Model Perlindungan Lahan Sawah dan Kecukupan Beras Berkelanjutan di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah
Date
2024Author
Bondansari, Bondansari
Widiatmaka, Widiatmaka
Machfud, Machfud
Munibah, Khursatul
Ambarwulan, Wiwin
Metadata
Show full item recordAbstract
Rice is a staple food for almost all the population in Indonesia and is a basic necessity for human life. Therefore, the State is essential to ensure its availability, affordability, and the adequate and quality fulfillment of food consumption evenly across all regions. Paddy fields are a crucial factor in rice production. Allowing continuous conversion of paddy fields in the long term poses a threat to efforts to meet rice sufficiency. The main objective of this research is to develop the model for sustainable protection of paddy fields and domestic rice sufficiency in Banyumas Regency, Central Java Province, with the following sub-objectives: 1) analyzing the dynamics of paddy field changes and trends in conversion, 2) evaluating the suitability classes of paddy fields for rice cultivation, 3) analyzing important variables and influential actors in the protection of paddy fields and sufficiency, 4) constructing a dynamic model and formulating policies for the protection of paddy fields and domestic rice sufficiency in Banyumas Regency. The research was conducted using a combination of several methods (mixed methods). Primary and/or secondary data were collected through various techniques, including literature review, desk analysis, in-depth discussions (in-depth interviews), internet downloads, and field observations. Respondents consisted of stakeholders and/or experts, namely: the Regent, Chair of the Regional People's Representative Council (DPRD), Head of relevant agencies or assigned staff, Agrarian Spatial Planning and National Land Agency (ATR/BPN), Academicians, Agricultural Extension Officers (PPL), Village Officials, farmer groups, farmers, settlement developers, fertilizer agents, and rice traders. The data analysis technique were adjusted to the research objectives. Changes in paddy field land use from 2007 to 2019 and their predictions for 2031 and 2045 were carried out through visual interpretation of SPOT image recordings in 2007, 2014, and 2019 using ArcGIS 10.8.2 and the Landuse Change Modeler (LCM) in the TerrSet software. The evaluation of land suitability classes was performed by a matching system between land characteristics and the requirements for growing rice crops. Important variables and the relationships between variables were analyzed using the Micmac method. Important actors and their involvement in paddy fields protection were analyzed using the Mactor method. The dynamic model for the protection of paddy fields and domestic rice sufficiency was developed by constructing a stock flow diagram (SFD) structure. The conversion of paddy fields into non-paddy fields in Banyumas Regency from 2007 to 2019 reached an area of approximately 1,231 ha (3.87%), with an average annual decrease rate of 102.6 ha/year and a potential loss of rice production of about 1,189 tons of harvested dry paddy per year. In 2045, it is estimated that the paddy field area in Banyumas Regency will be 29,160 ha, with a decrease rate from 2019 to 2045 covering an area of 1,384 ha (4.53%). The evaluation of land suitability classes for rice cultivation in Banyumas Regency indicates that the actual suitability of paddy fields consists of very suitable class (S1) at 52%, moderately suitable (S2) at 10%, marginally suitable (S3) at 38%, and not suitable (N) at 0.05%. The limiting factors encountered include soil pH, base saturation, and soil drainage. Several important variables related to the protection of paddy fields and domestic rice sufficiency in Banyumas Regency include: Regent's Regulation on paddy field protection, incentives for paddy field protection, detailed spatial information on paddy fields, availability of irrigation water, active role of farmer groups, and rice production. Influential actors are dominated by government entities, namely the Regent, Regional People's Representative Council (DPRD), Agrarian Spatial Planning and National Land Agency (ATR/BPN), along with relevant technical agencies, such as the Department of Agriculture and Food Security (Dinpertan), Regional Planning and Development Agency (Bappeda Litbang), Department of Public Works in the field of Irrigation (PU Pengairan), and the Department of Housing and Settlement Areas (Dinperkim). Based on the dynamic model analysis, the sufficiency of rice in Banyumas Regency is only projected until the year 2029. The surplus gap between production (supply) and rice needs is estimated to persist only until 2025. The moderate scenario, which involves a minimum protected paddy field area of 26,953 ha, IP220, and rice productivity of 6.0 tons per hectare, extends the surplus gap between rice production and demand until 2037. Rice self-sufficiency in Banyumas Regency is projected to last until 2049. Therefore, policy strategies are implemented based on the concept of system performance, focusing on improving inputs and operations, and strengthening the evaluation of outputs and impacts. In the initial phase of input improvement, measures include the establishment of Regent Regulation on Paddy Field Protection (Perbup LP2B) followed by the implementation of incentives for LP2B protection, detailed spatial database creation for paddy fields, and improvement of access to irrigation water. Concerning the process, a collaborative stakeholder model approach is necessary to carry out various programs supporting input strengthening, such as empowering farmer groups and increasing rice production. The expected outputs from this collaborative system performance are controlled paddy field conversion, increased productivity and rice production, well-functioning mechanisms for monitoring paddy field usage, and the outcome is ensured domestic rice sufficiency with the potential to control food crises. Key actors in the implementation include the Regent, Regional People's Representative Council (DPRD), ATR/BPN, and relevant departments (Dinpertan, Bappeda Litbang, PU Pengairan, and Dinperkim), following the collaboration principle with other stakeholders. The success of this system is highly determined by three crucial aspects: commitment, leadership, and implementation. Beras merupakan makanan pokok hampir semua penduduk Indonesia dan menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia, sehingga negara wajib menjamin ketersediaannya, keterjangkauannya, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup dan berkualitas secara merata di seluruh wilayah. Lahan sawah merupakan faktor produksi beras yang sangat penting. Konversi lahan sawah yang terus dibiarkan dalam jangka panjang akan menjadi ancaman bagi upaya pemenuhan kecukupan beras.
Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun model perlindungan lahan sawah dan kecukupan beras domestik di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah secara berkelanjutan, dengan tujuan antara, yaitu: 1) menganalisis dinamika perubahan lahan sawah dan kecenderungan konversinya, 2) mengevaluasi kelas kesesuaian lahan sawah untuk tanaman padi, 3) menganalisis variabel penting dan aktor yang berpengaruh dalam perlindungan lahan sawah dan kecukupan, 4) membangun model dinamis dan merumuskan kebijakan perlindungan lahan sawah dan kecukupan beras domestik di Kabupaten Banyumas di Kabupaten Banyumas. Penelitian dilakukan menggunakan perpaduan beberapa metode (mixed methods). Data primer dan/ atau data sekunder dikumpulkan dengan berbagai teknik, yaitu studi pustaka, desk analysis, diskusi mendalam (in depth interview), download internet dan observasi lapang. Responden terdiri dari stakeholders dan/ atau pakar, yakni: Bupati, Ketua DPRD, Kepala Dinas terkait atau staf yang ditugaskan, Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Akademisi, Penyuluh Pertanian (PPL), Perangkat Desa, kelompok tani, petani, pengembang permukiman, agen pupuk, dan pedagang beras. Teknik analisis data disesuaikan dengan tujuan penelitian. Perubahan penggunaan lahan sawah dari tahun 2007 sampai 2019 dan prediksinya untuk tahun 2031 dan 2045 dilakukan dengan interpretasi visual citra SPOT tahun perekaman 2007, 2014 dan 2019 dengan alat bantu ArcGIS 10.8.2 dan landuse chang modeler (LCM) dalam software TerrSet. Evaluasi kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan sistem matching antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman padi. Variabel penting dan keterkaitan antar variabel dianalisis dengan metode Micmac. Aktor penting dan keterlibatannya dalam perlindungan lahan sawah dianalisis dengan metode Mactor. Model dinamis perlindungan lahan sawah dan kecukupan beras dilakukan dengan membangun struktur stock flow diagram (SFD) dengan pertimbangan beberapa luaran tujuan sebelumnya. Perubahan lahan sawah menjadi bukan sawah di Kabupaten Banyumas dari tahun 2007 sampai tahun 2019 mencapai luasan sekitar 1.231 ha (3,87%) dengan laju penurunan rata-rata sebesar 102,6 ha tahun-1 dan potensi kehilangan produksi padi per tahunnya sekitar 1.189. ton gabah kering panen (GKP). Pada tahun 2045 diperkirakan luas lahan sawah di Kabupaten Banyumas menjadi 29.160 ha dengan tingkat penurunan dari tahun 2019 sampai tahun 2045 seluas 1.384 ha (4,53%). Hasil evaluasi kelas kesesuaian lahan sawah untuk tanaman padi menunjukkan bahwa secara aktual kesesuaian lahan sawah di Kabupaten Banyumas terdiri dari kelas sangat sesuai (S1) sebesar 52%, cukup sesuai (S2) 10% sesuai marginal (S3) 38%, dan tidak sesuai (N) 0,05%. Faktor pembatas yang ditemui adalah pH tanah, kejenuhan basa (KB) dan drainase tanah. Beberapa variabel penting terkait perlindungan lahan sawah dan kecukupan beras domestik di Kabupaten Banyumas, yaitu: Peraturan Bupati tentang perlindungan lahan sawah, insentif perlindungan lahan sawah, informasi spasial lahan sawah secara detil, ketersediaan air irigasi, peran aktif kelompok tani, dan produksi padi. Aktor yang berpengaruh didominasi oleh unsur pemerintah, yaitu Bupati, DPRD, dan ATR/BPN), beserta dinas teknis terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pegambangan (Bappeda Litbang), Dinas PU Bidang Pengairan (PU Pengairan), dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Dinperkim). Berdasarkan analisis model dinamis, kondisi kecukupan beras di Kabupaten Banyumas hanya sampai tahun 2029. Gap surplus antara produksi (pasokan) dengan kebutuhan beras hanya sampat tahun 2025. Skenario moderat, yaitu luas sawah yang dilindungi (LSD) minimal seluas 26.953 ha, IP220, dan produktivitas padi 6,0 ton ha-1, gap susrplus antara produksi padi dengan kebutuhan diperpanjang hingga tahun 2037 dan kecukupan beras di Kabupaten Banyumas diperkirakan sampai tahun 2049. Untuk itu strategi kebijakan dilakukan berdasarkan konsep kinerja sistem, yaitu pembenahan atau perbaikan masukan (input) dan operasional (process) serta penguatan evaluasi terhadap luaran(output) dan dampak (outcome). Tahap awal untuk perbaikan input adalah penetapan Perbup LP2B dengan diikuti implementasi insentif perlindungan LP2B, pembuatan database spasial lahan sawah secara detil, dan peningkatan akses air irigasi. Terkait dengan process, perlu dilakukan dengan pendekatan model kolaborasi stakeholders untuk melakukan berbagai program yang mendukung penguatan input, yaitu pemberdayaan kelompok tani dan peningkatan produksi padi. Output yang diharapkan dengan kinerja sistem yang kolaboratif adalah terkendalinya konversi lahan sawah, meningkatnya produktivitas dan produksi padi, dan berjalannya mekanisme pengawasan penggunanan lahan sawah dengan baik, serta sebagai outcome adalah terjaminnya kecukupan beras domestik dan potensi krisis pangan dapat dikendalikan. Aktor pelaksana yang menjadi kunci penggerak sistem tersebut, yaitu: Bupati, DPRD, ATR/BPN, dan dinas terkait (Dinpertan, Bappeda Litbang, PU Pengairan, dan Dinperkim), dengan melakukan prinsip kolaborasi dengan stakeholders lainnya. Berjalannya sistem ini sangat ditentukan oleh tiga aspek penting, yaitu komitmen, leadership, dan implementasi