Pengembangan Model Konseptual Sistem Cerdas Pengawasan Penangkapan Ikan di WPPNRI 711
Date
2024-01-19Author
Budianto, Sahono
Wiryawan, Budy
Purbayanto, Ari
Wisudo, Sugeng Hari
Riyanto, Mochammad
Metadata
Show full item recordAbstract
Kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) merupakan salah satu permasalahan pengelolaan perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang terdiri atas perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan. Keterbatasan pengawasan oleh Pemerintah Indonesia, baik sarana prasarana maupun kondisi sumber daya manusia pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 merupakan kendala yang dihadapi. Selain itu, pengawasan saat ini juga belum didukung dengan teknologi pengawasan yang terintegrasi dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik illegal fishing, kondisi objektif terkini dan kebutuhan sistem cerdas pengawasan, merancang model kombinasi pemanfaatan teknologi pengawasan dan optimasi pengawasan, serta merumuskan model konseptual sistem cerdas untuk menjawab tantangan pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711. Penelitian menggunakan metodologi pendekatan sistem, yaitu Hard System Methodology (HSM) dan Soft System Methodology (SSM). Aspek kajian meliputi aspek teknologi, sarana prasarana, sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik illegal fishing di WPPNRI 711 dilakukan oleh kapal perikanan asing (KIA) berbendera Vietnam dan Malaysia, serta kapal perikanan Indonesia (KII). Pada tahun 2021-2022, KIA Vietnam melakukan illegal fishing di perairan ZEE Indonesia di dalam garis batas landas kontinen. KIA Malaysia melakukan illegal fishing di ZEE Indonesia namun di luar garis landas kontinen. Sedangkan KII melakukan illegal fishing di perairan teritorial.
Pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 menghadapi beberapa permasalahan, yaitu: (i) penggunaan teknologi pengawasan masih terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan dan tantangan pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 saat ini, (ii) sarana dan prasarana pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 terbatas dan belum mencukupi kebutuhan pengawasan saat ini, (iii) sumber daya manusia yang berperan langsung dalam pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 masih dalam kategori kurang, dan (iv) kebijakan berupa peraturan perundang- undangan dan struktur lembaga pengawasan di tingkat daerah masih kurang. Salah satu hal yang perlu menjadi prioritas untuk mengatasi permasalah tersebut adalah pengembangan teknologi pengawasan yang didukung dengan sistem cerdas. Hasil penelitian mengungkapkan sistem cerdas pengawasan yang dibutuhkan yaitu: (i) mampu menjembatani komunikasi antara kapal pengawas dengan pesawat udara pengawas, dan juga dengan pusat pemantauan kapal perikanan di kantor pusat KKP Jakarta, Pangkalan PSDKP Batam, dan Stasiun PSDKP Pontianak, (ii) mampu mendeteksi seluruh kapal
perikanan yang melakukan illegal fishing di WPPNRI 711, serta (iii) mampu menganalisis dugaan pelanggaran secara cepat dan akurat serta menyampaikan peringatan dini pelanggaran kepada nakhoda/pemilik kapal. Komunikasi yang terintegrasi antar subsistem pengawasan penangkapan ikan akan mengoptimalkan pelaksanaan pengawasan. Selain itu, penggunaan teknologi lain untuk memperkuat teknologi pemantauan kapal perikanan yang saat ini digunakan juga menjadi hal prioritas.
Untuk memperkuat pengawasan, maka model kombinasi teknologi pengawasan dilakukan melalui pemilihan teknologi dengan mempertimbangkan aspek teknis, biaya, dan sosial. Berdasarkan aspek teknis, maka teknologi radio direction finder (RDF) memiliki peluang tertinggi, selanjutnya visible infra-red imaging radiometer suite (VIIRS) menempati urutan kedua, dan virtual takeoff landing (VTOL) drone menempati urutan ketiga. Sementara itu, apabila dipertimbangkan berdasarkan aspek biaya, maka RDF berada diprioritas pilihan pertama, kemudian urutan prioritas kedua yaitu VIIRS serta diperingkat ketiga, yaitu VTOL drone. Selanjutnya, berdasarkan pertimbangan aspek sosial maka RDF menempati urutan pertama dan VTOL drone menempati urutan kedua, serta VIIRS menempati urutan ketiga. Berdasarkan penilaian terhadap keseluruhan aspek (teknis, biaya, dan sosial), maka teknologi RDF sebagai urutan pilihan pertama, kemudian yang kedua VIIRS, dan urutan yang ketiga VTOL drone. Dalam rangka optimasi pengawasan berdasarkan pilihan kombinasi teknologi VTOL drone di kapal pengawas, maka optimasi cakupan area kapal pengawas melalui penambahan teknologi pesawat tanpa awak (drone) dengan jangkauan 5 mil, 12 mil, 18 mil, dan 24 mil berturut-turut 108,40%, 122, 95%, 122, 99%, dan 119, 17% dari luas WPPNRI 711. Untuk itu, optimasi operasi kapal pengawas dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pengunaan drone 5 mil yang memerlukan 6 kapal, drone 12 mil memerlukan 7 kapal, untuk drone 18 mil sebanyak 7 kapal, serta drone 24 mil memerlukan 5 kapal. Selain itu, penggunaan drone berpotensi mengurangi biaya operasional dengan besaran 12,56% untuk 5 mil. Sementara itu, untuk drone 12 mil sebesar 56,52%, drone 18 mil sebesar 28,25%, dan drone 24 mil sebesar 16,52%
Model konseptual yang telah dirumuskan memungkinkan untuk mengatasi permasalahan sistem pengawasan penangkapan ikan di WPPNRI 711 yang didukung teknologi berbasis kecerdasan buatan, yaitu pengembangan aplikasi analisis hasil pemantauan kapal perikanan yang bekerja secara otomatis melalui penambahan fitur berbasis kecerdasaan buatan pada teknologi pemantauan kapal perikanan yang digunakan untuk memperoleh informasi dugaan pelanggaran secara cepat dan akurat serta menyampaikan peringatan dini pelanggaran kepada nakhoda atau pemilik kapal untuk meningkatkan kepatuhan kapal penangkap ikan.
Collections
- DT - Fisheries [725]