Alokasi dan kebijakan jasa angkutan produk minuman ringan : studi kasus di PT Buana Distrindo
Abstract
Saat ini persaingan industri minuman ringan semakin ketat sehingga setiap perusahaan berusaha untuk memenangkan persaingan dengan memberikan pelayanan yang terbaik, dengan cara peningkatan penyediaan produk dalam jumlah dan waktu yang tepat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanganan sistem distribusi fisik yang baik, dengan memperhatikan segala aspek yang berhubungan baik aspek dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan sistem distribusi fisik adalah penanganan sistem transportasi yang merupakan ujung tombak dalam pemasaran produk minuman ringan.
Transportasi merupakan komponen penting dalam sistem distribusi fisik yang banyak memakan biaya sehingga perlu penanganan yang seksama untuk mendapatkan biaya pengiriman produk yang minimum. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dapat meminimumkan biaya pengiriman produk adalah dengan penyusunan rencana alokasi kendaraan yang optimal dan penentuan kebijakan jasa angkutan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Dalam mencari alokasi dan kebijakan jasa angkutan tersebut dalam kasus ini digunakan metoda Pendekatan Berencana.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan jasa angkutan diantaranya adalah jenis kendaraaan yang digunakan, jumlah pesanan produk, jalur yang dilalui, harga beli kendaraan, pemeliharaan dan peraturan pemerintah mengenai transportasi. Alokasi kendaraan yang optimal merupakan salah satu cara yang tepat dalam menekan biaya pengiriman produk dari gudang pusat ke gudang cabang. Dengan adanya alokasi kendaraan jumlah pesanan dari gudang cabang dapat disesuaikan dengan jenis kendaraan dan biaya yang harus dikeluarkan karena pemakaian kendaraan tersebut. Penentuan alokasi kendaraan dibantu dengan model ALOKASI BAS yang dapat memberikan alternatif pengalokasian kendaraan dengan biaya pengiriman yang minimum. Untuk gudang cabang Surabaya rata-rata pemakaian kendaraan perusahaan sebanyak 24 kali per bulan, sedangkan untuk gudang cabang Solo, Yogya, Kudus dan Pekalongan rata-rata pemakaian kendaraan sewa masing-masing sebanyak 19, 21, 17 dan 6 kali per bulan.
Setelah dilakukan analisis dan perhitungan didapatkan bahwa jika perusahaan tetap melakukan kebijakan saat ini memerlukan biaya sebesar Rp 436 153 846.15, pembelian satu unit kendaraan engkel memerlukan Rp 402 010 808.86 dengan B/C sebesar 1.030, pembelian dua unit memerlukan Rp 377 467 444.65 dengan B/C sebesar 0.782 dan pembelian tiga unit memerlukan biaya Rp 424 442 684.32 dengan B/C sebesar 0.550. Dari hasil tersebut kebijakan jasa angkutan yang terbaik adalah pembelian 1 (satu) unit kendaraan engkel yang akan menghemat biaya pengiriman sebesar Rp 34 143 037.29 dan mempunyai nilai NPV sebesar Rp 2 631 595.14.
Hasil analisis sensitifitas terhadap kebijakan pembelian 1 (satu) unit kendaraan engkel memperlihatkan bahwa kebijakan tersebut tetap layak sampai kenaikan harga beli kendaraan sebesar 3.0 persen, kenaikan biaya operasional sebesar 0.8 persen dan kenaikan biaya pemeliharaan sebesar 18.8 persen.