Pengaruh konsistensi pada penggilingan terhadap sifat fisik pulp sulfat kayu Paraserianthes falcataria (L) Nielsen dan kayu Pinus merkusii Jungh et De Vriese
View/ Open
Date
1995Author
Hanifah, Sitti
Sofyan, Kurnia
Sugiharto, Andoyo
Metadata
Show full item recordAbstract
Pada saat ini perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia semakin meningkat. Sehingga perlu dicoba penerapan teknologi yang bertujuan untuk penghematan energi, perbaikan mutu produksi dan menjadikan industri yang berwawasan lingkungan. Salah satunya adalah dengan cara meningkatkan mutu serat dari kayu sebagai bahan baku pulp.
Sifat dan kualitas pulp dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan proses pengolahan yang digunakan. Susunan fisik, kimia dan anatomi yang berbeda pada setiap bahan baku akan menghasilkan sifat pulp yang berbeda. Demikian pula dengan proses yang diterapkan dalam pengolahan akan menghasilkan pulp yang berbeda pula walaupun bahan baku yang digunakan tetap sama.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pulp yang dihasilkan biasanya dilakukan penggilingan terhadap pulp agar diperoleh pulp dengan kekuatan seoptimal mungkin. Penggilingan merupakan suatu cara yang dapat memperbaiki sifat-sifat pulp, sehingga banyak penelitian yang dilakukan dan tipe penggilingan yang diciptakan orang, misalnya Niagara Beater dan Valley Beater.
Untuk melihat pola penyebaran langkap (A. obtusifolia) digunakan rumus Indeks Morishita (Io). Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk tingkat semai untuk ukuran plot 25 m², 100 m² dan 400 m² pola penyebaran langkap adalah mengelompok. Pada tingkat pancang dengan ukuran plot 100 m² dan 400 m² penyebaran langkap teratur, dan mengelompok pada plot berukuran 25 m². Pada tingkat tiang pola penyebaran langkap adalah teratur (25 m² dan 400 m²), dan random atau acak (100 m²). Untuk semua tingkatan vegetasi, penyebaran langkap adalah mengelompok.
Pola penyebaran langkap sangat bervariasi pada berbagai tingkatan vegetasi dengan luasan yang berbeda-beda, namun secara umum pola penyebaran langkap di lokasi penelitian cenderung mengelompok dengan batas-batas yang jelas berkisar 0,5-1,5 ha. Penyebaran lagkap yang mengelompok ini antara lain disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu; perilaku hewan yang menyebarkan biji langkap, regenerasi vegetatif langkap dengan tunas akar dan berat biji langkap.
Selain itu dari 20 jenis pakan badak yang mempunyai proper use dan palatabilitas tinggi yang diukur biomassanya (Sanjaya, 1993), ternyata hanya ada 8 jenis pakan yang ditemukan. Dari hasil perhitungan, pendugaan nilai potensi pakan badak tertinggi adalah kilalayu (Lepisanthes tetraphylla) sebesar 5,6763 x 107 kg dan yang paling kecil adalah bayur (Pterospernum javanicum) sebesar 2001,15 kg. Total biomassa ke 8 jenis tersebut adalah 5,998 x 107 kg.
Pola penyebaran langkap dan pertumbuhan langkap tersebut belum mempengaruhi ketersediaan jumlah potensi pakan badak di lokasi penelitian. Namun jenis langkap telah meng-invasi daerah sebagian Taman Nasional Ujung Kulon.
Collections
- UT - Forest Products [2300]