Strategi Tata Kelola Bambu Berbasis Masyarakat Sebagai Bahan Baku Industri Secara Berkelanjutan di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
View/ Open
Date
2024-01-31Author
Ekawati, Desy
Karlinasari, Lina
Rinekso, Soekmadi
Machfud, Machfud
Metadata
Show full item recordAbstract
Bambu merupakan sumber daya alam potensial yang dapat diolah menjadi
berbagai macam produk bernilai ekonomi, sekaligus mendukung fungsi ekologi dan
jasa lingkungan. Bambu telah menjadi bagian dari kehidupan, sosial dan budaya
masyarakat secara turun temurun. Dalam sektor kehutanan bambu merupakan salah
satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan nasional yang belum
mendapat perhatian secara optimal dalam pengembangan dan pemanfaatannya.
Sebagai langkah awal penelitian dilakukan tinjauan literatur secara sistematis
(systematic literature review) untuk mengetahui status penelitian bambu (state of
the art) di Indonesia sekaligus untuk mengetahui merumuskan (novelty). Tinjauan
literatur secara sistematis dilakukan pada penelitian-penelitian bambu Indonesia
yang terbit dalam jurnal dan prosiding internasional. Dalam dua dekade terakhir
(2001-2022) tercatat sekitar 230 judul penelitian yang terbit dalam publikasi
internasional, dengan topik terbanyak terkait dengan konstruksi, biokomposit, sifat
fisik-mekanik dan properti bambu, sementara ditemukan hanya dua topik terkait
kebijakan pengelolaan bambu.
Kabupaten Ngada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), memiliki
potensi bambu tinggi didukung oleh adat, sosial dan budaya yang masih melekat
sampai saat ini. Pada tahun 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Pemerintah Daerah
mendeklarasikan Kabupaten Ngada sebagai Pusat Unggulan Bambu Rakyat. Untuk
mewujudkannya diperlukan dukungan dan peran para pihak lintas sektor hulu,
tengah dan hilir secara terpadu. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi
tata kelola pengembangan bambu sebagai bahan baku industri secara berkelanjutan
di Kabupaten Ngada, dicapai melalui tiga tujuan antara yaitu; menganalisis potensi
sumber daya bambu dan sistem pengelolaannya, mendeskripsikan status
pemanfaatannya serta memetakan para pihak, aktor dan kelembagaan (formal dan
informal) yang terlibat. Penelitian dilaksanakan pada periode Juli 2019 - Desember
2022, di Kabupaten Ngada, NTT. Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner,
wawancara terstruktur, wawancara mendalam, focus group discussion (FGD) dan
observasi langsung melalui beberapa kali kunjungan lapangan. Pendekatan dan
analisis data dilakukan menggunakan data primer yang dikumpulkan langsung dari
lokasi penelitian dan para pihak yang terlibat, serta data sekunder yang berasal dari
dokumen-dokumen rencana strategis daerah dan laporan-laporan hasil kegiatan
sebagai data pendukung. Data kuisioner dengan purposive sampling didapatkan
dari 240 responden yang terdiri dari 119 pemilik bambu (pribadi dan komunal) yang
memiliki lebih dari 50 rumpun dan 121 pengrajin dan pelaku usaha bambu di
Kabupaten Ngada, serta wawancara terstuktur dilakukan terhadap 25 orang
responden yang berasal dari para pihak yang terlibat meliputi: pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan kabupaten, praktisi dan ahli bambu yang memiliki latar
belakang pendidikan minimal sarjana.
Kabupaten Ngada, memiliki kondisi iklim dan geografis yang sesuai untuk
pertumbuhan dan budidaya alami bambu yang optimal, tercatat 15 (limabelas) jenis
bambu ditemukan dengan tiga jenis yang umum dimanfaatkan yaitu:
Dendrocalamus asper (betung/bheto), Gigantochloa atter (atter/peri), dan
Bambusa vulgaris (aur/guru). Bambu tumbuh dan tersebar di dua belas kecamatan
di Kabupaten Ngada, dengan potensi dan sebaran tertinggi di tiga Kecamatan
Bajawa, Golewa dan Golewa Barat. Terdapat dua tipe pola tanam bambu yaitu
campuran dan monokultur, yang didominasi dengan pola campuran dengan luasan
10.974 ha dan monokultur 7453 ha. Dari sisi status kepemilikan bambu terdiri dari
kepemilikan pribadi yang dikelola oleh rumah tangga sebanyak 67% dan
kepemilikan komunal yang dikelola oleh kelompok adat atau suku (sa’o) sebanyak
33%.
Pemanfaatan bambu di Ngada masih erat hubungannya dengan faktor sosial,
adat dan budaya serta untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan bambu
secara komersial untuk mendapatkan nilai ekonomi dan sumber pendapatan masih
dilakukan secara individual atau pengrajin sebanyak 93%, yang didominasi oleh
perempuan dengan keterampilan turun temurun dan alat sederhana. Pelaku usaha
dalam bentuk usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi sebanyak 6% dan
terdapat satu industri pengolahan dan pengawetan strip/stik bambu (1%) yang
merupakan bahan baku bambu laminasi. Produk utama bambu di Kabupaten Ngada
adalah anyaman bambu (72%), kandang ternak (8%), furnitur (7%), dan dinding
(naja) - atap (lenga) tradisional (3%), serta produk lainnya bangunan, alat musik,
miniatur dan peralatan minum. Pemanfaatan bambu secara modern dengan sistem
pengolahan mesin dimulai saat industri pengolahan bilah bambu dibangun pada
tahun 2012, sebagai pabrik pertama di Ngada bahkan di NTT yang mengolah
bambu bulat menjadi bambu strips/sticks sebagai bahan baku industri bambu
laminasi/bambu rekayasa (engineered bamboo).
Kabupaten Ngada memiliki modal sosial yang menjadi kekuatan dalam
pengelolaan dan pengembangan bambu. Hasil penelitian menunjukkan salah satu
modal sosial yang dimiliki adalah peran perempuan yang bergerak tidak hanya di
sektor hilir sebagai pengrajin anyaman bambu dengan keterampilan, namun juga di
sektor hulu dengan membuat bibit bambu untuk mendukung kegiatan penanaman
bambu di lahan terdegradasi. Keterlibatan pemangku kepentingan dan para pihak
dalam pengelolaan dan pengembangan bambu penting untuk membangun sinergi
lintas sektor hulu, tengah dan hilir. Penelitian ini mengidentifikasi 18 (delapan
belas) pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan dan
pengembangan bambu berbasis masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Para pemangku kepentingan yang terlibat adalah masyarakat, kelompok
adat, pemerintah desa, kabupaten, provinsi sampai pusat, lembaga swadaya
masyarakat, kelompok usaha masyarakat dan sektor privat. Dengan pendekatan
analisis jaringan sosial diketahui bahwa terdapat empat aktor kunci dalam
pengelolaan dan pengembangan bambu di Kabupaten Ngada yaitu: lembaga
swadaya masyarakat yang telah menjadi pendamping masyarakat dalam
pengembangan bambu, industri pengolah bambu dan pemerintah daerah kabupaten
melalui Bappelitbangda (Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan
Daerah), serta KLHK dengan program-programnya sebagai pemerintah pusat.
Dengan berdasarkan pada kondisi aktual dan situasi permasalahan yang
dihadapi, penelitian ini merumuskan strategi tata kelola pengembangan bambu
berbasis masyarakat sebagai bahan baku industri di Kabupaten Ngada. Pendekatan
analisis faktor pendorong dan penghambat internal-eksternal yang diadaptasi dari
analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, thread) dan analisis situasi
komplek (rich pictures) dan analisis CATWOE (customer/pelanggan, actor/aktor,
transformation/transformasi, worldview/ pandangan dunia, owner/pemilik, dan
environment/kendala lingkungan) yang diadaptasi dari kerangka kerja Soft System
Methodology (SSM). Analisis faktor pendorong dan penghambat internal-eksternal
dirumuskan strategi pengelolaan bambu berbasis masyarakat sebagai bahan baku
industri yang berkelanjutan. Strategi yang dirumuskan kemudian diuraikan ke
dalam rencana aksi melalui analisis kesenjangan (gap analysis) sebagai rencana
aksi koreksi dari situasi permasalahan yang ada menuju kondisi yang ingin dicapai.
Perumusan strategi pengelolaan sebagai rencana tindakan korektif, yang
merupakan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat merumuskan 10 (sepuluh)
strategi: sektor hulu (3 strategi), sektor hilir (3 strategi), aspek sosial dan sumber
daya manusia (2 strategi) serta dukungan program dan kebijakan (2 strategi).
Sepuluh strategi tersebut merupakan strategi terintegrasi lintas sektor hulu-hilir dan
aspek pendukungnya sumber daya manusia dan regulasi kebijakan. Untuk
mencapai kondisi yang diharapkan kesepuluh strategi tersebut perlu dilaksanakan
secara paralel dengan berbagi peran antar para pihak, pemangku kepentingan yang
terlibat di lintas sektor hulu, tengah dan hilir.
Berdasarkan kondisi saat ini dengan potensi sumberdaya bambu yang
tersedia, status pemanfaatan dan modal sosial yang dimiliki Kabupaten Ngada,
maka dari sepuluh strategi yang dirumuskan melalui penelitian ini terdapat empat
prioritas strategi yaitu: i) aspek hulu (ekologi), peningkatan pemanfaatan bambu
dengan pengelolaannya secara lestari (Strategi 1), ii) aspek hilir (ekonomi),
peningkatan nilai tambah produk dan penguatan rantai nilai bambu (Strategi 4), iii)
Aspek sumber daya manusia (sosial), penguatan modal sosial dan peningkatan
kapasitas masyarakat (Strategi 7), iv) aspek pendukung (program dan kebijakan),
dukungan dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam pengembangan bambu
berbasis masyarakat sebagai bahan baku industri secara berkelanjutan (Strategi 9).