. Phages are specific and effective bacterial killers for controlling bacterial infections. This study aims to isolate and evaluate the potential of phages for the control of V. parahaemolyticus infection in whiteleg shrimp. Phages were isolated from water, sediment, and shrimp samples from ponds in various regions in Indonesia, namely the provinces of Lampung, Banten, West Java, Central Java, DI Yogyakarta, East Java, and West Nusa Tenggara. Furthermore, the sediment sample was homogenized with phosphate buffer saline (PBS) 1:1 (b/v), and shrimp intestines were crushed by adding PBS 1:1 (b/v). Each sample liquid was centrifuged, and the supernatant obtained was added V. parahaemolyticus and plated using the double layer method so that the plaque formed is indicated as a phage. This study used a complete randomized design with two stages: in vitro and in vivo tests. The in vitro test consisted of 6 treatments with 3 repeats, namely saline magnesium (SM)-buffer without V. parahaemolyticus (KN), SM-buffer and V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (KP), chlortetracycline antibiotics and V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (KA), phages 107 PFU/mL and V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB7), and phages 108 PFU/mL and V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB8), phages 109 PFU/mL and V. parahaemolyticus 107 CFU/mL (FB9). In vivo tests were carried out by challenge test V. parahaemolyticus (105 CFU/mL) on shrimp by soaking and applying phage density through feed by spraying feed a mixture of phage suspension and egg white, dried aerated and stored at 4 oC until used. This test uses 7 treatments with 3 repeats, with 6 treatments equal to the in vitro test and added 1 treatment, namely feed + phage 109 PFU/mL (KF). In vitro tests are performed with each treatment inserted into a microplate and observed using a spectrophotometer. In vivo tests were conducted with V. parahaemolyticus on day 0 (before treatment) and one hour later fed according to treatment with the addition of phages and antibiotics 2 times a day at satiation, then observed every day for 7 days. The parameters measured are survival rate, bacterial inhibition test and immune system parameters including total hemocyte count (THC), phagocytosis activity (AF), respiratory burst activity (RB), phenoloxidase activity (PO), clinical symptoms and histopathology. This study succeeded in isolating phages sourced from shrimp pond water in the East Java area which is characterized by plaque formation on double layer agar media, with morphological characteristics in the form of dots and large v rounds, flat and wavy edges and has a clear plaque color. Phage plaques were successfully propagated with an average phage density of 3.5 x 109 PFU/mL. The results of the phage host range using 6 bacteria (3 types of bacteria and 3 different strains of V. parahaemolyticus) showed that only V. parahaemolyticus bacteria from Situbondo could be lysed by isolated phages, while other bacteria could not. In vitro tests, the results of bacterial inhibition showed that phage density (FB7, FB8 and FB9) and KA treatments were significantly different (P<0.05) compared to KN and KP. All phage treatments were able to reduce the density of V. parahaemolyticus. The best result in phage treatment was FB9 which was able to inhibit the growth of V. parahaemolyticus by 48.4% compared to KP. This suggests that phages are capable of lysing host bacteria (V. parahaemolyticus). The results of in vivo tests showed that the survival rate of whiteleg shrimp in different phage density treatments (FB7, FB8 and FB9) and KA increased and differed markedly (P<0.05) compared to KP, survival rate in FB9 treatment gave the highest result of 76.67% compared to KP treatment of 56.56%. FB9 and KA treatment was able to increase the survival rate of whiteleg shrimp by 29.85% and 37.14% respectively compared to KP treatment. The results of bacterial inhibition showed different phage densities (FB7, FB8 and FB9) were able to reduce V. parahaemolyticus in hepatopancreas and intestines of whiteleg shrimp and were significantly different from KP treatment (P<0.05). After being observed for 7 days post-infection at different phage density treatments, the total vibrio count decreased continuously from days 1 to 5, with no growth of green colonies on days 6 to 7. The results of THC and AF in different phage density treatments (FB7, FB8 and FB9) and KA showed an increase in THC and AF values after infection, while the KP treatment decreased the number of hemocytes and the percentage of AF drastically. RB and PO patterns increased every day after infection in different phage density treatments compared to KP treatments which decreased daily and were significantly different (P<0.05). This proves that phage treatment (FB7, FB8 and FB9) and KA can increase shrimp body defenses compared to KP treatment. Histopathology shows that KP treatment has severe damage characterized by a lot of necrosis in the hepatopancreas compared to phage density treatment which has relatively mild damage. This study concludes that the phage was successfully isolated from pond water samples in East Java and has the potential to control V. parahaemolyticus infection because it can increase immune response and resistance in whiteleg shrimp with the best results at a phage density of 109 PFU / mL. The suggestion of this study needs further research using cocktail phages to get optimal results because using a single phage the results obtained are not as good as the use of antibiotics.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleIsolasi dan Potensi Bakteriofage untuk Pengendalian Infeksi Vibrio parahaemolyticus pada Udang Vanameid
dc.title.alternativeIsolation and Potential of Bacteriophage for Control of Vibrio parahaemolyticus Infection in Whiteleg Shrimpid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordaquacultureid
dc.subject.keywordAHPNDid
dc.subject.keywordbacteriophageid
dc.subject.keywordVibrio parahaemolyticusid
dc.subject.keywordwhiteleg shrimpid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record